14 Fifteen. Pemanasan sebelum Latihan

"Bayangkan itu adalah sebuah gedung, dan jalanan yang berliku." Ucap Davial seraya menunjuk kearah rintangan yang hampir mirip seperti ekseskusi ninja warior.

"Ini hanya sebuah gambaran saja, dan juga akan menjadi bekal untuk kalian ketika benar benar turun kelapangan." Sambung Yohan.

"Kalian sudah mengerti?" Tanya Lexci pada timku dan tim yang lain.

"Mengerti!" Jawab kami semua secara bersamaan.

"Karena tahun ini kami hanya menerima 3 tim, jadi dimulai dari tim ke-dua, yang diketuai oleh Bagas."

Aku dan timku yang merasa terpanggil maju kedepan, yang isinya hanya kami berenam, sama seperti sebelumnya. Aku mengangguk yakin kearah teman temanku yang lain, yang berhasil menimbulkan senyum percaya diri diwajah Bagas.

"Jadi, siapa yang mau mulai duluan?" Lexci mengulurkan tangannya, siapa yang menerima ulurannya, dialah yang pertama.

"Aku." Ujar Alexi yang menaruh tangannya diatas telapak tangan Lexci.

Lecxi melihat kearah kami, meminta persetujuan kami sebagai rekan timnya, dan kami mengangguk seraya menunjukkan senyum antusias kami.

"Famella pasti bisa!" Ujar Maria disebelahku.

"Ayo La, buktiin lo bisa!" Baru kali ini, aku melihat Jordan tersenyum dengan sangat lebar, yang membuat matanya sedikit menghilang.

"Pasti bisa Mel!" Ucapku sambil menepuk pundakknya.

"Aku padamu mel, ayo bisa!"

Ucapan semangat kami ditutup oleh Bagas sebagai ketua tim, ada yang kurang, Rafael. Dimana dia? sedari tadi aku tidak melihatnya, apakah dia tidak datang hari ini?

Aku melirik kesana dan kemari, mencari keberadaan Rafael yang tidak terlihat wujudnya dari tadi.

"Nyari siapa Cas?" Tanya Maria yang menyadari pergerakanku.

"Rafael, gak keliatan dari tadi." Jawabku masih mencarinya.

"Dia datang kok, cuma katanya ketoilet bentar. Mungkin bingung tuh dia nyari toiletnya dimana." Sambung Jordan yang kubalas dengan anggukan.

'Wihhh hebat'

'Prok prok prok prok prok'

'Kerenn'

Fokusku teralihkan oleh suara suara itu, yang ternyata ditunjukkan kepada Alexi yang dalam waktu 15 menit bisa melewati rintangan rintangan ini.

"Selanjutnya?" Ujar Lexci melakukan hal yang tadi ia lakukan.

"Biar aku saja." Rafael mendahului tangan Bagas yang sedikit lagi hampir mendarat diatas telapak tangan Lexci.

Lexci memandang kami dengan tatapan kebingungan, begitupun dengan kami, yang terkejut sekaligus heran, apa yang terjadi dengan Rafael?

Kami masih saling menatap satu sama lain, meninggalkan rasa penasaran pada sikap Rafael yang berubah 180 derajat.

"Dia kenapa?" Tanya Alexi yang baru sampai sembari melihat kepergian Rafael.

"Gatau, tiba tiba aja gitu Mel." Jawab Jordan yang juga menatap heran dari kejauhan.

Kini aku melihat kearah Bagas, yang menatap Rafael dengan tatapan tajam, dua tangan terkepal dan kedua alis yang ikut ditautkan. Pasti ada sesuatu yang terjadi diantara mereka, dan ini tidak boleh dibiarkan begitu saja.

"Gas? Ada apa?" Bisikku seraya memegang pundaknya.

Bagas langsung mengubah raut wajahnya, dan membuka kepalan tanganya ketika sadar aku datang menghampirinya.

"Ah, enggak ada apa apa Cas, tenang aja." Ucapnya sambil melempar senyum.

"Lo gak bisa bohong sama gue Gas, pasti ada sesuatu diantara kalian. Sejak kapan masalahnya timbul?" Ucapku yang dibalas hembusan nafas berat olehnya.

"Belum waktunya kalian tau, nanti pasti gue cerita." Dengan senyuman yang dipaksakan, Bagas menepuk pelan pundakku.

Aku hanya mengangguk kecil, dan kembali ketempatku, Maria dan Alexi sudah menatapku dengan tatapan khawatir, berharap tidak ada sesuatu yang terjadi diantara mereka.

"Gimana, Cas?" Tanya Maria dengan wajah khawatirnya.

Aku hanya mengenggeleng kecil seraya menunjukkan ekspresi senduku. Sekarang kami beriga menoleh secara bersamaan kearah Emelly yang sedang bertepuk tangan dengan wajah sombongnya.

"Jangan bahagia dulu, yang kamu lakukan itu masih bukan sesuatu yang membanggakan." Ucapnya dengan smirk yang sangat membuat orang yang melihatnya kesal.

Aku dan Maria menahan Alexi yang hendak menyusul Emelly yang sudah berjarak dua meter dari posisi kami berdiri.

"Orang itu harus diberi pelajaran, agar dia tahu diri sedikit!" Umpat Alexi yang masih menatap kesal kearah Emelly.

"Kalo kita bales dia, apa bedanya kita sama dia? Gimanapun, dia itu lebih 'berpengalaman' Mel." Ucapku berusaha menenangkannya.

"Udah udah, sekarang gue mau kesana dulu, Bagas udah selesai." Ujar Maria yang kami balas anggukkan.

Bukan Alexi saja, aku juga kesal mendengar ucapan tak sembrono yang keluar dari mulut seorang Emelly. Untungnya, paras cantik nan indah itu masih bisa menutupi ucapan ucapan buruknya, jika tidak, mungkin dia hanya akan menjadi parasit yang selalu membawa masalah.

*****

"Lelah?" Ujar Lexci yang kini berada disampingku.

"Yeah, like you see." Ucapku sedikit menoleh kearahnya sambil menunjukkan senyum kecilku.

"Setelah ini akan lebih melelahkan, Cassa."

"Yah aku tahu itu Lexci, mangkanya aku bersiap dari sekarang." Ucapku membalas perkataannya.

Sembari membuka snack yang diberikan Yohan padaku pagi tadi, aku menatap Lexci yang kini sedang memegang sebelah tanganku.

"Ada apa?" Tanyaku seraya menaikkan kedua alisku.

"Cassa, kau dan aku adalah--"

"Saudara." Ujarku yang dengan sengaja memotong ucapan Lexci.

"Ah, seharusnya aku tidak melupakan siapa kau Cassa." Senyum tulusnya kini mewakili perasaannya.

Dunia memang sesempit ini, dulu mungkin saat ada perjamuan keluarga aku dan Lexci masih terlalu kecil. Perjamuannya saja dilaksanakan setiap lima tahun sekali, terakhir saat umurku lima belas tahun, namun aku tidak bisa menghadiri acaranya karena harus bersekolah disini.

"Hey"

Aku yang sedang fokus dengan camilan yang Yohan berikan, secara 'terpaksa' harus menoleh kearah suara itu.

"Memanggilku?" Ujarku saat melihat Emelly yang sedang berdiri disampingku.

"Menurutmu?" Ucapnya dengan tatapan yang sama seperti sebelumnya. "Jangan pikir bahwa semua orang menyukaimu, Cassa. Aku peringatkan padamu agar tidak perlu berpura pura baik didepan banyak orang." Lanjutya seraya membelakangiku.

"What your problem?" Tanyaku datar.

"Jangan munafik! Aku tahu kau datang kesini dengan niat yang buruk Cassa!" Kini nada bicaranya sedikit keras, membuat perhatian orang orang teralihkan kemari.

"Maaf Emelly, aku tidak tahu apa salahku padamu. Namun yang pasti, pikirkan dulu apa yang ingin kau ucapkan." Ucapku yang sekarang sudah berdiri dihadapannya.

"Satu hal lagi, sebaiknya kau tahu tempat dimana seharusnya kau mencari masalah. Lagi pula, semua tuduhanmu itu tidak salah, namun aku juga tidak membenarkan. Hanya saja, kau salah orang." Lanjutku.

Aku mengambil Tas dan barang barangku yang lain, yah sebut saja camilan yang tadi kumakan. Meninggalkan Emelly yang masih kesal, dan orang orang yang menatap kami dengan kebingungan.

Tidak semua orang didunia ini harus berpihak padaku, cara orang berfikir itu tidak selalu sama, pandangan mereka terhadapku, pendapat mereka, semua itu pasti ada bedanya.

Namun, mereka pasti akan berubah dengan sendirinya, waktu sedikit demi sedikit akan menunjukkan kekuatannya. Terkadang hidup memang butuh ujian, agar bisa mendapatkan hasil yang baik.

"Cas, jangan terlalu dihiraukan ya?" Ujar Daniel yang kini sedang mengusap ujung kepalaku.

"Engga kok Mr. Tenang aja, hal kayak gini udah biasa kok." Balasku sambil tersenyum padanya.

"Emelly memang selalu seperti itu, jadi tolong jangan kau ambil hati."

Aku membalas ucapan Yohan dengan senyuman yang disertai anggukkan kecil. Bagaimanapun ini hanyalah salah paham, tidak boleh diperpanjang, apalagi sampai membuat keributan.

Sikap lembut dan baik para seniorku tidak lain karena aku adalah yang termuda disini, jadi wajar jika mereka memperlakukanku layaknya adik mereka. Namun terkadang, orang terlalu mengekspresikannya secara berlebihan.

"Kenapa sih Cas, lo terlalu baik tau ga." Ucap Maria yang kini menatap kesal kearah Emelly.

"Biarin aja Mera, lagian dia cuma salah paham." Balasku sambil mengelus Punggung belakangnya.

"Gak tau maunya apa, tapi kayaknya dia terlanjur benci sama lo, Cas." Kini giliran Bagas yang berbicara.

"Udah ya, kita harus siap siap, sekarangkan mau Latihan."

Harusnya mereka yang menenangkanku, tapi ini, malah aku yang menenangkan mereka, huftt sudahlah biarkan saja seperti ini untuk sementara waktu.

"Tim 2! Kemari!"

Setelah makan siang dan Shalat Dzuhur, pelatihan kamipun akan segera dimulai. Inikah yang dinamakan tes masuk FBI atau semacamnya? Sungguh membuatku gugup.

"Disini Saya, Sica, dan Daniel yang akan menjadi Pembimbing kalian." Ucap Yohan seraya berjalan memutari tim kami.

Tunggu, Sica? Sepertinya aku kenal nama ini, jika benar itu dia, ini adalah sebuah kebetulan yang direncanakan.

"Kalian harus mengikuti arahan kami, mengerti?" Ucap Daniel dengan nada yang serius.

"Itu kendaraan yang akan kita gunakan, senjata dan perlengkapan ada didalamnya. Kalian boleh memilihnya secara bebas."

Setelah mengatakan hal itu, Yohan beralih masuk kedalam kendaraan itu. Aku dan rekan timku mulai mengambil barang yang akan kami gunakan, contohnya Walkie talkie.

Namun mereka juga menyiapkan sebuah alat Deteksi, dan watch jam, juga earphone khusus untuk kami gunakan. Lantas, untuk apa Walkie Talkie ini? Entahlah, yang pasti aku mengambil satu jenis satu.

"Jika sudah selesai, naik dan masukklah."

Sambil mengarahkannya dengan kepala, Daniel sebagai kepercayaan tuan James mempersilahkan kami berenam untuk masuk.

Saat aku masuk, yang pertama kali aku lihat adalah Layar, yah Layar lagi. Kendaraan ini memang didesain khusus untuk pekerjaan para Agen Rahasia, dari dalam sini, kami bisa memonitor keadaan diluar sana, dan melihat apakah ada yang janggal atau tidak.

"Jika kalian sudah siap, kita akan pergi sekarang, ketempat kita latihan." Ucap Yohan yang kami balas dengan anggukan.

Dibagian belakang kendaraan, ada satu motor yang terparkir, entah untuk apa, namun sepertinya itu akan berguna nanti.

Aku duduk diantara Rafael dan Bagas, bukan secara tidak sengaja, namun sudah direncanakan oleh rekanku. Melihat prilaku mereka yang sepertinya masih belum membaik, membuatku yakin, latihan kali ini tidak akan 100 persen sempurna.

Kami berhenti disebuah gedung tinggi, inilah adalah perusahaan terkenal diJakarta, yang bisa kutebak, milik salah satu dari seniorku.

"Tugas kalian, akan disampaikan nanti diluar." Ujar Yohan dengan nada yang begitu tajam dan dingin.

Aku mengambil beberapa barang yang sepertinya akan berguna, kebiasaanku, selalu mempersiapkan sesuatu sebelum waktunya, karena bagiku, hal hal yang terencana itu lebih baik dari apapun.

Kami berenam turun dari kendaraan yang masih belum kekutahui merknya. 'Waw' Ucapku dalam hati. Dulu aku hanya melewati gedung ini, sekarang, for the first time, aku akan masuk kedalamnya, sebagai salah satu detektif kelas menengah.

"Hey Cassa, long time no see with you."

Cassandra POV Off.

~~~~~~~

avataravatar
Next chapter