15 Scare

•-----•

My True Feelings

•-----•

"Aya-ssi? Kau benar tidak apa - apa kalau kutinggal?" tanya Jaehyun memastikan. Sebab, ia melihat raut wajah perempuan di depannya itu sedikit gelisah.

Sudah sepuluh menit Jaehyun menunggu keputusan yang akan diambil Aya. Pasalnya, Aya bimbang antara ke apartemen Jeno atau tidur di rumahnya sendiri.

Jangan lupakan kalau Aya sangat penakut. Ditambah ahjumma yang bekerja di rumahnya sedang pulang. Jadi tak ada siapa pun di rumah. Pun Chanyeol, kakaknya juga sedang di luar kota.

Mengangguk ragu, Aya sudah membuat keputusan. Ia akan memberanikan diri untuk berada di rumah sendirian. "Iya, terima kasih sudah mengantarku Jaehyun-ssi. Kau bisa pulang," jawabnya.

"Kau mengusirku?"

"A-ah tidak, bukan begitu." Aya terlihat panik sebab ia mengira kalau Jaehyun tersinggung.

Ternyata Jaehyun hanya bercanda, buktinya ia tengah terkekeh. "Aku hanya bercanda. Ya sudah, kalau begitu aku pamit. Selamat malam."

"Ya, selamat malam," sahut Aya sambil tersenyum malu.

Jaehyun berbalik dan meninggalkan Aya yang masih di ambang pintu, memerhatikan punggung Jaehyun yang semakin jauh.

Setelah memastikan Jaehyun meninggalkan pekarangan rumahnya, Aya masuk ke dalam rumah dengan langkah perlahan. "Kenapa sangat sunyi," gumamnya pelan.

Entah kenapa tiba - tiba suasana rumah menjadi hening dan seperti mencekam. Bahkan membuat Aya merinding sendiri saat merasakan embusan angin dari luar karena pintu belum tertutup rapat.

"Doneuuus... aku takut..." lirih Aya memanggil Jeno, walau ia tahu laki - laki itu tak ada di rumahnya.

Aya menutup pintu utama dan langsung melangkahkan kaki menuju lantai atas --kamarnya dengan langkah yang sedikit terburu - buru.

Dibukanya pintu kamar, lalu Aya langsung beranjak ke atas kasur dan meraih selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.

Perasaan takut, ditambah mengingat - ingat potongan adegan film horor yang belum lama ini ia tonton dengan Jeno, semakin membuatnya bergerak gelisah.

Hingga tiba - tiba Aya merasakan ada sesuatu di bawah kakinya. Selimutnya seperti terangkat dan ada yang menyentuh telapak kakinya.

Aya masih bertahan dengan posisinya. Ia enggan untuk mengetahui ada apa di kakinya itu. Tapi, sentuhan itu semakin kentara saat Aya menyibak selimutnya dengan kaki.

Dalam hati Aya merapalkan berbagai doa. Dengan perasaan yang teramat takut, akhirnya Aya memejamkan mata dan berteriak sambil bangkit dari tidurnya.

"AAAAAAAAAA!!!!" teriak Aya sekuat tenaga.

"HA HA HA."

Aya berhenti berteriak setelah mendengar suara tawa yang tak asing di telinganya. Memberanikan diri, Aya membuka matanya dan mendapati sosok Jeno yang tengah terbahak - bahak di lantai.

"DONEUUUS!" pekik Aya sangat marah.

Ternyata itu ulah Jeno. Laki - laki itu sudah tiba di rumah Aya beberapa menit lalu sebelum sang pemilik rumah pulang. Berhubung Jeno tak suka saat melihat Aya diantar pulang oleh Jaehyun, jadi ia berinisiatif untuk mengerjai sahabatnya itu --Aya.

"Maafkan aku, sungguh," sahut Jeno yang masih terus tertawa. Sampai ia memegangi perutnya sendiri karena mulai terasa keram.

Aya tak menanggapi Jeno. Ia lebih memilih untuk meninggalkan laki - laki itu dan menuju dapur. Ia sangat marah pada sahabatnya itu, bercandaannya tidak lucu --menurut Aya.

"Firefly! Tunggu! Kau mau ke mana?" Jeno beranjak dari tempatnya untuk menyusul Aya. "Ayolah aku hanya bercanda."

Lagi - lagi Aya mengabaikan ucapan Jeno. Ia membuka pintu kulkas dan mengambil satu botol air mineral, lalu ia tuangkan ke gelas yang ada di atas meja.

Dengan tiga kali teguk, Aya menghabiskan segelas air mineral. Diliriknya Jeno yang masih menempel padanya sambil membujuknya agar tak marah lagi.

"Maafkan aku. Sungguh, aku hanya bercanda. Aku tahu kau itu penakut, makanya saat kau bilang akan pulang ke rumah... aku langsung menuju ke sini untuk menjemputmu. Tapi nyatanya kau diantar oleh Jaehyun." Raut wajah Jeno berubah menjadi sendu.

O, ayolah. Aya paling tak bisa mendapati Jeno dengan raut wajah seperti itu. Mendesah pasrah, akhirnya Aya mengangguk pelan setelah meletakkan gelas ke atas meja. "Setidaknya kau masih mengingat kalau aku penakut. Ya sudah, ayo ke apartemenmu. Aku mengantuk."

"Benar? Kau tidak marah lagi?" sahut Jeno dengan bersemangat. Senyuman lebar terpatri di wajah tampannya. Membuat matanya menyipit. "Untuk apa? Tidur saja di kamarmu. Aku akan tidur di ruang tengah sambil menonton tv."

Benar juga, kalau pun harus ke apartemen Jeno sekarang, sudah pasti akan mengganggu kakak perempuan Jeno. Juga, Aya sudah sangat lelah dan ingin langsung tidur. "Ya sudah."

"Sudah sana tidur." Jeno tersenyum jahil dan hendak menggoda Aya. "Selamat malam sayang."

Aya menoleh ke arah Jeno dengan tatapan tajamnya. "Apa kau bilang?... sayang?.... kenapa geli ya?" sahutnya sambil bergedik.

"Ayolah, apa kau lupa kalau kita sudah menjadi sepasang kekasih? Sudah sewajarnya bukan kalau mengucapkan selamat malam?"

"Iya, tapi tidak perlu pakai kata 'sayang'," protes Aya.

"Itu usahaku, agar kau mencintaiku dan tidak meminta putus dariku. Itukan peraturannya?" jawab Jeno sambil terkekeh.

Ayolah, Aya lupa kalau ia dan Jeno memiliki kesepakatan. Berkencan dalam seminggu tapi tak boleh mengatakan putus.

"Bukan seperti itu. Kita berpacaran selama satu minggu tapi tak boleh ada yang mengatakan putus. Dan kau malah menginginkan kalau aku tak mengatakan putus, bukankah kau akan kalah nantinya?" sahut Aya.

Jeno mengangguk. "Memang. Aku tidak ingin kita putus selamanya..."

"Hah?" Aya membelalakan matanya tak mengerti maksud Jeno.

"Ya, aku tidak mau putus persahabatan denganmu," jawab Jeno pada akhirnya.

Lagi - lagi Jeno menahan perasaan yang ia miliki untuk sahabatnya itu. Perkataan awalnya adalah kebenaran bagi Jeno. Tapi, hal yang sulit diterima oleh Aya.

"Aaah, kalau itu.. aku juga tidak mau. Kau satu - satunya sahabat yang kupunya. Orang tuaku dan kakakku selalu sibuk dengan urusan mereka. Hanya kau, yang ada untukku."

Tanpa menjawab ucapan Aya, Jeno menarik sahabatnya itu ke dalam pelukan. Tak ada sepatah kata pun yang terucap. Tapi, Aya tahu hanya dari tindakan Jeno itu. Bahwa Jeno sangat menyayanginya.

Aya bisa melepaskan segala emosi yang dipendam akibat kurangnya perhatian dari orang tua dan kakaknya, dalam pelukan yang Jeno berikan.

"Jangan menangis. Lepaskan semua beban yang kau punya. Ingat, ada aku yang siap menjadi sandaranmu," ucap Jeno pada akhirnya. Ia pun meregangkan pelukannya. "Sudah sana ke kamarmu. Istirahat dan mimpi indah."

Aya mengangguk nurut. Lalu ia bergerak menuju anak tangga untuk ke lantai atas --kamarnya. Ia menoleh sebentar ke arah Jeno dan berkata, "terima kasih. Kau bisa tidur di kamar Chanyeol oppa kalau kau mau."

"Kau tenang saja. Aku bisa tidur di ruang tengah. Sudah sana... selamat tidur firefly," sahut Jeno sambil tersenyum lembut.

•-----•

Keesokan harinya.

Hari telah berganti. Matahari pun sudah menyapa dengan sinarnya yang terang. Juga, aktifitas di kediaman Park pun terbilang cukup berisik di bagian dapur.

Ternyata, pelakunya adalah Jeno. Ia tengah bergerak ke sana kemari dengan memegang spatula di tangannya. Juga apron yang ia kenakan membuatnya terlihat tampan. Jeno sedang memasak untuk sarapan. Kira - kira apa yang dimasak oleh laki - laki itu?

"Di mana bubuk mericanya?" gumamnya sambil mengobrak - abrik laci di sana --dapur. "Ah, ketemu."

Jeno membuat sweet potato and egg. Potongan kentang kecil - kecil dengan telur setengah matang --kesukaan Aya.

Semua bahan sudah diolah, dan saatnya Jeno menatanya di atas piring. Dengan serius ia meletakkan telur mata sapinya agar tak pecah kuningnya. Lalu, di sekitarnya untuk potongan kentang.

"Yes! Sudah selesai!" Jeno bertepuk tangan sekali, lalu melepaskan apronnya.

Saat itu juga, terlihat Aya yang menuruni tangga sambil mengusap matanya pelan. "Doneus, kau sudah bangun? Apa yang kau masak?" tanyanya. Ia sudah bisa mencium aromanya dari kejauhan.

Jeno menoleh dan mendapati Aya yang berdiri di ambang pintu dapur. "Sweet potato and egg. Setengah matang, kesukaanmu," jawabnya sambil tersenyum.

"Woaaah, daebakk! Kau yang terbaik my doneus!" sahut Aya bersemangat. "Ah, aku lupa ingin bercerita. Semalam aku bertemu dengan sepupumu."

Jeno mengernyitkan dahi, sambil meneguk segelas susu. Ia menjawab dengan gerakan alis matanya.

"Itu, Mark Lee. Dia sepupumu 'kan? Yang pernah kau ceritakan waktu itu."

"Kau bertemu dengannya? Di mana?" sahut Jeno setelah meletakkan gelasnya.

Aya duduk di kursi --meja makan. "Di kedai kopi dekat taman. Crazy Coffee shop,  kalau tidak salah." Ia meraih sendok dan garpu. "Selamat makan, terima kasih untuk sarapannya, doneus."

"Kau ke sana semalam? Kenapa tidak bilang? Aku bisa menjemputmu 'kan." Jeno mengangguk kemudian. "Ya, makan yang banyak agar kau tidak terlihat kurus."

Ya, semalam Aya hanya bilang pada Jeno kalau ia jalan dengan Jaehyun dan tak memberitahu ke mana mereka berdua pergi.

"Hm, aku lupa." Aya meneruskan sarapannya, diikuti oleh Jeno. "Ayo, lain kali kita ke sana. Tempatnya sangat cozy."

Jeno mengangguk. "Aku ikut saja."

•-----•

avataravatar
Next chapter