1 Teman dan Musuh

06.43 AM

"LUCAS!"

Jeana berteriak sambil mengejar Kakaknya yang sudah jauh di depan. Nasib sial memang sedang menimpanya, karena hari ini MOS pertama dan dia hampir terlambat. Tapi yang membuat paginya semakin buruk adalah Kakaknya yang pergi terlebih dahulu, padahal mereka satu sekolah.

"Eh Rehan—" teriak Jeana sembari merentangkan kedua tangannya untuk memberhentikan Rehan yang kebetulan lewat.

"Gue nebeng ya udah siang, 'kan sekalian lo lewat sekolah gue."

"Eitss—" Rehan menahan bahu Jeana saat hendak naik motornya. Sialan juga anak kadal satu ini.

"Sorry aja nih, gue cuma mau bonceng calon pacar aja enggak boleh yang lain."

"Ya udah anggap gua pacar lo," ucapnya sambil berusaha untuk naik motor lagi tapi Rehan kembali menahan bahunya.

"Enggak bisa ya Jen, lo itu berat nanti ban motor gua kempes," ucap Rehan lalu langsung gas motor ducatinya.

"GUA DOAIN LU KESEREMPET CAPUNG DI TENGAH JALAN!"

Jujur, Jeana sangat kesal karena awal paginya agak buruk. Padahal dia sudah berkhayal saat nanti tiba di sekolah akan di suguhi oleh pemandangan wajah kakak OSIS yang tampan, tapi nyatanya dia akan di suguhi oleh hukuman. Dengan berat hati akhirnya Jeana berlari menuju halte.

Sebentar lagi pukul 7 dan Jeana masih setengah perjalanan. Dia sangat gelisah dan terus menatap arloji di tangannya, kalau saja sampai telat ini semua gara-gara si albino sialan itu alias Kakaknya. Bahkan Jeana sampai bersumpah akan membakar stok celana dalamnya setelah pulang sekolah nanti.

Dan juga kenapa sih haltenya harus berada di seberang sekolah segala, jadi harus menunggu lagi untuk menyeberang. Jeana melihat gerbang sekolah yang sebentar lagi akan di tutup.

"Lama banget sih!" dumelnya sambil mengentakkan kaki.

Tiba-tiba saja Jeana merasa ada orang di sebelahnya lalu saat menoleh ke arahnya.

YA TUHAN GANTENG BANGET

!

GILA, DIA MANUSIA?

MANCUNG BANGET HIDUNGNYA.

Kira-kira begitulah suara hatinya, dia juga sampai melongo menatapnya. "Tahan Jen tahan, jangan sampai tergoda. Lo kudu ingat omongan June, kalau cowok ganteng itu biasanya brengsek," batinnya.

Bukannya terlalu percaya diri atau sok kecantikan tapi dia merasa kalau cowok di sebelahnya itu sedang memandangnya.

"EH AWASS!"

"Hah, awas apaan?" Jeana bingung dan tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh orang tadi

Splashhh...

—untuk menutupi badannya dari cipratan air dan menjadikan badan Jeana sebagai tameng.

"Untung baju gue enggak kotor, btw makasih ya."

Jeana mengusap kasar wajahnya, harusnya kan sang cowok yang melindungi bukannya di cewek yang di jadikan tameng. Memang hidup ini tidak seindah film.

Jeana menghembuskan napas dan berusaha mengendalikan dirinya agar tidak murka di pinggir jalan saat berbalik ternyata cowok tadi sudah hilang entah ke mana.

Sebelum masuk kelas Lilly ke toilet dulu untuk cuci muka sekalian ganti bajunya. Beruntung dia membawa kaos olahraga, setelah itu baru jalan ke kelas sambil mengusap sisa air yang ada di wajah menggunakan punggung tangan.

"Gue tandai cowok sialan tadi."

Ternyata kesialan ini tidak berhenti sampai sini, karena Jeana telat dan kakak OSIS yang ada di depan kelas sudah menatap dengan tatapan horor.

"Sialan!" umpatnya pelan.

Dengan keberanian yang sisa seperempat akhirnya Jeana menghampiri kakak OSIS. "Kamu kenapa pakai baju olahraga?"

Jeana menatap orang yang bertanya tadi kemudian beralih melihat name tag yang di pakai baru menjawab pertanyaannya.

"Karena enggak pakai baju putih abu-abu." Jawaban yang masuk akal.

"Kamu di tanya serius malah jawabnya main-main."

"Lah Kakak, saya ajak main-main malah pengen serius gimana sih."

Terdengar suara tawa dari dalam kelas, karena memang mereka berdua berada tepat di depan pintu. Jadi semua murid di dalam bisa menyaksikan sedikit adu mulut antara Jeana dan salah satu anggota OSIS.

"Suruh masuk Zel," ucap seseorang dari dalam dengan name tag bertuliskan Sikril Juliansyah.

Saat dia masuk, semua langsung menatap ke arahnya. Ya ampun berasa jadi duta shampo deh di tatap kayak begitu.

"Kamu kenapa telat?" tanya salah satu dari mereka.

Jadi yang MOS di kelas itu ada 4 orang dan Jeana hanya mengenal satu orang saja di antara ke empat OSIS itu. Dia hanya kenal pada seseorang yang sedang duduk dan tidak berminat untuk bertanya-tanya. Siapa lagi kalau bukan Lucas Prasetyo Winata yang saat ini sedang menahan ketawa melihat Jeana kesusahan begini.

"Tadi saya di tinggal sama ojek Kak." Jeana melihat ke arah Lucas yang sedang tertawa, dih enggak sadar kali ya padahal Jeana sedang menyindir dirinya.

"Terus kenapa pakai kaos olahraga?"

Jeana memutar bola matanya dan ini pertanda bahwa dia tidak suka jika di beri banyak pertanyaan seperti sekarang.

"Ada hujan lokal."

"Ya sudah kamu perkenalan dulu." Kali ini giliran cowok berlesung pipi yang bicara, Jeana tidak tahu siapa namanya karena dia memosisikan name tag miliknya dengan keadaan terbalik.

Jeana mengangguk kemudian langsung menghadap ke arah teman-temannya. "Jeana Razilee."

Krik ...

Hening.

"Udah?" tanyanya yang kemudian di jawab dengan anggukan oleh Jeana.

"Singkat amat anjir, Ha ha ha."

"Jadi ingat si Lucas waktu dulu anjay." Ketiga OSIS itu tertawa ketika melihat gaya perkenalan milik Jeana sedangkan Lucas hanya menatap adik perempuannya itu dengan tatapan aneh.

"Kak saya di suruh duduk dulu dong, baru kalian lanjutin ketawanya."

Mereka bertiga seketika diam dan berlagak sok cool. "Ya udah kamu duduk, tapi setelah istirahat kamu jangan lupa untuk ke ruang OSIS dan mendapat hukuman karena telat."

"Bangsat."

"Karena lo ngomong kasar hukumannya jadi di tambah."

Jeana langsung menoleh ke arah Lucas, padahal tadi dia ngomong pelan banget tapi masih saja terdengar olehnya. Sensitif banget sih telinganya Lucas, sudah kayak daerah kewanitaan.

****

Jam istirahat tiba, kini semua murid peserta MOS sedang berada di kantin untuk menghilangkan rasa dahaga atau sekedar bergosip bersama teman-teman baru. Berbeda dengan meja yang Jeana tempati sekarang, di saat yang lainnya sibuk makan atau minum. Mereka malah tertawa terpingkal-pingkal sambil guling-guling di tanah yang membuatnya jadi pusat perhatian.

Sebenarnya bukan Jeana yang tertawa, melainkan kedua temannya yaitu Bobby dan Wanda sedangkan Yohan yang ada di sebelah Jeana sedang berusaha mati-matian untuk tidak tertawa. Mereka tertawa setelah mendengar cerita Jeana pagi ini.

"WOY ANJING, LAWAK BANGET HIDUP LO," teriak Bobby sambil menunjuk Jeana dan kemudian tertawa lagi. Catat baik-baik, Bobby teriak sambil bilang anjing-anjing terus sekarang lagi guling-guling juga di tanah. Toxic banget hidup Bobby.

"Mau ketawa tapi takut dosa."

Jeana menoleh ke arah Yohan lalu menoyor kepalanya. "Ya gimana enggak dosa, lu ketawa kan begini, Hahahaha ngakak bangsat, wkwkwk lawak banget setan," ucapnya sambil memeragakan cara tertawa Yohan.

Yohan mencolek dagu Jeana. "Paham banget sih kamu." Nah, inilah sisi lain dari seorang Yohan Ardiansyah. Wajah boleh tampan tapi kelakuan minus.

"Ini lagi, anak toxic. Udahan tolol ketawanya." Wanda menarik baju Bobby.

"Lagian kenapa juga si Lucas ninggalin lo, padahal kan satu sekolah." Tawa Bobby sekarang sudah reda dan dia bertanya sekalian membenarkan bajunya.

"Katanya sih biar gua disiplin terus juga selama masa MOS kita pura-pura saling enggak kenal," ucap Jeana sambil memakan makaroni milik Yohan.

"Alibi doang itu, aslinya si Lucas malu punya adik bobrok kayak lu." Bobby bangkit dan pindah duduk di samping Yohan.

"Mabar kuy," ajaknya.

Jeana terlihat berpikir sejenak mengenai ucapan Bobby tadi. "Eh katanya lo juga berantem sama OSIS ya, Je?" ucap Wanda, karena mereka tidak satu kelas.

"Iya, orangnya ganteng tapi bantet gitu. Tuh orangnya," jawab Jeana sambil menunjuk ke arah orang yang di maksud. Seketika itu pula Bobby dan Yohan langsung AFK dari game mereka dan menarik tangan Jeana yang seenak jidat saja menunjuk orang.

"Ya jangan begitu juga goblok." Yohan sangat geram pada Jeana.

Di antara mereka bertiga hanya Yohan yang paling akrab dengan Jeana selain sudah mengenalnya sejak TK, jarak rumah mereka juga sangat berdekatan. Jadi tidak heran kalau Yohan sudah sangat geram pada tingkahnya yang ajaib dan berbeda dari cewek lain.

Sedangkan yang di tunjuk hanya kebingungan sambil terus memandangi Jeana yang kena omel oleh Yohan dan Bobby.

"Siapa sih nama cewek tadi?" tanya Azel pada teman-temannya.

"Cewek yang mana tolol? Di sekolah kita kan banyak cewek!" jawab Gean dengan mata masih terfokus pada ponselnya.

"Azel 'kan tololnya sudah mendarah daging," cibir Lucas sambil memakan batagor miliknya.

"Mulut lo mau gue jejelin sepatu, hah?" Azel sudah bersiap untuk melepaskan sepatunya dan memasukkan pada mulut Lucas.

"Jangan marah-marah Mas Azel, nanti enggak tinggi-tinggi loh." Kali ini giliran Sikril yang sukses membuat Azel tambah naik darah.

Arka selaku orang yang paling normal di antara teman-temannya itu hanya geleng-geleng kepala sambil meneguk cola miliknya, sebenarnya dia heran kenapa mereka yang di hadapannya ini bisa masuk OSIS yang notabenenya adalah untuk mendisiplinkan dan memperbaiki perilaku para murid.

Padahal sebenarnya yang perlu di perbaiki adalah tingkah temannya yang seperti anak PAUD dan juga sikap yang di tunjukkan mereka terhadap peserta MOS itu hanya palsu karena sebenarnya mereka ini juga nakal dan perlu di perbaiki.

"Cewek yang tadi terlambat itu?" tanya Arka untuk menyudahi sesi baku hantam yang dilakukan Azel terhadap Sikril.

Azel mengangguk antusias sedangkan Arka memandangnya dengan rasa jijik, kesel pengen nampol wajahnya. "Jeana Raz, Raz apa kali lupa gue."

"Raz mongoloid?"

"Itu ras anjir, pakai 's' bukan 'z'."

"Santuy atuh santuy, galak banget dah." Sikril mengusap-usap kepalanya yang dari tadi kena pukul.

"Cewek kecil yang pakai kaus olahraga itu bukan bang?" Jeka yang sedari tadi bermain game bersama Gean akhirnya ikut bergabung dalam kumpulan pria gibah itu.

"Hayo Azel— tumben nanyain cewek, naksir ya?" goda Gean yang kini juga telah ikut bergibah. Jangan salah ya, bukan hanya cewek yang suka bergosip. Mereka para lelaki pun sering, walaupun yang di gosipkan agak sedikit melenceng dari norma kemanusiaan.

"Dia bukan tipe gue, cewek nyebelin kayak dia siapa yang mau naksir coba." Azel bergidik sambil memandangi Jeana yang kini tengah tertawa.

"Jangan begitu lur, nanti beneran naksir gimana hayo?"

Azel memandang Sikril yang sedari tadi terus mengganggunya. "Tipe cewek gua tuh kayak Mbak Gigi Hadid coy."

Seketika itu juga mereka tertawa termasuk Lucas yang dari tadi diam saja.

"Halah sok pengen Mbak Gigi segala, badan noh tinggiin dulu," ucap Jeka yang disusul oleh tawa dari Sikril.

Sedangkan Azel hanya mendengus sebal, ingin melawan tapi postur badan Jeka lebih besar darinya.

Azel beralih menatap meja Jeana kembali. Pandangan mereka tidak sengaja bertemu, dan ternyata Jeana juga menaruh dendam pada Azel karena dia menatap tak senang ke arahnya. Sedangkan Gean dan Jeka yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua hanya bisa terkikik, pasalnya baru kali ini ada cewek yang memandang Azel sangat sinis.

"Perang nih perang—"

"Lima puluh ribu dah hayuk pasang." Jeka mengeluarkan uang Lima puluh ribu dan meletakkannya di atas meja, begitu juga dengan Arka dan Gean.

Lucas yang sedari tadi diam kini tersenyum karena menurutnya lucu saja melihat para kurcaci yang sedang bertengkar karena Snow white.

"Selamat datang di dunia baru, Jeana Razilee Winata," gumamnya sambil terkekeh.

To Be Continue

avataravatar