23 Bab 10.c. Kesedihan nyonya besar kedua

Menjelang sore, nyonya besar kedua sampai di rumah milik tuan besar. Rasa capek mulai dirasakan. Ia duduk di kursi makan depan taman biasa duduk. Pelayan datang membawakan teh dalam poci dan cangkir kecil disertai cemilan kue berbentuk kecil dan imut. "Dimana tuan besar?" tanyanya menuangkan air teh dalam poci ke dalam cangkir. "Beliau tidak pulang nyonya" jawabnya. "Sejak kapan?" tanyanya lagi. Asap panas mengepul ke atas. Aroma harum melati tercium lembut di hidungnya. "Sejak nyonya pergi" jawabnya. Kerutan di sekitar mata dan alis yang nyaris menyatu membuat resah pelayan. "Dimana Javi?" tanya nyonya besar kedua, tangannya gemetaran mengingat terakhir kali Javi menelpon saat ia asyik dalam diri Jordan. "Tuan Javi tidak kembali setelah pergi bersama nyonya" jawabnya. "Jadi, mereka tak pernah pulang lagi begitu?" tanya nyonya besar kedua bernafas lega. Biar bagaimanapun perselingkuhan tidak bisa dibenarkan, ada kontrak yang mengikatnya dengan tuan besar jika tak ingin terjebak dalam kemiskinan lagi. "Benar nyonya" jawabnya.

Wajah nyonya besar kedua berubah kearah pelayan disampingnya. "Tuan besar dan jayvi tak pernah pulang?" gumamnya mengulang kalimat yang sama. Pelayan tak menjawab. Nyonya besar kedua menimbang semua sudut tapi tak satupun ada teori di kepalanya tentang mereka. Tangannya memegang cangkir teh panas kedua. Ia buru-buru pulang ke rumah tuan besar. Tak sangka dua orang yang dicari, tidak ada. Kemana mereka, mengeryitkan keningnya hanya untuk berfikir sia-sia. Tetapi, bukankah ini baik untuknya supaya tidak ada yang bertanya-tanya tentang ketidakhadiran dirinya di rumah ini beberapa hari lalu.

Nyonya besar kedua beranjak dari duduknya menuju kamarnya dilantai dua. Digesernya pintu. Kamar miliknya tampak suram. Kakinya melangkah masuk, beberapa hari tak datang ke rumah ini, tak sangka tiada satupun yang mencarinya. Apakah sebegitu tak berharganya dirinya hingga tak ada yang menginginkan dirinya sama sekali. Ia menatap dirinya di depan kaca. Guratan disertai kerutan di wajahnya tampak jelas. Perlahan-lahan dilepasnya satu persatu bajunya. Tampak menjijikkan. Disambarnya jubah tidurnya. Kecewa tak bisa ditepisnya. Ia hanya menjadi pajangan dan trofi berjalan bagi tuan besar sementara Javi hanya sebagai pengeruk harta tuan besar.

Matahari tenggelam dengan cepat. Ia menghela nafas sedih, berjalan pelan ke arah balkon. Di sana ia termangu melihat keindahan senja. Ingatannya melayang lembut bagaimana Jordan menyentuhnya di bagian-bagian penting. Tak pernah ia merasakan kelembutan yang seperti ini. Pertama kali merasakan dibutuhkan. Haruskah ia mengikuti keinginan Jordan melenyapkan bayi Shizuru.

Ingatan tentang memiliki anak membuatnya getir. Berulangkali memiliki tapi akhirnya terpaksa digugurkan. Sementara kelinci putih hanyalah anak pengganti dari keinginan Javi. Javi tak suka tubuhnya berubah buruk maka tak mengijinkan ia mengandung tapi karena sebuah kesalahan akhirnya ia hamil.

Nyonya besar kedua mengambil botol minuman keras dan gelas. Kesedihannya berlipat-lipat ketika ingatannya terus berpacu untuk muncul di permukaan. Ironis saat bulan tak ada di langit, ingatannya bertambah kuat untuk mengenang.

Satu teguk diminumnya cepat. Rasa sakit karena kesedihan membuatnya tak bisa bergerak walaupun untuk menangisi hidupnya. Javi tak pernah tahu kelinci putih bukanlah anaknya. Senyum tawar dan putus asa terkadang menyelimuti seperti kabut hitam di dalam kepalanya. Laki-laki brengsek yang tak mau mengakui anaknya malah menuduhnya anak yang dikandungnya milik Javi.

"Brengsek!" umpatnya cepat. Terakhir kali didengarnya, laki-laki itu menghilang entah kemana setelah sehari sebelumnya asetnya dibekukan. Nyonya besar kedua tertawa sinis, Jordan membalaskan dendamnya tanpa sengaja. Kebenciannya melihat kelinci putih membuatnya harus bertahan dari ego Javi dan kekejaman tuan besar. Dulu ia tak seperti ini, semua masih menyenangkan hingga ide gila Javi diucapkan. Sama seperti lainnya, wanita yang dimabuk cinta akan mengikuti permintaan kekasihnya.

"Apa kamu sudah gila?" tanyanya saat itu. "Ayolah, tak ada salahnya. Kamu akan bisa hidup bahagia dengannya. Kita akan memiliki harta yang bisa dibagi dua bahkan kamu tetap bisa menikmati banyak hal. Kita hidup susah." jawab Javi membujuk. Kemarahan tak terbendung, ia pergi meninggalkan begitu saja Javi. Kondisi mental yang tak stabil itulah ia bertemu seorang pria. Dia membantunya untuk bersemangat walaupun Javi mendesaknya terus menerus. Akhirnya tak tahan, nyonya besar kedua menyetujui keinginan Javi kekasihnya untuk mendekati tuan besar. Berbagai macam cara yang diberitahu Javi, dilakukannya. Pada saat itu, Javi sudah bekerja di rumah tuan besar sehingga memudahkan tahu tentang banyak hal tuan besar. Tak butuh waktu lama, Tuan besar jatuh ke tangannya. Javi tetap setia menemaninya dengan banyak keinginan tersembunyi yang pada akhirnya ia tahu. Disaat bersamaan, pria itulah yang membuatnya di hargai dan di cintai. Perasaan nyaman membuat mereka berdua melakukan berkali-kali hingga ia hamil. Ketika diberitahu, pria tersebut menolak. Pria itu nyakin jika bukan anaknya karena ia berhubungan dengan Javi dan tuan besar. Ia marah dan pertengkaran tak terelakkan. Pria itu pergi begitu saja. Begitu kelinci putih cukup besar, ia melakukan tes DNA dan benar Javi ataupun tuan besar bukan ayah dari kelinci putih. Berbekal diagnosa itu, ia mencari tapi tak berhasil menemukan. Tak lama kemudian ia mendengar pria itu menikah. Kecewa tapi tak bisa apa-apa selain pasrah menerima nasibnya yang sial. Sementara Javi yang mengetahui ia hamil tampak bahagia bahkan bersemangat menerima kehamilan dirinya kali ini padahal anak sebelumnya terpaksa digugurkan.

Mereka sepakat membuat skenario kepada tuan besar supaya tidak dekat dengannya saat hamil. Tubuhnya yang kecil tentu saja tak terlihat hamil. Sejak itu pandangannya berubah banyak. Kecewa, tak berdaya, lelah dan entah apalagi yang bisa dirasakannya. Ia seperti mati rasa. Jordan membuatnya kembali menemukan jati dirinya lewat sentuhannya.

"Seandainya aku-- tahu" Ucapnya menuangkan cairan bening kedalam mulutnya. Gelas ditangan satunya tergelincir jatuh kebawah tapi sayang tak pecah. Mata sedih nyonya besar kedua berbaur jadi satu dengan air mata. Perlahan matanya menutup, terbuai oleh angin malam dan minuman keras membuat ia tertidur pulas.

Langkah kaki masuk kedalam kamarnya berusaha tak mengusik tidur nyonya besar kedua. Tangannya meraih tubuh nyonya besar kedua perlahan untuk dipindahkan di atas ranjang. Ditutupnya dengan lembut mengunakan selimut tebal. "Tidur nyenyak sayang, maaf" bisiknya pelan. Tak ada gerakan lain selain nyonya besar kedua bergerak mencari posisi nyaman dalam tidurnya. Senyum diwajahnya membuat salah paham semua orang jika diperhatikan. Bertahun-tahun diam memendam rasa, berjuang untuk melupakan tetapi selalu gagal setiap kali nyonya besar kedua berada dilema. Bergegas keluar kamar sebelum orang rumah tahu atau terpergok pelayan lain. Nafasnya memburu begitu sampai kamarnya yang terletak di belakang. Profesinya hanya sebagai tukang kebun, memudahkan dirinya untuk keluar masuk dengan leluasa. Tak seorangpun menduga, ia mencintai nyonya besar kedua dengan caranya tersembunyi dibalik kebisuannya.

avataravatar
Next chapter