15 Sixteen. Pelatihan atau Nyata?

Daniel POV.

Siang ini, aku, Yohan, dan Sica pergi menuju perusahaan milik tuan James. Setiap hari libur atau setahun sekali, perusahaan ini akan dijadikan tempat pelatihan untuk pada Agen Rahasia yang baru bergabung.

Didalam sana, ada orang orang yang memang sengaja dibayar untuk nenjadi penjahat, yah imbasnya mereka akan terkena pukulan dan hantaman dari ketiga tim baru ini. Aku melihat dari kaca depan, tim ini sepertinya adalah tim yang paling hangat.

Sepanjang jalan, mereka hanya tertawa, bernyanyi, bahkan membicarakan bagaimana situasi yang akah datang. Sica, wanita ini terus fokus kearah Cassandra, dari awal dia datang, sepertinya memang sudah pernah bertemu dengannya.

"Tugas kalian, akan disampaikan nanti diluar." Ucap Yohan yang sudah menggunakan nada Senior.

Dugaanku benar, kini Sica berjalan kearah Cassa, aku yang penasaran mengikutinya dari belakang hanya ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh Sica pada gadis ini.

"Hey Cassa, long time no see with you." Ucapnya sedikit berbisik.

"Lama tak jumpa?" Tanyaku pada diri sendiri.

"I know that you, sist." Balas Cassa yang sedikit menunjukkan senyum tipis. "Sepertinya kali ini kau yang akan membuatku dalam masalah, Sica." Lanjutnya lalu pergi menyusul teman temannya.

Sica menatap Cassa dengan senyum bahagianya, dan menaruh dua tangannya dibelakang. Jarang sekali aku melihat wanita berumur 23 tahun ini tersenyum begitu tulus, seperti yang dia lakukan sekarang.

"Kau mengenalnya?" Tanyaku saat berada disampingnya.

"Menurutmu?" Jawabnya seperti biasa.

Kata menyebalkan tak akan pernah bisa lepas dari Wanita ini, dari awal kami bertemu, sampai sekarang aku sudah menikahpun dia tetap menjadi perempuan yang menyebalkan.

Dulu, dia juga bergabung saat seusia Cassa, sudah lima tahun yang lalu. Dan setahun lalu dia dikirim keluar negeri sana untuk menjalankan tugas dari tuan James.

"Sekarang, apa yang harus kita lakukan, Yohan?" Ujarku.

"Cukup melihat pergerakan mereka dari layar monitor saja." Ucapnya dan berjalan mendahuluiku.

"Kalian menunggu apa? Ayo kita menjadi pengawas lagi!" Dengan riang Lexci mengajak kami, seperti biasa, Perempuan mungil ini selalu bisa mencairkan suasana.

Lantai dua, disini tempat tim yang diketuai oleh Bagas berlatih. Tugas mereka adalah mencari sebuah dokumen, dan meyelamatkan seorang anak kecil yang disekap didalam sini, juga harus bisa bekerjasama agar terbebas dari para penjahat bayaran yang sudah bersiap ditempat mereka berdiri sekarang.

Dari layar monitor aku melihat Cassandra, berjalan mendahului rekannya, dan bersembunyi disalah satu dinding. Kemudian, dia mengawasi keadaan apakah sudah aman atau belum.

"Aman." Ucap Cassa sedikit berbisik.

Kami semua bisa mendegar suara mereka disini, karena Camera yang disediakan Tuan James dilengkapi dengan sensor suara.

"Bagas ayo!" Ucap Alexi yang berhasil menyebrang kearah Cassa.

Akan tetapi...

"Rafael!"

Dengan sengaja, Rafael mendorong Bagas, dan berjalan kearah Cassa dan Alexi berada. Dengan wajah gusar, Cassa langsung memasang badan ketika Bagas juga berhasil menyusul.

"Joe, lo kan cowo, harusnya lo tau dong mereka kenapa?" Tanya Maria yang kini bersiap untuk mengendap endap.

"Nanti juga lo tau masalah mereka Mera." Jawab Jordan yang sedang mengamati tempat mereka masuk tadi.

Setelah semua berhasil melewati dua lorong itu, Cassa mengisyaratkan mereka untuk menggunakan Earphone yang telah kami siapkan, dan kemudian menyalakan sensor sinyal dan suara.

"Sepertinya, Bagas dan Rafael akan membuat masalah." Ujar Yohan seraya menatap kearah dua pria itu.

"Tidak jika ada Cassa." Ucap Sica.

"Apa maksudnya?" Tanyaku dan Yohan secara bersamaan.

"Cassa memiliki aura ketenangan yang kental. Dan masalah mereka berdua juga ada hubungannya dengan Cassa." Jelasnya yang dibalas tatapan tajam oleh Yohan.

"Jika seperti itu, apakah kita sudah salah membuat mereka dalam satu tim?" Tanyaku.

Sica menggeleng, berarti yang kulakukan bukanlah kesalahan. "Ada atau tidaknya Cassa, mereka akan tetap bertengkar. Bagus jika ada Cassa, karena sumber masalahnya sendiri yang memisahkan mereka. Bayangkan jika tidak ada Cassa, dan hanya Dua gadis itu yang menangani, bagaimana jadinya?" Kali ini aku setuju dengan penjelasan yang diberikan oleh Sica.

"Kita harus berpencar." Ujar Cassa yang masih menjadi CCTV tim.

"Joe, kau yang putuskan." Titah Bagas yang juga memonitor keadaan.

"Baiklah, Aku dan Alexi, akan kearah selatan, Kau dan Mera akan kearah barat, yang terakhir, Rafael dan Cassa kalian kearah timur." Ucapnya memutuskan.

'Brak!'

Kepalan tangan Yohan berhasil menghilangkan keheningan disini. Aku dan Sica saling menatap dengan bingung, sama seperti yang dilakukan oleh Alexi dan Maria sekarang.

"Tidak ada negosiasi." Ucap Bagas lalu menarik lengan Maria.

Daniel POV Off.

*****

Author POV.

Daniel masih menatap layar CCTV ini, dengan Yohan yang masih menatap tajam kesatu monitor yang menunjukkan Cassa dan Rafael.

Sedangkan disisi lain, Cassa dan rekannya sudah berhasil melewati tempat penjagaan. Dan langkah selanjutnya diantara mereka harus menemukan dokumen beserta tempat anak kecil yang disekap. Setelah itu, barulah para 'penjahat' bayaran itu muncul.

'Brak!'

Daniel, Yohan, dan Sica spontan mencari sember suaranya. Dan munculah dua pria berbadan besar ditempat dimana Rafael dan Cassa berada.

"Tunggu dulu, bukannya belum saatnya mereka datang untuk menyerang?" Ujar Sica seraya menoleh kearah Yohan dan Daniel secara bersamaan.

"Satu kemungkinan, mereka adalah.." Sebelum Yohan menyelesaikan ucapannya, suara dua pria itu lebih dulu memotongnya.

"Sorry Guys, sepertinya ini bukan pelatihan yang kalian harapkan."

Setelah suara itu terdengar, satu persatu layar monitor mati, dan hanya berfungsi untuk mendengarkan suara saja.

"SIALAN!"

Teriakkan Cassa membuat Yohan, Daniel, dan Sica lega. Artinya mereka berdua tidak kenapa napa.

'Bughh'

'Trang'

dan

'Dorr!'

Suara suara itu berhasil membuat ketiga senior ini membelalakan matanya, mereka saling menatap satu sama lain, seolaj meminta penjelasan, apa yang kini sedang terjadi pada Cassandra dan Rafael.

Yohan dan kedua temannya kini keluar dari ruangan CCTV itu, berlari secepat mungkin ketempat kejadian, karena mereka tidak mau, sesuatu hal yang lebih buruk, terjadi pada dua orang yang sedang dirundung masalah itu.

Sedangkan Cassa dan Rafael berhasil menghindari satu peluru yang ditembakkan oleh salah satu dari mereka. Kini, ruangan tempat mereka berkelahipun sudah berbeda, karena dokumen hijau yang dikatakan itu tidak ada disana.

"El! lo fokus aja cari dokumen, kalo perlu nembak, tembak aja!" Ucap Cassa yang masih sibuk berkelahi.

Cassa menangkis serangan dari pria gendut dihadapannya, kemudian ia beralih meninju perutnya, dilanjutkan dengan mendorongnya hingga jatuh tersungkur. Ia tidak membagi fokusnya sekarang, karena tentu saja, dua pria berbadan besar ini terlalu merepotkan.

"Gak ada dokumen Cas! Tapi ada anak kecil disini!" Teriak Rafael. "Dia gamau gue bujuk!" Lanjutnya seraya bersiap untuk menembak.

Cassa mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Rafael, ia memundurkan langkahnya satu demi satu, agar bisa sampai ketempat Rafael berada.

"Cassa?! Rafael?! Apa yang terjadi?!" Suara Bagas kini terdengar dari earphone yang mereka gunakan.

"Kita juga gatau Gas, tiba tiba mereka datang dan nyerang!" Balas Rafael.

"Sama! Gue udah nemuin dokumennya, sekarang Joe lagi ngelawan mereka" Seru Alexi dari sebrang.

"Sebenernya ini latihan atau nyata sih?!" Komukasi ditutup oleh suara Maria.

Kini Rafael yang mengambil alih pertarungan. Jangan meremehkan juara taekwondo se-Asia, kemampuannya melebih Cassa yang bisa dibilang 'Hanya' menguasai gerakan yang ia pelajari dari film film action.

"Berani lo nyentuh anak ini, gue jamin rambut lo gabakal tumbuh lagi!" Teriak Cassa yang kini berdiri dihadapan Anak kecil itu.

Tatapan tajam yang ia tunjukan sepertinya tidak membuat pria ini mundur, sekarang, dengan tidak tahu malunya, ia mengangkat tangannya, untuk melayangkan pukulan kepada Cassandra, seorang gadis yang baru genap 17 tahun.

'Bugh!'

Satu pukulan berhasil mendarat dipunggung pria itu. Pukulan demi pukulan dia terima, Yohan, ia datang diwaktu yang tepat, menangkis berbagai pukulan dan tendangan yang kini beralih padanya. Orang orang itu kini semakin banyak, dan entah sejak kapan, Bagas, Alexi, Jordan, dan Maria sudah berada disini.

"Cassa! Berjalan dibelakangku sekarang!"

Cassa mengikuti arahan Yohan, sambil memegangi tangan anak kecil itu, ia bersembunyi dibalik tubuh Yohan yang tegap dan Sigap, karena tidak ada pilihan lain, selain mengikuti perintah dari Yohan.

Satu pukulan lolos dari pandangan Bagas, namun dengan sigap Alexi menangkapnya, memberi kesempatan pada Bagas untuk mulai menghantamnya hingga jatuh tersungkur, dan meminta ampun.

'Ssttt'

"Perih ya om? Rasain!" Ucap maria yang terus menyemprotkan air cabai pada salah satu dari orang itu.

Daniel dan Sica bekerja sama untuk melindungi anak kecil yang sekaramg berada dipelukan Cassa. Rafael dan Jordan masih fokus pada tiga orang yang ada dihadapannya kini, sepertinya luka yang mereka dapat tidak akan terasa, mengingat mereka sekarang disibukan dengan perkelahian yang sengit.

'Dorr'

Satu tembakkan, berhasil mengenai tangan kiri Yohan. Jelas sekali bahwa target mereka itu ada dibelakang Yohan, antara Cassa dan anak kecil itu.

"Gapapa dek, ada kakak sama om yang lain, kamu gabakal kenapa napa kok, tenang ya sayang, jangan nangis lagi." Ucap Cassa seraya menangkannya.

"Paman, aku pinjam tanganmu sebentar."

Cassa menarik tangan kiri Yohan, lalu membalutya dengan seutas kain panjang yang entah darimana dia dapatkan. Yohan sedikit tersentak dengan apa yang dilakukan Cassa. Pasalnya, setelah 'ia' meninggal, tidak pernah ada orang yang memperhatikannya lagi, ataupun sekedar untuk membantunya ketika dalam kesusahan.

"Rasain lo!"

"Mampus juga kan!"

"Jangan cari masalah sama kita!"

Umpatan demi umpatan keluar dari mulut rekan rekannya Cassa. Setelah pertarungan berakhir, dan para lekaki besar ini diikat, Lexci, Davial, Eren, Emelly, dan senior lainnya datang.

"Kenapa jadi seperti ini?! Kalian itu memberikan latihan seperti apa pada kami?!" Ucap Maria dengan nada yang kesal dan cukup tinggi.

"Maaf Maria, kami kira tidak akan menjadi seperti ini." Lirih Lexci setelah lima menit lalu sampai ditempat kejadian, dan kini memengang kotak P3K.

"Ini gara gara Cassa! Coba kalian gak rekrut dia, gak bakal kayak gini jadinya!"

Lagi lagi Emelly menyalahkan Cassa. Cassa yang dituduh hanya menautkan dua alisnya, dengan tangan yang masih setia memeluk anak kecil itu.

"Cukup Emelly! Siapa kau selalu menyalahkan Cassa?!"

Teriakkan Yohan kini berhasil membuat seisi ruangan hening. Pasalnya, dia tidak pernah marah atau berbicara dengan nada tinggi pada siapaun, apalagi pada seorang wanita, itu sangat mustahil untuk dia lakukan.

"Paman sudah, jangan seperti itu." Cassa dengan sabar masih membela Emelly dan mengusap punggung Yohan dengan lembut, selalu saja dia yang menenangkan orang lain.

"Tidak ada yang salah disini! Hanya sedikit kelalaian saja, sudah, sekarang kita kembali dan turun kebawah." Ucap Daniel melerai keributan ini.

"Cas, kalo lo biarin terus, dia makin seenaknya nanti."

Cassa hanya menghembuskan nafasnya kasar sebagai tanggapan dari ucapan yang dilontarkan oleh Alexi. Kadang ia juga tidak habis pikir dengan perlakuan Emelly yang secara terang terangan melontarkan ujaran kebencian padanya.

Dengan tangan yang masih setia mengalung dileher anak kecil ini, Cassa berjalan sedikit demi sedikit, mengingat anak kecil ini memang tidak mau ditinggalkan oleh Cassa.

"Emelly ada benarnya, mungkin kalo gue ga gabung, Para mafia itu gak akan ngejar gue sampe sini." Batin Cassa.

Dengan langkah pincang, Cassa dibantu oleh Sica yang sedang memapahnya dengan hati hati. "Maaf Cas, aku kira pelatihan ini tidak akan menjadi seburuk ini." Lirih Sica.

"Ini hanya kecelakaan Sica, bagaimanapun, hanya tuhan yang tahu apa yang akan terjadi." Balas Cassa yang tersenyum sembari menepuk punggung Sica.

Author POV Off.

avataravatar
Next chapter