webnovel

Masa Muda

Pagi itu Yanti pergi berjalan-jalan disekitaran kompleks rumahnya. Kegiatan itu telah menjadi rutinitasnya semenjak ia mengandung bayi dari almarhum suaminya. Belum setengah tahun usia pernikahan mereka, Daffa pun meninggalkan Yanti untuk selamanya.

***

Satu tahun yang lalu...

Disebuah bangku pinggir jalan dekat alun-alun kota, Yanti duduk sendirian menatap kosong segelas pop ice capucino ditangannya ketika seorang pria muda datang mengahampiri.

"Boleh saya duduk disini?"

Dengan enggan Yanti mendongakkan kepala, menatap asal suara. Dirinya agak kurang suka akan kehadiran orang asing disaat ingin sendiri. Kini hatinya tengah gundah. Dua minggu yang lalu ia mendapatkan telepon dari mantan kekasihnya. Meminta untuk balikan. Dan selama dua minggu ini pikirannya kacau. Berbagai macam emosi berkecamuk dikepalanya.

"Silahkan" jawab Yanti mengangkat pantatnya untuk beranjak pergi.

"Jangan pergi!" dua kata itu sangat mengejutkan Yanti dan menahan langkahnya.

"Duduklah!" pinta laki-laki itu lagi menepuk tempat kosong disebelahnya yang tadi memang diduduki oleh Yanti. Entah kenapa Yantipun menurut.

"Hanya sebentar, bertahanlah disini."ujar pria itu lagi.

"Daffa!!!"sebuah sapaan dari sebrang jalan terdengar berasal dari seorang wanita muda yang cantik dan modis.

Gadis itu turun dari mobil mewahnya dan melangkah mendekati tempat mereka berdua duduk.

Pria yang dipanggil Daffa itu berdiri menyambut gadis cantik berparas indo. Bercakap-cakap sebentar, terdengar ada sedikit perselisihan dalam percakapan mereka. Kemudian Daffa menyerahkan sebuah tas yang memang sedari tadi ditentengnya. Gadis itu nampak enggan menerima barang yang disodorkan kepadanya. Setelah itu Daffa menghampiri Yanti tak menghiraukan gadis itu.

"Aku antar kamu pulang" kata Daffa didekat Yanti sambil mengulurkan tangannya.

Yanti beranjak, tak memperdulikan sikap baik Daffa. Ia berjalan mendahului laki- laki yang tak dikenalnya itu. Meskipun pria bernama Daffa itu berpenampilan menarik dan terlihat tidak seperti orang jahat tapi Yanti perlu berhati- hati.

Daffa tampak menyeringai, menganggap sikap Yanti sangat menggelikan. Pria semenarik dirinya baru kali ini diacuhkan. Bahkan gadis cantik yang menemuinya tadi itu adalah fans fanatiknya. Namun ia berakhir mengikuti langkah Yanti.

Tiba-tiba sebuah motor dari arah belakang hendak menabrak Yanti yang tidak memperhatikan jalan. Dengan sigap Daffa berlari dan menarik gadis itu lebih kepinggir.

"Maaf, Mas." ucap Daffa kepada si pengendara yang dengan baik memaafkan.

"Apa kamu mau mati???"ujar Daffa sambil memegang kedua bahu Yanti.

"Kita ngobrol dulu yuk..." lanjut Daffaa begitu tak mendapat reaksi dari Yanti. Apalagi melihat raut wajah juga sorot mata gadis yang baru ditemuinya beberapa menit yang lalu itu menyiratkan sesuatu yang tidak biasa.

Digenggamnya tangan Yanti dan menggandengnya menuju area dalam alun-alun.

Keduanya duduk disebuah bangku panjang dari semen didepan kolam. Sebelum memulai percakapan, Daffa menarik nafas dalam .

"Namanya Nissa. Sudah 8 tahun dia mengejarku dan itu sangat menggangguku. Aku hanya mengganggapnya sebagai seorang adik namun aku tak bisa menghindar karena aku mempunyai hutang."

"Tadi itu..."

"Aku menolaknya dan mengembalikan semua uang yang ia pinjamkan padaku."

"Apa kamu ingin tahu apa yang aku katakan padanya?"lanjut Daffa

"Apa ada hubungannya denganku?"Yanti malah balik bertanya7

"Ada"jawab Daffa

"Aku bilang kamu adalah calon istriku"

"HAH!!!!" Yanti terkejut bukan kepalang.

Lelaki itu malah cengar-cengir dengan sangat manisnya membuat tampangnya menjadi terlihat lebih tampan. Menambah perasaan dongkol dihati Yanti

"Maaf karena tidak meminta ijinmu."

Yang bisa dilakukan Yanti hanya memegangi kepalanya yang semakin pusing saja. Menggaruknya meski tidak terasa gatal. Mengusap wajahnya lalu mendengus...

"Pikiranku kacau karena mantan pacarku. Hatiku masih tidak karuan, dan kamu..."

Lagi-lagi Daffa nyengir nakal

"Mantan pacar?... Berarti kamu lagi gak punya pacar???... Kebetulan dong..."

Kita bisa beneran pacaran atau..."

"...langsung nikah aja"

Daffa mengatakannya seolah itu candaan meski dalam hatinya ia tidak main-main. Daffa telah memperhatikan Yanti sejak gadis itu pertama kali menempati bangku yang seharusnya akan menjadi titik pertemuannya dengan Nissa. Dan sebuah bisikan terdengar ditelinganya untuk melindungi gadis itu. Hingga muncullah sebuah ide gila...

"Aku mau pulang saja"ujar Yanti kesal

Tak disangka, selain menarik dan tampan ternyata Daffa juga mapan. Terlihat dari mobil miliknya, Honda Accord VTi warna putih, tampak cocok dikendarai pria berwajah rupawan itu.

Hanya diam yang ada diantara keduanya. Sesekali terdengar percakapan mereka tentang arah tempat tinggal Yanti.

Hanya butuh waktu 15 menit jarak yang ditempuh. Rumah yang sederhana namun terlihat bersih penuh tanaman berdaun hijau tak berpagar. Didepannya terdapat sebuah warung sekaligus toko.

"Besok siang kamu ada waktu?"tanya Daffa begitu mereka turun dari mobil

"Aku akan menjemputmu. Kita makan siang bersama."

Setelah berkata begitu, Daffa langsung kembali memasuki mobil. Dia tersenyum sambil melambaikan tangannya.

"Sampai ketemu besok"

Dalam perjalanan pulang Daffa tersenyum-senyum sendiri. Ia merasa sangat yakin kali ini. Dirinya sangat tidak sabar menunggu hari esok. Namun yang pasti malam ini ia akan tidur nyenyak.

Sedangkan Yanti tak menganggap serius ucapan Daffa. Diatas kasur, Yanti hanya membolak-balikkan badannya. Dipikirannya hanya ada laki-laki bernama Bima.

"Aku sudah menyukaimu sejak lama. Maukah kau menjadi pacarku?" tembak Bima kepada Yanti disaat mereka tengah berduaan ditepi lapangan basket dekat rumah.

Seorang playboy menyatakan cintanya kepada gadis biasa seperti Yanti jelas membuatnya heran. Bukan dasar cinta akhirnya Yanti menerimanya, hanya karena desakan dari teman-temannya. Apalagi Yanti belum punya pacar bahkan dia belum pernah pacaran.

Bima dan Yanti dikenal sebagai pasangan yang romantis. Tampaknya sang playboy telah takluk terhadap gadis sederhana bernama Yanti. Bima menjadi bucin karena gadis polos seperti Yanti.Setelah tiga bulan berjalan, Bima tak tampak lagi. Tiga kali malam minggu, Bima tak datang lagi apel ke rumah Yanti. Yang terakhir didengar Yanti, Bima tengah mengikuti pendidikan menjadi anggota polisi di daerah Singaraja, Bali.

Sudah tiga tahun, hingga dua minggu yang lalu Yanti menerima panggilan telepon dari pria itu.

***

"Permisi!"sebuah suara sungguh sangat mengganggu acara tidur siang Yanti.

Kepalanya melongok menengok siapa yang siang- siang begini datang bertamu.

Sosok pria tampan dengan rambut klimis. Mengenakan pakaian rapi, celana pantalon warna abu- abu dipadu dengan atasan putih bersih sangat pas ditubuhnya yang atletis. Auranya begitu kuat. Aura yang membuat orang sangat mengaguminya namun sungkan untuk menyinggungnya.

Sedangkan Yanti dengan tampang kusut dan rambut acak-acakan tanpa malu telah berdiri didepannya.

"Ada apa?"tanya Yanti ketus.

"Bukankah kita punya janji makan siang."

"Cepatlah bersiap-siap."

"Tidak mungkin kan kamu makan siang memakai celana sependek itu."

Yanti tersadar, menarik t-shirtnya kebawah untuk menutupi bagian pahanya dan langsung berlari ke kamar.

Tak perlu menunggu lama. Yanti hanya mengganti celana super pendeknya dengan celana panjang skinny dipadu t-shirt longgar yang tadi dikenakannya. Menyisir rambut panjangnya dan menyemprotkan minyak wangi. Done...

Penampilan keduanya sungguh berbanding terbalik. Yang satu teramat rapi, sedangkan yang satunya berpenampilan semau gue.

Mereka tiba disebuah restoran cina. Daffa menggandeng Yanti dengan lembut memasukinya. Para karyawan tampak hormat kepada Daffa.

"Kenapa tidak bilang kalau mau makan diresto semewah ini." ujar Yanti agak berbisik takut terdengar padahal mereka berada diruang VIP dan hanya ada mereka berdua.

"Tidak ada yang memperhatikan penampilanmu koq."sahut Daffa dengan suara yang juga ikut-ikutan berbisik, seolah tau apa yang ada dalam pikiran Yanti.

Daffa tersenyum geli dengan sikap Yanti yang canggung karena penampilannya tidak menunjang acara siang ini. Tapi itulah yang disukainya dari gadis ini.

Next chapter