18 Nineteen. Perang lagi?

Tuan Hendrick dan Tuan James yang berada dibelakangku kini menarik ku mundur kebelakang, entah ingin melindungiku atau apa, tapi yang pasti sekarang, tanganku malah digenggam oleh anak kecil.

'Ddrrtttttt'

Suara tembakkan khas yang selalu muncul saat perang kini mengalihkan fokusku, alhasil penyusup bersenjata MP5J ini berhasil kabur dengan cara mendorong kami yang sedang hilang fokus.

"Cassa! Kita harus amanin yang lain!"

Teriakkan itu sontak membuatku sadar, Daniel dan Davial sekarang sudah pergi entah kemana. Kini hanya ada Tiga tuan muda dari keluarga Houre, yang sedang mengamati sudut dari lorong lab ini.

"Cassa, kau pergi bantu teman temanmu, mereka lebih membutuhkan bantuanmu. Pegang ini untuk berjaga jaga." Ucap Yohan seraya memberikan Revolver kaliber kepadaku.

"Katakan saja, atas ijin tuan JH."

Aku mengangguk kecil sebagai balasan atas apa yang tuan James katakan padaku. Diatas sini, aku melihat guru guru dan siswa seorganisasiku sedang menenangkan para tamu, dan murid yang baru pertamakali merasakan moment membahayakan ini.

"SEMUA TENANG, SEKARANG LIAT SAYA, FOKUS SAMA APA YANG SAYA PEGANG." Teriakku sambil mengangkat belati yang kupegang ditangan kanan.

Bodoh saja jika aku langsung menunjukkan Revolver kaliber secara terang terangan. Guru guru, dan rekan seintraku mulai mengikuti pergerakanku, mereka menunjukkan senjata yang mereka pegang.

"Arahin sekarang." Ujarku lewat ipods.

Rekanku yang mendengar perintahku segera mengamankan orang orang disini. Aku menatap Rio, Arlin, Jane, dan Fatur, mengisyaratkan kepada mereka agar segera datang kearahku.

"Perintah diterima, Agen B." Ujarnya yang terdengar ditelingaku.

"Kak!"

Seruan itu membuatku harus mencari sumber suaranya. Rehan, dengan style casualnya sedang melambai lambaikan tangan dengan raut wajah gusar.

"Lo ngapain kesini Han?!" Oceh Arlin saat sampai ditempatku.

"Tadi gue liat banyak mobil yang ngarah kesini, gue takut aja ada sesuatu, ternyata bener ada sesuatu." Ucapnya sambil melihat kericuhan yang terjadi.

"Mumpung lo ada disini Dek, Gue mau lo tolongin kami." Ujarku dengan nada yang serius.

"What is that?" Kini Rehan mengubah suaranya, nada yang ia gunakan, juga raut wajahnya.

Setelah aku membuat rencana secara mendadak, satu persatu dari kami mulai meninggalkan titik temu, dan berpencar ketempat yang sudah kami tentukan.

Cassandra POV Off.

Author Pov.

"Fatur! Dibelakang lo!"

Jika Jane telat berteriak, mungkin tubuh jangkung milik Fatur akan tertindih oleh lemari kaca besar, yang biasa disebut mading.

Fatur menahannya, tidak menghindar. Jane dengan segera menbantu Fatur untuk mengembalikan kembali posisi mading itu ketempat asalnya. Mustahil, mading yang berdiri kokoh ini jatuh begitu saja.

"Pasti sengaja didorong." Ujar Fatur.

"But, kita dilorong belakang, gak ada jendela atau ventilasi disini."

"Lo bener Jen, gak ada Jendela, tapi, ada tembok disini." Ucap Fatur menimpali.

"Maksud lo Tur?" Jane yang bingung melihat kembali kearah Mading denah ini, ia memegang tembok yang ada dibelakangnya melalui celah yang berada dibawah mading.

"Ada orang diruangan ini.." Lirih Jane saat merasakan getaran dibalik dinding.

"Ssttt, kecilin suara lo!" Titah Fatur sambil berbisik. "Mereka sengaja bikin guncangan ditembok, karena tau ada kita disini. Alhasil, temboknya bergerak dan ngelepas Mading ini dari pakunya." Jelasnya Fatur pelan.

"Kita kasih tau yang lain?"

Fatur menggeleng untuk menjawab pertanyaan Jane.

"Lo bawa senjata yang Sasan(Cassa) kasih ke lo kan?"

Jane mengangguk dengan tatapan serius, dan mulai mengikuti langkah Fatur yang kini berjalan dihadapanya.

******

Rehan berdiri diperbatasan antara kelas XI IPA dan IPS. Setelah diberi tugas untuk menjaga gedung yang paling aman, dan menjadi monitor tim Cassa dari balik pagar besi yang menjulang tinggi keatas ini.

"Kak, ada pergerakan diruang musik." Ucapnya berbisik pada jam yang ia gunakan.

"How many people?" Tanya Cassa dari sebrang sana.

"Two persons, yeah mereka cuma berdua." Jawan Rehan seraya memperhatikan ruang musik.

"Fokus pada wilayahmu, Men."

Rehan menyengitkan dahinya saat mendegar apa yang Kakaknya katakan. Ia mulai mengedarkan pendangannya keseluruh sudut ini. Tidak ada orang, mungkin belum datang. Pikirnya.

Rehan menyembunyikan dirinya dibalik tembok, melihat keadaan diluar gerbang sana lewat pantulan cermin kecil yang memang sengaja ia simpan disana.

"Kena kau." Gumannya saat melihat ada orang yang datang dengan mengendap endap.

"Kunci semua pintu Kelas, salah satu dari kalian datang ketempatku berada, tapi secara perlahan." Bisiknya memerintah.

Rehan mematikan sambungan Walkie talkienya, ia tahu orang orang itu akan melacak jaringan radionya, dan membuat kekacauan yang lebih parah.

"Buka aja, gak gue kunci kok" Batinnya.

Rehan menaruh telunjuknya dibibir, Rekan rekannya yang melihat pergerakannya segera menutup mulut mereka dan berhenti ditempat mereka berdiri sekarang.

Dua orang ini berhasil membuka pintu gerbangnya, lalu mereka mulai berjalan masuk dan, kejutan!

Mereka menatap lurus kearah cermin kecil yang kini sedang menunjukkan wajah mereka.

"It turns, I'm handsome in this style." Ujar salah satunya sambil mengusap ngusap dagunya.

"Have you finished looking at the mirror's?" Tanya Rehan dengan sebelah alis yang dinaikkan.

Dengan wajah terkejut, dua lelaki yang memiliki aksen wajah eropa ini memasang kuda kudanya, dan mengambil senjata yang dia simpan dipinggangnya.

"Terlambat." Ujar Rehan yang kini mengisyaratkan kepada teman temannya agar segera menyerang.

Disisi lain, Daniel dan Davial sedang bertarung sengit, entah apa yang mereka perebutkan sampai membuat keributan seperti sekarang ini.

"Who sent you here?!" Tanya Davial dengan nada tinggi.

"Surely, he can hurt you.." Jawabnya dengan nada yang lemah.

'Bughh!"

Tubuh Davial dan Daniel kini saling menghantam satu sama lain, dan kini, para bedebah ini yang memegang kendali. Mereka mengikat Skrikandi D ini dengan tali berdiameter 7cm.

Kemudian mereka menyuntikkan obat bius, yang dalam 7 detik, sudah membuat Srikandi D ini tak sadarkan diri.

"You can't run away, right now." Ujar Cassa dengan nada yang penuh penekanan.

Cassa sudah lebih dulu mengeluarkan Revolver kalibernya, yang membuat dua orang ini dengan terpaksa mematung ditempatnya.

Dengan rok putih abu, dan Cardigan rajut berwarna dark whitenya, Cassa seperti seorang polisi yang sedang menyamar.

"Do you like this, huh?" Ucap Cassa seraya berjalan maju.

"Yeah, You like to make a fuss. Men." Kini Cassa mengambil alih Senjata Api sd5 dari tangan dua orang ini.

Arlin masuk kedalam seraya membawa rantai untuk 'mengunci' mereka ditempat. Cassa menodongkan Senjata sd5 yang belum pernah coba atau pegang sebelumnya, pada dua orang ini, dengan ucapan yang bisa membuat siapapun bergidik ngeri.

"I can shoot whenever i want.." Ujarnya dengan nada dingin.

"Ikat tangan mereka, jangan biarkan mereka lepas." Titah Arlin pada 2 Agen yang baru datang.

"Jangan lupa, bawa dua laki laki itu ke uks." Ujar Cassa yang menunjukkannya dengan sorot mata.

"Perintah, diterima."

Cassa berjalan keluar, disusul Arlin dibelakangnya, meninggalkan dua mumi hidup yang tidak berdaya.

*****

"Yohan, kamu bawa Erick pergi dari sini, jangan biarkan dia melihat kejadian tak senonoh lagi." Titah James yang kini penuh dengan luka.

"How about you?!" Tanyanya geram.

"Don't worry about us, go away right know!" Balas Hendrick yang kini sedang mendorong tubuh Yohan yang juga terluka parah.

Dengan terpaksa, Yohan pergi membawa Erick, luka luka ditubuhnya terasa nyeri dan perih, apalagi sekarang luka dikepalanya mulai membuat kepalanya sedikit pusing.

Mengingat luka tembak dilengan kirinya belum sembuh, Yohan harus ekstra berhati hati dalam melawan orang orang itu.

"God, strengthen me." Batinnya.

Yohan menyenderkan tubunya ditembok, mendekap Erick yang juga tidak sadarkan diri ditubuhnya. Kalian tahu? Hewan yang lapar, tidak akan pernah mengabaikan mangsanya, dalam keadaan apapun.

Dihadapannya, ada seorang lelaki yang menyeringai dibalik penutup wajahnya, dengan sebuah belati yang kini sudah sejajar dengan posisi jantung Yohan.

'BRAK!'

Lelaki itu jatuh tersungkur sejauh 4 meter, dihadapannya kini ada seorang wanita yang sudah menodongkan Revolver kepelipisnya.

"Rafael?" Guman Cassa dalam hati.

'Sstt'

Cassa bergerak mundur saat lelaki dihadapannya itu mengibaskan belati kearahnya, dan sialnya, itu membuat Revolver yang Cassa pegang jatuh.

"You can't hurt him." Ucap Cassa yang kini berada didepan Yohan.

Satu pukulan, berhasil Cassa tangkas, ia mengambil alih fungsi tangan lekaki ini, memutarnya kearah yang berlawanan, dan mendorongnya sejauh mungkin.

"Pergi jika kau tidak ingin terluka."

Dengan nada tajam, Cassa, mengeluarkan senjata sd5 yang tadi ia ambil dari dua lelaki diruang musik.

"I'm not afraid.." Balasnya, dengan suara khas seorang lelaki.

'Dor!'

"Sorry telat San!"

Satu tembakan berhasil mendarat dibetis lelaki itu, yang membuatnya meringis kesakitan. Rio hendak menghampirinya, untuk melakukan tindakkan yang lebih lanjut, namun Cassa menahannya.

"Jangan Rio, bukan tugas kita buat menghukum mereka."

Ujar Cassa seraya menghalagi tubuh Rio dengan sebelah tangannya.

"Gue harap, itu bukan lo El." Batin Cassa dengan tatapan yang mengarah pada punggung pria yang kini sudah pergi dengan kaki yang pincang.

"Cassa, orang ini.."

Cassa berbalik kearah Yohan, melihat luka lukanya, dan membuka tuxedo yang pria ini gunakan untuk melihat seberapa banyak luka yang ia terima.

"Biar gue yang urus, sini tas lo." Lanjut Cassa sambil mengambil alih tas dipundak Rio.

"Lukanya parah banget" Ujarnya saat mulai membersihkan darah yang ada ditubuh Yohan.

"Anak kecil ini, ternyata anaknya tuan James." Batinnya.

Cassa mengambil alih tubuh anak kecil itu dan menaruh Erick dipangkuannya. Dengan sangat hati hati, Cassa membalut luka yang berada dipipi kiri Erick dan menidurkannya kembali.

"Maaf ya Paman, ini mungkin agak sakit." Lirih Cassa saat mulai mengobati luka Yohan.

'enghh'

Satu erangan yang menandakan rasa sakit itu lolos keluar dari bibir Yohan. Cassa yang sadar akan hal itu, memelankan gerakannya, agar tidak membuat Yohan merasakan kesakitan.

"Perasaan baru ditinggal 2 jam, lukanya udah separah ini." Gumannya masih tetap fokus dengan apa yang ia lakukan.

Disudut lain, ada seseorang yang geram melihat pemandangan yang ada dihadapannya. Dia mengepalkan tangannya, memukulkannya ke tembok dengan cukup keras.

"Tidak akan aku biarkan kau memilikinya!" Batinnya, dengan tatapan yang mengarah kearah Cassa dengan tajam.

~~~~~~~

avataravatar
Next chapter