27 END (?)

•••

Terkadang, yang awalnya mencintai dalam diam akan berubah menjadi obsesi ketika cinta itu haus akan balasan.

•••

REVEALED

🍓🍓🍓

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Jaehyun ketika melihat Jeno ada di belakang Aya.

Aya menyerngitkan dahinya. "Apa katamu? Punya hak apa kau menanyakan itu pada sahabatku, Jeno?"

Jaehyun membisu. Ucapan Aya barusan cukup membuatnya tertampar, menyadari kalau dirinya bukan siapa - siapa.

"Seharusnya aku yang bertanya, ada keperluan apa kau ke sini? Ucapanmu tadi, kurasa kau salah orang."

Aku benar - benar menyukaimu, Aya. Aku tidak salah orang! Sayangnya kalimat itu hanya Jaehyun yang dapat mendengarnya.

Terlihat Jeno mensejajarkan tubuhnya di samping Aya. Mereka berdua masih berdiri di ambang pintu utama.

"Maaf chef, ah maksudku Jaehyun-ssi. Aya tidak bermaksud berkata kasar padamu. Tolong jangan diambil hati," jelas Jeno.

Bagaimana pun, Jeno hanya ingin Jaehyun bisa mendengarkan penjelasan sebenarnya dari mulut Jeno sendiri. Berhubung Taeyong tidak ada, bukankah ini kesempatan?

"Apa - apaan kau ini! Sudah jelas dia menuduhmu mencuri! Tapi kau masih saja berbicara baik padanya!" protes Aya yang tak terima kalau dirinya dijadikan tameng oleh Jeno.

Lagipula, Aya heran kenapa Jeno malah bersikap santai dan seolah tak ada apa - apa? Bukankah Jaehyun sudah menuduhnya?

"Sudah Ay, biarkan dia masuk. Ada yang ingin aku bicarakan juga dengannya." Jeno memang ingin meluruskah hal yang terjadi tadi di La Bosseade.

Mau tak mau Aya mengizinkan Jaehyun masuk ke dalam rumahnya. Perihal pernyataan perasaan laki - laki itu tadi dilupakan begitu saja. Sebab ada hal penting selain itu.

"Langsung saja, Jeno-ssi. Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Kau harus mempercayaiku. Bukan aku yang mempunyai niat jahat seperti mencuri resep turun - menurun yang ada di ruanganmu —"

"Hah? Resep? Apa maksudmu, barang yang ingin dicuri itu resep?" potong Jaehyun yang terkejut bukan main. Ia baru menyadari kalau resep lah yang menjadi incaran.

Jeno mengangguk mantap. "Coba kau pikirkan lagi. Siapa saja selain dirimu dan keluargamu yang mengetahui tentang resep itu? Aku saja tidak tahu sama sekali."

Jaehyun mencoba berpikir, kira - kira siapa saja yang mengetahui perihal resep keluarganya itu. Detik berikutnya ia baru menyadari, bahwa hanya Taeyong yang tahu sebab ia merupakan anggota keluarga barunya.

"Taeyong! Ya, hanya dia yang tahu selain keluargaku!" seru Jaehyun sedikit panik.

Aya yang sedaritadi mendengarkan hanya menatap dua orang itu bergantian. Ia bingung dengan arah obrolan mereka berdua.

"Jadi, kau bisa menilai. Siapa yang berbohong di sini? Aku atau Taeyong!" ucap Jeno pada akhirnya.

Ide untuk mencoba memengaruhi dan menjelaskan kejadian sebenarnya pada Jaehyun terlintas begitu saja saat mendengar Jaehyun menyatakan perasaannya pada Aya tadi. Setidaknya, Jeno tak merasakan sakit hati saat mengetahui itu. Ia sudah cukup bersyukur dengan menjadi sahabat Aya.

"Maksudmu, semua ini ulah Taeyong? Dia menjebakmu dan membohongiku?" tanya Jaehyun memastikan.

Jeno mengangguk mantap. "Kau bisa bertanya pada Johnny hyung. Kurasa dia mengetahui sesuatu."

"Kau benar! Aku mengetahui kalian berdua ada di ruanganku itu dari Johnny. Baiklah, aku akan bertanya padanya nanti."

Setelah memahami apa yang tengah dibicarakan oleh Jaehyun dan Jeno, Aya mulai membuka suara.

"Benar kan! Jeno tidak mungkin mencuri! Kau harus minta maaf pada sahabatku, Jaehyun-ssi!" titah Aya sambil bersidekap dada.

Jaehyun mengangguk lemah. Bukan karena enggan meminta maaf. Tapi, ia sangat menyayangkan atas momen pengungkapan perasaannya harus digantikan dengan pernyataan kebenaran tentang kejadian di La Bosseade.

"Maafkan aku, Jeno-ssi. Aku sudah salah menuduhmu. Tapi tunggu..."

Jaehyun baru mengingat satu hal. Untuk apa Taeyong mencuri resep keluarganya? Apa ada sesuatu yang tidak diketahui oleh Jaehyun?

"Apa lagi? Kau mau menghindar untuk meminta maaf?" tuduh Aya.

"Bukan itu. Aku hanya berpikir, untuk apa Taeyong sampai nekat mencuri resep keluargaku dan menggunakan Jeno sebagai kambing hitamnya?"

Aya mengangguk pelan. "Benar juga."

"Coba kau tanyakan langsung pada Taeyong. Bukankah dia masih ada di La Bosseade?"

Jaehyun mengangguk. "Ya sudah, kalau begitu aku permisi."

Sebelum Jaehyun benar - benar pergi dari rumah Aya, Jeno menghampiri laki - laki itu dan menepuk pundaknya.

"Aku mendengar semuanya tadi. Tentang pernyataan perasaanmu pada Aya...

... aku akan mengakhiri sandiwara dengannya. Dan aku sudah merestui kalian berdua. Kupercayakan Aya padamu, Jaehyun-ssi," ucap Jeno pada akhirnya.

Jeno merasa lega setelah mencoba mengikhlaskan seseorang yang teramat berarti baginya bahagia dengan orang lain. Setidaknya Jeno tidak kehilangan Aya sebagai sahabat. Bukankah sahabat juga segalanya? Jadi, tak akan ada yang berubah dari Aya terhadap Jeno.

"Kau serius? Tapi, bagaimana dengan mantan kekasih Aya? Kudengar, Mingyu akan mencoba mendekati Aya lagi. Karena dia tidak jadi menikah dengan Yuri." Satu lagi ketakutan Jaehyun. Jeno yang dianggapnya sebagai saingan, sudah menyerah. Tapi masih ada Mingyu.

Di teras rumah Aya, Jeno terkekeh sambil menepuk udara. "Kau tenang saja. Aku tahu bagaimana tabiat Aya. Mana mungkin dia mau kembali pada Mingyu, walau terkadang masih suka memikirkannya. Tapi itu bukan cinta, melainkan luka yang masih tersisa...

... tinggal bagaimana cinta yang baru nanti menghapus luka yang tersisa itu. Kuharap itu kau, Jaehyun-ssi."

Jaehyun tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih banyak Jeno-ssi."

🍓🍓🍓

Keesokan hari, di kediaman Jaehyun. Laki - laki itu tengah menatap Taeyong yang terdiam sambil menundukkan kepalanya, duduk di samping sang Ayah --Yunho. Sedangkan Seohyun duduk di sebelah Jaehyun sambil terus mengusap punggung putranya itu.

"Sudah Jae.. dengarkan dulu penjelasan Taeyong," ucap Seohyun menenangkan putranya itu.

Yunho mengangguk, menyetujui ucapan sang istri. Ia juga penasaran kenapa Taeyong sampai bisa berbuat seperti itu. Biar bagaimana pun, apa yang dilakukan Taeyong akan membuat keluarga Jaehyun bangkrut.

"Coba kau jelaskan. Apa masalahmu pada Jaehyun? Kenapa kau mengecewakanku dan istriku?" tanya Yunho yang begitu kecewa pada putra angkatnya itu.

Taeyong tetap membisu. Ia tak ingin berkata apa pun. Hatinya masih dipenuhi rasa amarah akibat kejadian di masa lalu. Di mana karena Jaehyun telah membunuh Ibu Taeyong secara tak langsung. Sebab, obat yang sudah Taeyong pesan seenaknya saja di beli oleh orang tua Jaehyun dengan harga tinggi.

"Taeyong-ah... kami sangat menyayangimu. Kau tahu itu kan? Lantas kenapa kau membuat kami kecewa? Apa yang telah kami perbuat sampai kau begitu tega ingin menghancurkan Jaehyun?" ucap Seohyun dengan mata yang berkaca - kaca.

Jaehyun masih menahan emosinya. Walau beberapa menit lalu, ia sempat menghajar Taeyong tepat di depan Ayah dan Ibunya. Saat ia ke La Bosseade kemarin, ia tak menemukan Taeyong. Dan ternyata Taeyong malah bertandang ke rumahnya pagi ini.

"Jawab pertanyaan appa dan eommaku! Kau punya mulut kan?!" bentak Jaehyun yang tak terima bila kedua orang tuanya diabaikan seperti itu.

Menghela napas panjang, napas yang daritadi memburu. Taeyong mengangkat wajahnya dan menatap Jaehyun dengan tatapan tajam.

"Kau!"

Terlihat kilatan dendam di tatapan Taeyong.

"Karena kau! Ibuku meninggal dunia!"

Jaehyun, Seohyun dan Yunho terkejut. Apa maksud Taeyong? Yunho yang ada di samping Taeyong pun menoleh menghadap putra angkatnya itu.

"Apa maksudmu, Young-ah?" tanya Yunho.

Taeyong menoleh. "Karena eomma, ah maksudku Nyonya Seohyun.. Ibuku meninggal dunia. Obat yang sudah kupesan dari lama, dengan mudahnya dibeli olehnya dengan harga tinggi."

"Anda tidak tahu, bagaimana susah payahnya aku mengumpulkan uang untuk membeli obat itu. Harapanku mengenai kesembuhan Ibuku, tergantung pada obat itu... dan Anda mengubah takdir Ibuku! Seharusnya Ibuku sembuh, tapi malah sebaliknya karena aku terlambat memberikan obat!" Taeyong menatap Seohyun dengan tatapan sendu namun tajam.

Penjelasan Taeyong membuat Yunho berkata, "apa peretemuan kita waktu itu... kau tengah memakamkan Ibumu?"

Taeyong mengangguk. "Dan takdir menghampiriku. Anda dan istri Anda mengangkatku sebagai anak. Saat itulah aku mulai merencakan akan menghancurkan kalian semua!"

"TERUTAMA KAU! JUNG JAEHYUN!"

"Tidak adil rasanya, bila melihatmu hidup bahagia... sedangkan aku, harus kehilangan Ibuku.. keluargaku satu - satunya..." lanjut Taeyong lirih.

Jaehyun hanya diam membisu. Ia tak sampai hati kalau harus menjawab ucapan Taeyong. Ternyata sepahit ini motif Taeyong melakukan sesuatu yang membuatnya kecewa. Dibalik itu, Taeyong hanya melampiaskan rasa sedihnya atas kehilangan Ibunya.

Sedangkan Seohyun sudah menangis dan menghampiri Taeyong. "Young-ah... maafkan eomma..."

"Eomma tidak tahu, kalau obat itu sudah ada yang memilikinya. Karena pemilik apotik tersebut tidak bicara apa pun mengenai itu..."

Menunduk dengan bahu yang sedikit bergetar, Taeyong menitikkan air mata. Ia sebenarnya tak sampai hati kalau harus menyakiti Yunho dan Seohyun. Mereka berdua sudah memberikan Taeyong kasih sayang yang sebelumnya tak Taeyong terima dari orang tuanya dulu. Walau sang Ibu juga menyayanginya.

Seohyun meminta Yunho untuk bertukar tempat duduk. Lalu ia duduk di sebelah Taeyong dan memeluk laki - laki itu penuh kasih sayang. Tak ada penolakan dari Taeyong. Justru Taeyong malah merasa nyaman dengan perlakuan Seohyun.

Ya, Taeyong merindukan pelukan seorang Ibu. Ia merindukan Ibunya. Ia sangat - sangat menyayangi Seohyun sebagai Ibu.

Jaehyun dan Yunho yang melihat itu pun merasa terharu. Awalnya Jaehyun ingin marah dan menyalahkan Taeyong atas kelakuannya itu, ia urungkan. Menurut Jaehyun, mungkin apa yang Taeyong alami lah yang membuatnya memiliki niat jahat. Padahal sebenarnya, Taeyong sosok laki - laki yang baik dan hangat.

"Eomma..." lirih Taeyong memanggil Seohyun.

Seohyun menangis tersedu - sedu. "Ya nak.. kau putraku, putra kami.."

"Maafkan aku eomma... maafkan aku..." Taeyong kembali menangis dalam pelukan Seohyun.

Melepaskan pelukan, Seohyun mengangguk cepat dan mengusap air mata yang ada di wajah tampan Taeyong. "Kau tidak salah.. kau hanya mengikuti amarah dan emosimu karena kesalahanku. Seharusnya eomma yang meminta maaf padamu."

"Tidak eomma..." Taeyong menggelengkan kepalanya. "Aku yang salah... Jae, maafkan aku... appa..." Ia menatap Jaehyun dan Yunho bergantian.

Yunho menghampiri Taeyong, lalu memeluknya dan menepuk pelan punggungnya. "Appa memaafkanmu.."

"Jae.." panggil Taeyong setelah melepaskan pelukannya pada Yunho.

Jaehyun mengangguk. "Aku memaafkanmu.. aku juga minta maaf, karenaku...."

"Sudah Jae. Aku seharusnya menyadari kalau kematian Ibuku adalah karena takdir. Bukan salah siapa - siapa..." Taeyong menyela ucapan Jaehyun.

Taeyong mengubur semua dendamnya dan menggantinya dengan rasa sayang pada keluarga Jaehyun. Sebab, Yunho dan Seohyun sangat menyayangi dirinya. Begitu pun Jaehyun.

🍓🍓🍓

"Aya, aku ingin kau kembali padaku. Aku tidak jadi menikahi Yuri..."

Di sinilah Aya dan Mingyu berada. Di sebuah kafe --Lemon's Caffee. Di mana Aya pernah menunggu Mingyu begitu lamanya. Tapi, laki - laki berkulit tan itu malah sedang bersama Yuri --mantan sahabat sekaligus perebut kekasih Aya, Mingyu.

Aya melepaskan genggamannya dari Mingyu. "Maaf, Gyu. Kurasa kau salah mengartikan kata - kataku saat aku mabuk tempo hari."

"Maksudmu bagaimana? Jelas - jelas kau masih mencintaiku!" sahut Mingyu sedikit meninggi intonasinya.

Menggeleng pelan, Aya berkata, "tidak. Aku sudah mengubur semua kenangan tentangmu, Mingyu. Semua yang kukatakan waktu itu hanyalah sebagai pelampiasan rasa sakit akan luka yang pernah kau berikan padaku."

"Tapi—"

"Jangan hanya karena kau tidak jadi menikah dengan Yuri, lantas aku bersedia kembali padamu?... ti.dak a.kan!" potong Aya dan mempertegas jawabannya.

Mingyu menahan gejolak hatinya. Mungkin saat ini cinta yang ia miliki untuk Aya sudah berubah menjadi sebuah obsesi semata. Dan membuat Mingyu ingin memiliki Aya seutuhnya, hanya untuk dirinya.

"Kau harus mau kembali lagi padaku, Aya Park! Kalau tidak —"

"Apa? Apa yang akan kau lakukan kalau Aya tidak mau?" sahut seseorang dari arah belakang Mingyu.

Mark Lee.

Ya, laki - laki itu menghampiri Aya sambil memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana dan berdiri di sampingnya.

"Kau di sini ternyata. Ayo pulang denganku. Ada hal penting yang harus kubicarakan padamu..."

Mark menatap Aya tanpa memerdulikan Mingyu yang tengah menatapnya bingung. Sebab Mingyu tak mengenal Mark.

"Dia kekasihmu, Aya?" tanya Mingyu sekenanya.

Menoleh, Mark tersenyum simpul. Sedangkan Aya hanya diam tak menjawab pertanyaan Mingyu. Membuat Mingyu meyakini bahwa Aya sudah menjadi milik orang lain, yang tak lain Mark.

"Jadi benar, dia kekasihmu? Makanya kau tidak ingin kembali padaku lagi..." lirih Mingyu.

Mungkin saat ini, Mingyu masih bisa menahan keinginannya untuk memiliki Aya. Melihat Aya yang hanya diam saat laki - laki bernama Mark itu menggenggam tangannya, meyakinkan pikiran Mingyu bahwa Aya benar - benar menyukai Mark.

Sebab, Mingyu sangat tahu... tak ada yang bisa menggenggam tangan Aya selain Jeno dan keluarganya. Aya sangat tak suka bila orang asing melakukan itu. Tapi itu tak berlaku pada Mark.

"Apa yang ingin kau bicarakan Mark? Katakan saja di sini..." ucap Aya.

Mark melirik Mingyu dan berkata, "aku ingin membicarakan ini hanya berdua denganmu."

Mingyu yang merasa pun langsung beranjak dari duduknya dan melenggang pergi begitu saja tanpa berpamitan. Membuat Mark diam - diam menyunggingkan senyum.

"Ah, maaf kalau aku lancang menggenggam tanganmu, Ay."

Mark melepaskan genggamannya dan duduk di tempat Mingyu tadi. Sedangkan Aya, ia tersadar dari lamunanya. Aya baru menyadari kalau sedari tadi, Mark menggenggam tangannya.

Aneh, kenapa aku diam saja saat Mark menggenggam tanganku? Batin Aya.

"Tidak apa Mark. Hm... apa yang ingin kau bicarakan padaku?"

Mark berdehem sekali, lalu memantapkan hatinya. "Aku ingin mengungkapkan sesuatu. Entah ini benar atau tidak. Setelah ini, aku tidak yakin kalau kau akan tetap bersikap biasa saja padaku."

Menautkan kedua alis mata, Aya tak mengerti tujuan pembicaraan yang Mark ucapkan barusan.

"Jadilah kekasihku, Aya Park..."

🍓🍓🍓

avataravatar