webnovel

PROLOGUE

.

.

.

.

.

Suara isakkan menggema di seluruh ruangan. Hampa, gelap, kosong dan dingin. Itulah kata yang cocok menggambarkan keadaan yang dialami gadis itu saat ini.

Seseorang yang dia amat cintai. Seseorang yang amat dia banggakan. Seseorang yang amat dia sayangi melebihi nyawanya sendiri. Ibunya. Ibu angkatnya. Baru saja pergi meninggalkannya. Pergi dengan cara yang amat disesalinya.

Sakit yang berdenyut di kepala dan tubuhnya tidak membuatnya berhenti menyakiti dirinya sendiri. Bahkan sakit dihatinya lebih sakit dan lebih parah dari yang terlihat. Rasa sesak karena kepergian seseorang dan penyesalan yang mendalam, membuatnya lupa akan tubuhnya yang juga butuh perlindungannya.

'Kenapa?... Kenapa semua orang pada akhirnya pergi dari hidupku?... Kenapa semuanya lari dariku?... Apa salahku?'.

Air mata dan isakkannya tidak berhenti dan semakin menjadi saat kata-kata itu terlintas di kepala nya. Mengelilingi pikirannya berulang kali seperti kaset rusak. Dan semakin melebarkan lukanya yang sudah menganga dihatinya.

Pagi ini. Dihari yang indah. Seharusnya aku datang menghampirinya. Seharusnya aku datang menjenguk dan merawatnya. Seharusnya aku datang saat dia bilang dia rindu padaku. Dan dari semuanya yang terjadi padanya, seharusnya akulah yang pergi bukannya dia.

"ARGGHHHHH! HUWAAA!! AAAARGH! SAKIT! INI SAKIT! HATIKU SANGAT SAKIT! hiks... hiks... APA SALAHKU YA TUHAN?! APA SALAHKU?! KENAPA KAU MENGAMBIL IBUKU?! KENAPA TIDAK MENGAMBILKU SAJA?! Ap-apa yang telah ku lakukan hingga semuanya jadi seperti ini...? Apa yang telah ku perbuat?" rintihan rasa sakit semakin membuatku terpuruk. Bersandar didinding kamarnya yang tetap rapi walau ku tinggalkan. Bahkan wangi tubuhnya masih menempel didalam kamarnya yang sederhana ini.

Isakkan nafasku tidak berhenti walau tubuhku sudah benar-benar lelah karenanya. Menangis tanpa henti hingga beberapa helai rambutku berserakan dimana-mana saking sakitnya karena ditinggalkan.

Ku lipat kedua kakiku. Merapatkannya ke tubuhku dan menyembunyikan wajahku disana. Menggenggam erat foto senyumannya yang selalu ku bawa kemanapun ku pergi. Sangat erat sampai rusak sudah foto lawas itu karena dimana usia.

Dengan bersandar sudut kamarnya, ku semakin merapatkan diri. Berharap kalau semua ini hanya salah satu keusilannya dan tiba-tiba ia datang kepadaku dengan senyuman. Memelukku erat sambil berkata maaf berkali-kali karena keusilannya. Tapi tetap saja. Itu semua hanya harapan. Hanya sebuah harapan.

"Ibu....".

"Hiks Ibu...". Salah satu tanganku mencengkram rambut di kanan kepalaku. Mencengkeramnya erat berharap bayang-bayang Ibu menghilang di kepala ku.

"Ib-ibuu...". Ku tekankan wajahku ke sela kedua kakiku yang tertekuk. Membuat dress hitamku merosot turun dan terurai menyedihkan. Menekan kedua mataku berharap air mataku berhenti keluar dari sana.

"Hentikan ib-ibu... hentikan...". Satu tanganku lagi menyusul mencengkram erat sisi kiri kepalaku. Memasukkan rambutku ke sela-sela jari dan menariknya kuat kuat.

"Bawa aku pulang ibu, hiks... Bawa aku pulang...". Membentur-benturkan tubuh dan kepalaku merinding dengan keras berharap rasa sakit diseluruh tubuhku menghilang. Seperti bayi kecil yang terayun kuat digendongan ibunya. Namun rasanya benar-benar tidak sama.

'Kaka ngga bisa pulang... Kau takkan pulang...' sebuah suara berbisik keras di telingaku. Buru-buru ku tutupi kedua telingaku dan menekannya kuat kuat.

'Kamu memang sendirian... Kau ditakdirkan sendirian...'. Ku semakin mencengkram erat telingaku. Memejamkan mata kuat kuat mencoba menghentikan suara-suara menyeramkan itu.

'Semua orang di sekelilingmu mati karena mu! Kamu harus sendirian! Hiduplah seorang diri!'. Suara itu semakin menjadi-jadi di kepalaku. Ku hadapkan kepalaku ke dinding. Menempelkan kedua telapak tanganku ke dinding dan membenturkannya kuat-kuat.

BRAK! BRAK! BRAK! BRAK!

"Hentikan! H-hentikkan! !" ucapku terbata-bata. Suara keras benturan antara kepalaku dan dinding putih di hadapanku ini menggema di telinga ku dan juga seluruh ruangan.

BRAK! BRAK!

'Kamu tidak akan pernah bahagia...'.

BRAK! BRAK!

'Kamu selalu menyusahkan!'.

BRAK! BRAK!

'Kamu memang anak yang tidak berguna!'.

BRAK! BRAK! BRAK!

"Hentikan...!" lirihku karena suara itu semakin menjadi di telingaku. Wajah yang basah campuran keringat dan juga air mata, semakin deras saat sebuah cairan pekat mengalir darisana.

BRAK! BRAK!

'Kamu anak pembawa sial!'.

BRAK!

'Kau anak yang gila!'.

BRAK! BRAK!

'Kau tidak seharusnya lahir ke dunia ini!'.

BRAK! BRAK! BRAK!

"Hentikan! Hentikan! Hentikan---".

'Kamu... seorang pembunuh---'.

"HENTIKAAAANNN!".

BRUAK! Krak!

"Hentikan...,

Kumohon... hentikan...".

Tiba-tiba saja semuanya berdengung di kepalaku. Pandanganku memburam dan semuanya terasa berat.

Tubuhku tiba-tiba saja lemas dan tidak kuat terduduk. Hingga akhirnya, tubuhku limbung dan terjatuh dengan keras. Hidungku mengeluarkan cairan aneh dan berbau besi. Lelah. Aku lelah.

Suaranya berhenti. Suaranya menghilang. Suaranya... suara itu. Dan bayangan disana,

"Seseorang... tolong aku".

🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸🛸

Next chapter