1 Kelas 12-D

Kelas yang dikenal dengan keributan, kekerasan, dan penuh ancaman dalam sekejap padam. Suasana tak dikenal itu muncul sejak kedatangan guru baru yang bungkuk dan keriput. Yah, setidaknya rasa menghormati masih ada dalam jati mereka, walaupun mereka tak peduli. Inilah Kelas 12-D, kelas yang penuh aksi dan drama.

*baca novel ini sambil ngopi ^,^

Pria tampan dan pintar selalu menyibukkan diri dengan soal-soal pelajaran, termasuk soal yang tak dibahas di sekolah, pria itu Bima. Bima sangat fokus mengayun-ayunkan pensil di atas kertas, mencari lebih keras dari sulitnya logaritma, aku bisa lihat dari bola matanya yang tak berkedip dan posisi tubuh yang tegak.

Berbeda dari seseorang yang duduk tepat di depannya barisan kedua dari belakang, Romzy. Tidur adalah hobinya yang kedua setelah bermain bola, waktu pembelajaran adalah waktu tidur panjang. Begitu pulas tidurnya, serasa di pantai Bali sambil menyenderkan punggung belakang di kursi.

Seseorang memantau pria berkaca mata yang duduk di depan barisannya, pria itu Dimas. Karena jabatannya ketua kelas, dia memaksakan mata untuk menyimak guru tua itu berbicara.

Orang yang memantau Dimas itu Zita. Lucunya dia memakai seragam pria, itulah kenapa dia di ejek cewek tomboi. Rambutnya yang terikat, dengan gayanya yang kelaki-lakian membuktikan bahwa hal itu benar dia cewek tomboi. Sambil memantau Dimas kaki panjangnya itu di lipat atas meja selayak nyantai di warung kopi, sambil mengisap permen tangkai. Zita berjarak 4 baris dari belakang Dimas tepat di meja paling sudut belakang sebelah kanan.

Eh, seberangan Zita ada cewek yang duduk sebelah Bima, kayaknya dia lagi... tidur kali ya! Eh bukan, dia lagi ngegambar Bima dari samping sambilan tidur-tiduran. Lalu, di atas gambar kepala Bima di tulis "Arca bosan!!!"

Bima mendengar keluhan nafas Arca yang panjang, dia melirik Arca. "Kamu lagi apa?"

"Aku... sangat... bosan!!!" jawab Arca merengek.

"Kalau begitu belajar tidak akan membuatmu bosan," solusi Bima yang gak bakalan mempan.

"Belajar itu hal nomor 1 yang paling membosankan! Huh, kamu itu kerajinan, padahal guru tua itu mengajar bahasa Inggris yang gak bisa dimengerti oleh siapapun, lihat saja cara pengucapaannya, tapi kamu malah belajar matematika sendiri, kalau begini terus kamu bisa botak kayak Albert Einstein," kata Arca memayurkan bibirnya.

"Albert Einstein itu tidak botak, dan dia fisikawan bukan matematika," jawab Bima jelas.

"Suka-suka donk! Tetap saja kamu mirip Albert Einstein," ucap Arca tak ingin kalah.

"Itu lebih baik," balas Bima singkat.

***

Bima sejak kecil tak pernah dipedulikan oleh orang tuanya. Mamanya seorang Wartawan dan Papanya CEO Perusahaan Game. Mereka sangat disibukkan oleh pekerjaan mereka hingga tak sempat membuat suasana keluarga yang bahagia. Bima selalu berharap suatu hari keluarganya dapat berkumpul dan memberinya rasa kasih sayang dan kebahagiaan. Namun, Bima merasa di khianati oleh harapannya, dia seperti tinggal sendiri dan tak terlihat. Satu-satunya yang membuat bima berpaling dari harapan itu adalah belajar. Baginya, belajar itu sesuatu yang pasti. Sejak itu, Bima terus menyibukkan diri untuk belajar, bahkan sedikit senyuman diwajahnya tak pernah ada.

Saat menduduki kelas 5 SD, sebuah keluarga ceria dan dipenuhi kehangatan pindah di sebelah rumah Bima. Keluarga mereka punya seorang gadis kecil sebaya Bima. Gadis kecil ini sosok gadis ceria dan penuh semangat, meski hanya tahu bermain dan begitu nakal, namun gadis kecil ini punya keluarga yang bahagia. Hal itu terusik dalam lubuk hati Bima sebuah kecemburuan dan iri. Bima mencoba tak memperdulikannya.

Gadis ini sangat ingin berteman dengan Bima dan bermain dengannya. Orang tua gadis ini mencoba menjelaskan bahwa Bima tidak sepertinya, lalu gadis ini menangis sedih. Orang tua gadis ini begitu menyayanginya hingga mencoba memperilakukan Bima seperti anak sendiri. Sejak itu, Bima merasa ada pelindung dan di beri tanggung jawab oleh orang tua gadis ini untuk menjaga dan melindunginya dimanapun gadis ini berada.

Begitulah tatapan Bima pada Arca. Arca adalah masalah besar dalam hidupnya.

***

"Eh! Kenapa kamu memberengku?" Kaget Arca melihat Bima menatapnya dari samping, seperti memikirkan sesatu.

"Ah, enggak." Bima mengedip-ngedip mata.

Wali Kelas datang bersama gadis cantik dan anggun berseragam sekolah lain.

"Mohon perhatian, semuanya!" tegas Ibu Dini. "Sebentar ya, Ms. Eli! ( Ms. Eli mengangguk) jadi hari ini kalian kedatangan teman baru. Baik, silahkan kamu perkenalkan namamu!" suruh Ibu Dini pada gadis itu.

Gadis itu begitu anggun bahkan terlihat dari dagunya yang tegak ke atas.

"Hallo semuanya! Perkenalkan namaku Sanes Hanastasya, berumur 17 tahun, aku baru pindah dua hari yang lalu karena bisnis ayahku," ucapnya begitu percaya diri.

***

avataravatar
Next chapter