8 8•Dia?Siapa?

Selama di pemakaman Mia merasakan tak ada sedikitpun kesedihan yang ia rasakan. Melihat ayahnya pun juga seperti itu. Saat ia bertanya "bagaiman bisa ibuk meninggal" Arham hanya diam dan terlihat jelas oleh Mia Arham hanya terlihat biasa biasa saja dan terlihat jelas di wajah ayahnya itu tak ada nampak kesedihan satu persenpun. Yang ia lihat seperti wajah yang terlihat kecewa.

Tapi, benar. Itu benar benar nyata. Mayat yang ia lihat itu ibuknya. Tapi mengapa terasa tidak. Entahlah ia merasakan tidak ada kesedihan sedikit pun sama persik yang disediakan oleh ayahnya mungkin saat ini.

Saat ini Mia berada di kamarnya dan sudah membersihkan dirinya. Ia membaringkan tubuhnya sembari bermain hp yang ada di genggamannya.

Terkadang ia tertawa dan tersenyum sendiri. Apa yang ia lakukan saat ini? Entahlah ia juga tidak mengerti. Rasanya aneh saat ini.

Ia melihat foto ibuknya dan dirinya saat kecil yang berada dipantai. Rasanya ibuknya tidak meninggal mangkanya entah mengapa ia harus tertawa agar memainkan lelucon ini. Ini tidak lucu Mia.

"Ahaha"tawa Mia terbahak bahak.

Ia melihat lagi foto dilayar hpnya dan membalik balikkan foto dilayarnya.

"Ibuk"lirih Mia.

"Jangan bercanda dong"

"Mia ada disini kok buk"

"Mia nggak sendiri. Iya kan buk"

Mia trus saja bergurau sendiri sembari membalik balikkan foto yang sama berulang kali.

"Arghh..."frustasi Mia melemparkan hpnya kesembarang arah.

"Hiks... hiks..."tangis Mia dalam pelukan bantalnya.

"Ib ibuk hiks.. nggak hiks.. ak hiks... Akan tinggalin hiks.. Mia kan"

"Iya kan"

"Hwaaa"tangis Mia mengeraskan suaranya.

Setidaknya agar dirinya tenang inilah yang harus ia lakukan menangis keras keras dari pada harus menahannya.

Kepalanya terasa berat hingga lama lama matanya tertutup secara perlahan dan tidur terlelap.

"Mia"

Panggilan itu membangunkannya. Mia mencari kesegala arah untuk mencari sosok yang dicarinya. Namun nihil tak ada siapa pun disana kecuali dirinya yang tengah menangis.

Ia berduduk dari tidurnya dan menuju balkon. Mia membuka gorden dan jendelanya saat itupun datanglah Angin yang menghempaskan wajahnya untuk menenangkan dirinya.

Sepertinya ini lebih baik

Mia melihat kebawah jendela. Matanya melotot melihat sosok wanita paruh baya yang berada dibawah sana.

Mengapa ibuk disana- batin Mia

"Ibuk nggak mungkin ninggalin kamu Mia"

Deg..

"Bukannya ibuk?? Apa yang terjadi saat ini. Nggak nggak pasti itu cuma halusinasi. Ia pasti cuman halusinasi"batin Mia meyakinkan dirinya.

Astrid yang sekarang ini sudah dipanggil dengan kata almarhum tersenyuk kearahnya.

"Ibuk bentar tunggu Mia"kata Mia berlari hendak keluar kamar.

"Mia"

Teriakkan itu refleks membuat Mia membuka matanya lebar lebar dan langsung berduduk.

"Cuman mimpi ya"batin Mia memelas.

Ia pun melihat sekeliling kamarnya yang tidak ada siapa siapa. Pikirannya teralih pada mimpi itu lagi seperti cerita mimpi yang sama tadi tapi kali ini benar benar nyata.

Mia pun berdiri dan menuju balkon kamarnya. Ia membuka jendelanya dan melihat kebawah yang tak ada siapa pun disana.

Kemudian ia melangkah menjauh untuk memastikan itu bukan yang ia pikirkan sepeti mimpi.

Kembali lagi ia melangkah mendekat kebalkon dan melakukan hal yang sama. Kali ini berbeda ada semacam kardus yang diletakkan disana dan hampir membuatnya bergidik ngeri.

Kardus itu berisi tikus mati dan darah yang terlihat kental. Tapi, entahlah ia juga tidak tau itu darah ataupun bukan tapi warnanya sangat kental.

Mia pun melangkah mundur lagi. Untuk saat ini ia tidak lagi memastikan apakah itu benar atau tidak ia malah mundur semakin jauh dari balkon dan badannya sudah menabrak pintu.

Brak..

"J- jangan me- mende- dekat"ucap Mia gugup.

Sosok berjubah hitam itu semakin mendekati Mia. Mia pun tak tau ia datang dari mana. Saat Mia mundur tepat sosok itu langsung masuk dari jendela Mia dan mendekatinya.

Sosok jubah hitam itu mengeluarkan smirk iblisnya yang tak pernah Mia lihat sebelumnya.

Eh.. tunggu, tapi rasanya ia pernah melihat senyuman itu? Tapi kapan?

Saat ini ia tak memikirkan hal itu. Yang paling ia pikirkan adalah ketakutannya yang sudah melanda didalam dirinya.

"Mia"panggilan sosok itu terdengar sangat mengerikan ditelinga Mia.

Dari suaranya sosok itu adalah seorang laki laki yang bersuara berat.

Sosok itu semakin mendekat kearah Mia. Tepatlah ia berada di wajah Mia. Namun Mia tak melihatnya karna sosok itu menutupi sebagian wajahnya dan juga Mia memalingkan wajahnya.

"Ibukmu? Apakah kau ingin bertemu ibukmu?"tanya laki laki itu membuat Mia bergidik ngeri.

"Kau merindukannya"tanya semakin mendekatkan wajahnya yang membuat Mia tak berani menatapnya sedetik pun.

"Kenapa kenapa kau harus seperti ini. Jawab aku!!"bentak laki laki itu.

Laki laki itu memegang pipi Mia lembut lalu ia tersenyum smirk menyampingkan kepalanya agar bisa melihat wajah takut dari gadis yang ia rindukan ini.

Menyadarinya...

Mia langsung menutup matanya dan benar benar berusaha agar wajahnya tak dilihat oleh laki laki itu begitu juga sebaliknya. Ia tak ingin melihat wajah dari laki laki itu.

"Hey aku berbicara padamu"suara laki laki itu berubah menjadi suara yang sangat lembut.

"Aku merindukanmu sayang. Apa kau tak menginginkan aku lagi? Hm? Kenapa? Karna dulu? Apa karena itu?"laki laki itu terus mengucapkan hal yang tak dimengerti oleh Mia.

Suara lembutnya itu membuat Mia kehilangan kendali untuk melihatnya. Tapi, suara itu sangat ia rindukan juga.

"S- siapa kau?"tanya Mia gugup. Ia masih juga memalingkan wajahnya untuk tidak melihat laki laki itu.

Pasti sangat mengerikan-batin Mia.

Entah mengapa Mia langsung berkata dalam hati seperti itu.

"Hey... Aku tidak semengerikan yang kamu kenal sayang. Aku ini dia. Dia yang kamu sayang. Lupa?"laki laki itu masih juga memiringkan wajahnya kekanan berusaha untuk melihat wajah Mia.

Deg...

Mia semakin dibuatnya takut. Bagaimana? Bagaimana bisa dia mendengar yang gue katakan? Apa jangan-jangan? Nggak nggak dari cara bicaranya saja? Tapi?

Geram..

laki laki itu kembali menegakkan kepalanya dan tersenyum kemenangan.

"Hahaha"tawa iblisnya kembali mengingatkan Mia akan hal itu.

"Nggak Lo pergi hari hadapan gue pergi"teriak Mia.

"Kalau mau ngobrol itu lihat wajahnya. Jangan disembunyikan"ucap laki laki itu memegang dagu Mia agar ia bisa mendongakkannya.

Namun dengan cepat Mia langsung menghempaskan tangan cowok itu dengan kasar. Ia kembali memalingkan wajahnya dan menutupinya.

"Pergi"usir Mia kasar.

Ia tak ingin seperti ini. Tapi kenapa laki laki itu terus tertawa. Seperti, mengejeknya? Bukan. Mempedulikannya? Tidak. Merindukannya? Itu mustahil.

Balas dendam? Entahlah.

"Kamu nyuruh aku pergi? Nggak Mia nggak semudah sekarang dengan dulu. Sekarang aku akan membuatmu mengerti"

Laki laki itu kembali memegang dagu Mia dan mendongakkan. Mia langsung menutup matanya.

"Bukalah. Apa kamu memaksaku agar aksi yang membukanya?"

Dengan ragu ragu Mia membuka kelopak matanya dengan perlahan. Laki laki itu lalu tersenyum kearahnya dan terlihat jelas wajahnya yang sangat Mia kenali.

"Kamu mengenaliku"laki laki itu tersenyum smirk kearah Mia.

"Tidak!!" Teriak Mia langsung terbang dari tidurnya.

Ia menghembuskan nafasnya dengan memburu. Ia tidak habis berlari ataupun dikejar hantu ataupun dikejar siapa pun. Tapi mimpi itu? Itulah penyebabnya.

"Arfka"lirih Mia.

Ya wajah yang tadi Mia lihat itu persis seperti Arfka. Bukan bukan, bukan persis seperti Arfka itu memang Arfka Yang sesungguhnya ia kenal. Tapi, dari perlakuannya tadi bukanlah Arfka. Ia tak mengenalinya. Lalu siapa dia?

Mia menyadarkan dirinya dari lamunannya ia melihat jam dibalasnya yang sudah menunjukkan pukul 06.00.

Mia pun bergegas ke kamar mani. Hari ini terasa sangat lelah baginya. Dengan cara yang bersamaan ia baru menyadari bahwa ia sudah mimpi 2 kali dalam semalam.

Sudah hampir 10 menit saat ini Mia sudah mengenakan seragamnya dengan rapi. Lalu ia turun kebawah yang sudah mendengar suara 2 laki laki yang sedang mengobrol.

Yang satunya suara ayahnya lalu yang satunya lagi ia tak mengenalinya. Karna penasaran mau pun menghampiri ayahnya yang sudah berada diruang tamu. Bersama? Eh?

"Arfka?"

TBC

avataravatar
Next chapter