2 PERGI KE BASIS MILITER

Justine kembali tersenyum sangat merindukan hari-hari yang manis dan penuh tantangan saat tinggal bersama Ronnie dan Brown di hutan untuk bersembunyi dari kejaran orang yang membunuh orang tuanya.

"Justine, dengarkan aku." ucap Ronnie dengan wajah serius.

Justine menegakkan punggungnya saat melihat wajah Ronnie yang terlihat serius.

"Selama kamu menjalani sekolah militer di sana, kamu harus pintar dan cerdik. Semua orang bisa menganggap kamu bodoh, tapi kamu harus bisa memanfaatkan situasimu itu sebagai jalan keluar kamu. Apa kamu mengerti maksudku Justine?" ucap Ronnie dengan tatapan dalam.

Justine membalas tatapan Ronnie kemudian menganggukkan kepalanya sambil menggenggam tangan Ronnie.

"Aku akan selalu hati-hati untuk membaca situasi di sana. Paman Ronnie jangan cemas." ucap Ronnie memakai bahasa isyarat dengan wajah serius.

"Baguslah kalau kamu mengerti, sekarang tidurlah. Besok pagi kamu harus berangkat lebih pagi." Ucap Ronnie merasa sedih harus berpisah dengan Justine.

Justine menganggukkan kepalanya kemudian bangun dari duduknya dan berjalan pelan naik ke lantai atas menuju ke kamarnya.

Sampai di dalam kamar, Justine melihat ke sekeliling ruang kamarnya yang tidak terlalu besar.

Ada beberapa fotonya bersama orangtuaku juga fotonya bersama Ronnie dan Brown yang tergantung di dinding kamar.

Dalam diam Justine mengambil foto orangtuanya yang ada di atas meja.

Kedua mata Justine tak lepas menatap foto yang di pegangnya.

"Dad, Mom, saat ini aku masih belum bisa balas dendam atas kematian kalian. Tapi aku berjanji setelah aku sekolah di sana aku akan mencari tahu keberadaan orang itu. Aku akan memberi perhitungan padanya." Ucap Justine sambil mengusap setitik air mata yang mengalir di kedua sudut matanya.

****

Pagi hari....

Justine bangun sangat pagi sekali dan sudah menyelesaikan tugas hariannya dengan cepat kemudian mengisi paginya dengan lari pagi dan olahraga berat.

Setelah menghabiskan paginya dengan banyak olahraga Justine kembali ke rumah untuk bersiap-siap berangkat ke New York.

"Justine, apa kamu habis olahraga? kenapa kamu tidak istirahat saja sebelum berangkat." ucap Ronnie sambil menyiapkan sarapan pagi untuk Justine.

"Aku sudah terbiasa dengan olahraga pagi, tidak terbiasa hidup santai seperti orang lain." ucap Justine dengan bahasa isyarat sambil duduk di kursi kemudian meneguk susu madu yang sudah di siapkan Ronnie.

"Baguslah Just, sangat baik bagi kamu untuk menanamkan hal positif dalam perjalanan hidup kamu." ucap Ronnie menatap penuh wajah keras Justine yang menurun dari Ayahnya.

Justine menganggukkan kepalanya dengan pasti mengiyakan ucapan Ronnie seraya mengambil nasi untuk sarapan.

"Bawalah bekal untuk perjalanan nanti, siapa tahu kamu lapar." ucap Ronnie sudah mempersiapkan satu bungkus nasi untuk makan siang Justine.

Kembali Justine menganggukkan kepalanya sambil menikmati sarapan paginya dengan menu ikan gurame yang di bakar.

"Terima kasih Paman Ronnie." ucap Justine dengan bahasa isyaratnya.

Ronnie menganggukkan kepalanya dengan tersenyum sambil mengusap bahu Justine dan berjalan keluar rumah. Sungguh hatinya terasa berat harus berpisah dengan Justine yang sudah dia anggap sebagai putra sendiri.

Justine hanya terdiam melihat kesedihan di wajah Ronnie. Apa yang dirasakan Pamannya, dia juga merasakannya, tapi dia harus kuat demi mencari keadilan untuk kematian kedua orangtuanya.

Sambil menahan nafas dalam Justine melanjutkan makannya dengan cepat agar bisa cepat sampai di Bandara yang ada di kota.

Setelah selesai menghabiskan makanannya dan membersihkan semua yang di atas meja Justine mengambil kopernya dan berjalan keluar mendekati Pamannya yang sudah menunggu di dalam mobil pickupnya.

"Kamu tidak lupa membawa bekal makananmu kan?" tanya Ronnie dengan suara terdengar parau.

Justine tersenyum sambil menunjukkan bekal yang ada di tangannya.

"Baguslah, ayo cepat naik." ucap Ronnie dengan mata berkaca-kaca.

Tanpa membalas ucapan Ronnie, Justine melemparkan kopernya di belakang kemudian dia masuk ke dalam pickup duduk di samping Ronnie.

"Paman, kita harus cepat sampai Bandara sebelum pesawat datang." ucap Justine dengan bahasa isyarat sambil melihat ke jam tangannya.

"Kamu tenang saja, kita akan sampai lebih cepat di kota." ucap Ronnie mengarahkan mobilnya ke arah sungai dan hutan agar bisa sampai di kota lebih cepat.

"Paman apa kita lewat jalan pintas?" tanya Justine sambil berpegangan pada besi pegangan yang ada di atas.

Mobil yang berguncang-guncang tidak menyurutkan Ronnie untuk menjalankan mobilnya dengan cepat.

Justine tertawa senang merasakan kebersamaan dengan Pamannya untuk yang terakhir kalinya.

"Bagaimana Justine? kamu masih mengakui kehebatanku kan?" tanya Ronnie setelah keluar dari jalan pintas dan kembali ke jalan raya besar yang sudah memasuki perbatasan kota.

Justine tersenyum mengacungkan jempolnya dengan tatapan kagum pada Pamannya yang bisa dia katakan sebagai Rambo idolanya.

Ronnie tersenyum merasa bahagia bisa bersenang-senang dengan Justine untuk terakhir kalinya.

Tiba di parkiran Bandara, Ronnie menghentikan mobilnya kemudian menatap Justine.

"Justine, kamu sudah dewasa aku tidak akan mengantarmu ke dalam Bandara seperti aku mengantarmu ke sekolah saat kamu masih kecil. Jaga dirimu baik-baik, dan dengarkan setiap nasihat Brown." ucap Ronnie dengan mata berkaca-kaca.

Justine menganggukkan kepalanya kemudian memeluk Ronnie dengan sangat erat seolah-olah enggan untuk berpisah.

"Paman harus jaga kesehatan, aku berjanji padamu kita pasti akan berkumpul kembali." ucap Justine dengan bahasa isyarat menatap dalam wajah Pamannya.

Ronnie menganggukkan kepalanya sambil menepuk pipi Justine dengan berulang-ulang.

"Aku pegang janjimu. Pergilah dan jangan menoleh ke belakang lagi." ucap Ronnie kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain agar bisa melepas kepergian Justine.

Sambil mengusap air matanya yang menggenang di sudut matanya Justine keluar dari mobil dan mengambil kopernya.

Seperti ucapan Ronnie, Justine berjalan ke arah pintu Bandara tanpa menoleh ke belakang lagi.

"Selamat tinggal Paman, aku berjanji padamu aku akan mencari keadilan untuk Momy dan Daddy. Aku akan membersihkan nama mereka dan memulihkannya sebagai pahlawan bukan sebagai pengkhianat negara." ucap Justine dengan nafas tertahan berjalan cepat masuk ke dalam ruang tunggu Bandara.

"BRUKKKK"

"BRAAKK"

"Oucchh!!" teriak Justine mengaduh tertahan saat seorang wanita dewasa menubruknya dan salah satu kopernya terjatuh dari troler mengenai kakinya.

"Maaf...Maaf!! apa terasa sakit?!!" tanya wanita dewasa itu dengan tubuh tegak dan berpenampilan seperti seorang wanita militer.

Justine hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil memberi isyarat dengan jarinya tidak apa-apa.

"Syukurlah kalau kamu tidak apa-apa." ucap wanita itu dengan tersenyum kemudian mengambil kopernya dan meletakkannya lagi atas troler.

Justine berdiri di tempatnya melihat ketangkasan wanita itu saat mengangkat kopernya. Apalagi dengan seragam yang di pakai wanita itu ada beberapa bintang di bahunya.

"Ada apa pria muda? kenapa kamu menatapku seperti itu? apa kamu masih belum memaafkan aku?" tanya wanita itu dengan tatapan heran melihat Justine masih berdiri di tempatnya.

avataravatar
Next chapter