1 Blurb

Memasak adalah seni. Kau harus menumpahkan perasaan yang kau punya untuk menciptakan sebuah karya seni - cita rasa yang dicintai banyak orang.

- LOVE CHEF -

Seoul, Desember 2010.

Di kediaman keluarga Jung terlihat begitu ramai. Terutama dibagian ruang dapur, sang Nyonya dan putra tunggalnya sedang sibuk membuat kue kering.

"Eomma apakah yang aku buat ini bentuknya benar?" tanya putra Nyonya Jung sambil menunjukkan hasil karyanya.

Jung Jane; Ibu dari anak laki - laki itu mengangguk seraya tersenyum. "Iya sayang, bentuknya sangat bagus," sahutnya.

Putranya itu langsung lompat - lompat kegirangan. Setelah sekian lama, akhirnya ia bisa membuat kue kering dengan bentuk yang bagus.

"Kau sangat pintar Jaehyun-ah. Suatu saat, eomma percaya kalau kau akan menjadi seorang chef ternama," lanjut Nyonya Jung sambil tersenyum.

Jung Jaehyun; pemuda berusia lima belas tahun itu mengerjapkan matanya yang berbinar. "Jinjja eomma? Wah, aku akan lebih giat lagi setelah ini," sahutnya.

Sang Ibu mengangguk dengan mantap. "Kau pasti bisa sayang!" serunya sambil mengepalkan satu tangannya di udara.

"Hwiting!" ucap Jaehyun kecil tak kalah heboh. Lalu, ia meraih kue - kue tersebut dan dimasukkan ke dalam oven.

Keluarga Jung memang dikenal dengan ahli profesi dalam bidang kuliner. Bahkan, sang Ayah memiliki beberapa restoran ternama yang tersebar luas di Seoul. Begitu juga dengan sang Ibu, memiliki cafe yang menjual kue - kue kering hasil buatannya sendiri.

Kini, Jung Jaehyun bercita - cita ingin menjadi seorang chef termahsyur untuk bisa menciptakan cita rasa makanan yang akan tersimpan dalam hati siapapun setelah memakannya.

"Aku, Jung Jaehyun! Suatu hari nanti, akan menjadi seorang chef yang membuat semua orang mencintai masakanku!" pekik Jaehyun sambil menunjukkan tekadnya yang begitu kuat.

Nyonya Jung mengangguk mantap dan mengacungkan ibu jarinya ke hadapan putranya itu.

Sedang, di sisi lain.

"Eomma, kenapa masakannya tidak ada rasanya? Sangat hambar," ucap seorang gadis pada Ibunya.

Sang Ibu mengernyit. "Ini gurih sayang, coba kau cicipi sekali lagi," sahutnya.

Gadis remaja itu menuruti perintah Ibunya dan ia mencoba sekali lagi. Namun, tetap tidak ada rasa yang bisa ia rasakan pada masakan itu.

Ia menggeleng pelan. "Tetap tidak ada rasanya eomma. Ada apa dengan indera perasaku?" tanyanya dengan sendu.

"Yeobo, ayo kita bawa Aya ke rumah sakit. Aku takut dia kenapa - kenapa," ucap sang Ibu pada suaminya.

Tuan Park mengangguk. "Iya yeobo. Aya, ayo kita ke rumah sakit 'nak," ucapnya.

Aya Park; gadis kecil itu mengangguk lemah. Sebenarnya ia sangat benci rumah sakit, tapi mau bagaimana lagi? Perasanya kini sangat penting. Ia tidak akan bisa merasakan makanan lezat lagi nanti kalau tidak diobati.

Hanya butuh dua puluh lima menit, mereka sampai di rumah sakit seoul.

"Appa nanti Aya tidak akan disuntik 'kan?" tanya gadis ramaja berusia dua belas tahun itu.

Sang Ayah hanya terkekeh pelan. "Kenapa? Kau takut kalau disuntik? Sudah besar 'kan anak appa ini," sahutnya sambil mencubit hidung putrinya itu.

"Appa, sakit," pekik Aya sambil mengusap pelan hidungnya.

Setelah menunggu lima belas menit, Aya masuk ke dalam ruangan dokter.

"Jadi begini Tuan dan Nyonya Park... kemungkinan putri kalian mengidap Hypogeusia," jelas dokter Lee.

Aya mengernyit. "Hypogeusia itu apa euisanim?" tanyanya.

"Sebuah penyakit di mana suatu kondisi penurunan kemampuan pengecapan lidah berkurang, biasanya dikarenakan kekurangan asupan zat besi. Aya tidak suka makan sayur ya?" jelas dokter Lee dan bertanya diakhir.

Gadis remaja itu mengangguk.

"Iya euisanim, Aya sangat susah makan sayur. Jadi, apakah ini bisa disembuhkan?" tanya Nyonya Park.

Dokter Lee mengangguk. "Tentu bisa Nyonya. Perbanyak makan sayuran yang mengandung zat besi ya Aya, jangan minum minuman panas dulu," sahutnya.

"Nanti, saya resepkan obatnya juga untuk Nona Aya," lanjutnya lagi sambil menuliskan sebuah resep di kertas.

"Dengar 'kan sayang? Jangan susah makan sayur lagi ya," ucap Tuan Park sambil mengelus surai hitam putrinya itu.

Seoul, Desember 2015.

Di bandara Incheon, Seoul. Keluarga Jung sedang mengantar putra tunggalnya untuk melanjutkan sekolah chef ke luar negeri - Perancis.

"Jangan lupa makan yang teratur sayang. Ingat, gunakan selalu pakaian hangat karena ini sudah masuk musim dingin," ucap Nyonya Jung sambil menggenggam tangan putranya.

Di sampingnya sang suami mengusap pelan punggung istrinya itu. "Sudah yeobo, Jaehyun pergi untuk mengejar cita - citanya, kita harus men-support-nya. Jangan menambah beban pada putra kita dengan menangis," ujarnya.

Ya, Nyonya Jung sudah menangis sedari tadi karena belum merelakan putra tunggalnya itu pergi jauh darinya. Namun, mau bagaimana lagi? Ini semua demi tujuan sang Anak untuk menjadi chef profesional.

"Aku akan sering menghubungi eomma tenang saja. Aku juga akan menyempatkan diri untuk pulang," sahut Jaehyun yang kini telah berusia dua puluh tahun.

Nyonya Jung mengangguk lemah. "Jaga dirimu baik - baik Jaehyun-ie. Kami menyayangimu," ucapnya.

•-----•

Tiga tahun kemudian.

Chef Jaehyun; pemuda yang kini telah dewasa itu sudah bekerja di sebuah restoran masakan perancis di distrik Gangnam -milik Ayahnya.

Saat ini, Jaehyun sedang menyiapkan sebuah dessert untuk tamu VIP yang sudah menunggu di meja nomor 127.

"Bagaimana chef? Nona muda di meja nomor 127 sudah menanyakan dessert yang belum ada di menu," tanya manager restoran tersebut.

Jaehyun mengangguk. "Ini sudah selesai hyung. Semoga tamu VIP kita hari ini menyukainya," sahutnya. Lalu, ia memberikan French Apple Pie buatannya.

Johnny Seo - manager di restoran La Bosseade -milik Ayah Jaehyun, mengacungkan ibu jarinya.

Ia pun menghampiri tamu VIP tersebut dan diikuti oleh pelayan yang membawa dessert buatan chef andalan di restoran tersebut.

"Permisi Nona, silahkan dinikmati french apple pie untuk makanan penutup," ucap Johnny seraya meletakkan sepiring kecil dessert tersebut ke hadapan Nona muda itu.

Sang Nona langsung mencicipinya. Namun, dimenit selanjutnya ia mengernyitkan dahinya. Lalu, ia meletakkan garpunya.

"Maaf, bisa tolong panggilkan chef yang membuat dessert ini?" pinta Nona muda itu.

Johnny mengangguk. "Baik Nona, tunggu sebentar," sahutnya.

Manager itu memberikan perintah pada pelayang di sampingnya untuk memanggil Jaehyun. Dalam hati, ia harap - harap cemas karena tamu VIP ini memang terkenal dengan kritikannya yang tajam. Sedang, Jaehyun belum memahaminya.

Jaehyun pun tiba di meja nomor 127. Ia berkata, "ada yang bisa saya bantu Nona?"

Sang gadis menoleh dan terkesima sesaat, tapi dengan cepat ia kembali untuk siap mengkritik masakan chef itu.

"Bagaimana bisa apple pie sangat manis dan tidak ada rasa gurih sedikit pun?" ucapnya dengan ketus.

Sang chef mengernyitkan dahinya. Sebelum ia hidangkan dessert tersebut, ia mencicipinya lebih dulu dan rasanya sudah sangat sempurna.

"Maaf Nona, tapi rasanya sudah sangat pas menurut saya," sahut Jaehyun.

Gadis itu tidak terima bantahan. "Jangan membantah, kubilang ini tidak gurih. Buatkan yang lain!" pintanya seperti memerintah.

Johnny hanya menghela napas pelan. Ia sudah terbiasa dengan sikap Nona muda tamu VIP itu. Tapi, tidak untuk Jaehyun. Ia merasa masakanannya gagal membuat sang pencicip tidak mencintai rasanya.

"Kau tidak mau? Ya sudah, aku akan pergi!" lanjutnya. Tanpa menunggu jawaban dari Jaehyun, ia pergi meninggalkan restoran dengan dahi yang berkeut seperti sedang memikirkan sesuatu.

Kenapa rasanya enak? Batinnya.

Ketika sesuatu yang menurutmu sempurna. Belum tentu pandangan orang lain akan sama dengan sudut pandangmu. Berbesar hatilah.

avataravatar
Next chapter