webnovel

Sedetik Ciuman Pertama

Tjhin telah selesai mandi pria itu keluar dengan hanya mengenakan handuk mandi yang menutupi pinggang, mata Lediya terbelalak kaget segera ia menutup matanya.

"Yaaaa, kau kira ini di kamarmu cepat pakai baju sana di walk in closet, kau telah menodai mata perawanku tau," teriak wanita itu sembari mengibas-ngibas kan tangannya menyuruh pria tampan nan menawan itu segera pergi dari hadapannya.

Melihat tingkah laku calon istri pura-pura nya yang gugup itu sungguh terlihat lucu, timbulah di pikiran pria itu untuk mengerjainya.

Tjhin menghampiri Lediya dengan senyum menyeringai, ia sengaja duduk tepat disamping wanita itu yang masih terus menutup matanya, lalu ia meraih tangan Lediya.

"Kenapa kau harus gugup bentar lagikan kita resmi menikah, tanganmu ini juga boleh kok menyentuh dadaku ini," sembari menempelkan tangan wanita itu ke dadanya,

"Kyaaa hentikan kau sungguh pria tak berakhlak, lepaskan tanganku," teriak Lediya sembari berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Tjhin.

"Lepaskan!jangan sampai aku menghajarmu," ucap wanita itu lagi,

"Oh ya, perlihatkan semua jurusmu padaku aku ingin tahu apakah gadis mungil seperti dirimu ini bisa mengalahkanku," ucap Tjhin menantang.

"Kamar ayahku berada persis di sebelah kamarku, aku tidak mau ia mendengar keributan dari kamar ini yang ada malah curiga, sudahlah aku tidak mau bertengkar denganmu lagi lebih baik aku pergi mandi," ucap wanita itu kesal sembari beranjak dari kasurnya.

Pria itupun segera meluruskan kakinya sengaja untuk membuat wanita itu tersandung, ke isengannya itu berhasil membuat Lediya terjerembab jatuh ke lantai.

Gedebuuk....

"Ouch Aw..., pria s*****g," ucap wanita itu geram sembari mengepal kan tangannya.

Lediya segera bangkit hendak memberikan tinju kepada pria calon suaminya itu, namun tak sengaja kakinya tersandung kembali membuat tumbuhnya oleng sehingga jatuh meniban tubuh Tjhin membuat bibir keduanya tak sengaja bersentuhan.

Cup...

Pria itu terbelalak kaget, saat itu juga mbok Inah membuka pintu kamar.

"Non Ini Cem....,maaf maaf," spontan mbok Inah menutup pintu kamar kembali.

Lediya segera melepas kecupannya lalu tanpa sadar terjadilah saling tatap diantara keduanya, wanita itu masih belum beranjak dari posisinya.

"Hey, mau sampai kapan kau meniban tubuhku seperti ini, atau kau ingin melakukan lebih dari ini sayang," goda Tjhin sembari tangannya mengeratkan pelukan di tubuh Lediya.

"Kyaaa tidak!!, dasar otak m***m," teriak wanita itu lalu memukul pangkal kepala Tjhin, ia segera bangkit berlari masuk ke kamar mandi.

"Ouch sakit..., keras juga pukulan nya aw, " pria itu meringis mengelus-ngelus pangkal kepalanya yang tadi di pukul.

Tjhin segera beranjak berdiri mengambil dan memakai kaos juga celana pendek, wajahnya kembali seperti semula datar juga dingin.

Sementara itu mbok Inah masih berada di depan pintu kamar nona mudanya, ia mengelus dada karena kaget.

"Astaga, saya lupa non Diya kan saat ini sedang bersama dengan calon suaminya, tapi mbok gak sangka non Diya agresif juga," gumam mbok Inah terkekeh.

Mbok Inah melangkahkan kakinya hendak turun kebawah, namun terhenti.

"Wualah sampai lupa mau kasih cemilan malam buat non Diya dan calon suaminya."

Akhirnya wanita paruh baya itu kembali kedepan pintu kamar nona mudanya, kali ini dengan mengetuk pintu terlebih dahulu.

Tok... tok... tok

" Non, mbok mau anterin cemilan malam buat Non dan tuan Tjhin, mbok udah boleh masuk belum?" tanyanya.

Terdengar suara Tjhin dari dalam kamar.

"Masuk, " jawab Tjhin dingin.

Mbok Inah pun segera membuka pintu.

"Mbok masuk ya tuan, ini ada kue kering dan buah silakan dimakan tuan," mbok Inah menaruh nampan diatas nakas.

Tjhin hanya menanggapi dengan deheman, wajahnya terlihat datar karena bagi pria itu semua yang ada dirumah ini tentu saja ia membencinya, ia bersikap ramah dengan mertuanya supaya berhasil memperistri putrinya supaya rencana balas dendam nya berhasil.

"Mbok permisi dulu tuan, selamat malam," ucap mbok Inah lalu segera keluar dari kamar.

"Calonnya non Diya udah seperti CEO dingin tak tersentuh kayak novel atau Drakor yang saya sama non Diya sering baca juga tonton disaat kami senggang," gumam mbok Inah menggelengkan kepalanya.

Lediya mandi dengan berendam dalam bathtub untuk merilekskan diri, lalu ia teringat dengan ciuman tak sengajanya tadi.

"Pada akhirnya, pria itulah yang mengambil ciuman pertamaku, dasar ceroboh kenapa harus tersandung sih," gumam wanita itu sedikit kesal rona merahpun terpancar di kedua pipinya.

Jauh dilubuk hatinya ada perasaan bahagia sekaligus khawatir menjadi satu, takut rasa sukanya semakin berkembang menjadi rasa cinta yang mendalam, dari awal pertemuan wanita itu mengagumi juga menyukai calon suaminya itu, entah hanya sekedar suka atau malah benih-benih cinta mulai muncul, hanya saja ia harus tahu diri karena pria itu tidak merasakan hal yang sama seperti yang di rasakannya daripada hatinya sakit saat mereka berpisah nanti, maka dari itu Lediya harus membentengi dirinya dengan bersikap seolah-olah membenci pria itu untuk menutupi perasaannya yang tak terbalas, karena harga diri seorang Lediya sangatlah tinggi setinggi langit biru.

Selesai membersihkan diri Lediya menjulurkan kepalanya terlebih dahulu matanya berkeliling memeriksa, disaat yakin kalau pria itu tidak ada didalam kamarnya, ia segera berlari hanya dengan berbalut handuk menuju walk in closet segera ia membuka dan menutup pintu lalu menguncinya.

"hehehe, aman," ucapnya.

Ia lalu membalikan badannya, akan tetapi pria itu ternyata berada didalam walk in closet.

"Kyaaa kau..., kau ngapain disini bukannya kamu ada diluar kamar," ucap Lediya gugup.

Buru-buru tangannya menyilang menutup bagian atasnya yang hanya berbalut handuk.

Tjhin meneguk l***h nya susah payah saat melihat tubuh wanita dihadapannya yang hanya berbalut handuk itu terlihat sangat cantik dan seksi, lekukan leher yang cantik, kulitnya yang putih mulus, bibir merah mudanya yang seksi, baru kali ini Tjhin menyadari betapa cantik juga indahnya seorang Lediya, ditambah mereka berada di walk in closet yang cukup kecil.

"Kau sepertinya tidak memahami situasi, apa kau sengaja menggodaku," ucap pria itu menyeringai lalu berjalan mendekati wanita itu perlahan.

"Berhenti atau kau kuhajar, menjauhlah," ucap Lediya gugup sembari mengeluarkan kuda-kudanya.

-Tapi aku cuma berbalut handuk, kalau aku mencoba mengeluarkan jurusku bisa-bisa handuk di tubuhku ini terlepas, itu bisa jadi lebih berbahaya. (batin Lediya).

-S**l, aku pria normal tidak mungkin bisa aku menahan nya. Kalau terus seperti ini tubuhku bisa mengkhianatiku aku harus segera keluar dari tempat ini. (batin Tjhin)

Pria itu terus berjalan maju Lediyapun terus menghindar dengan berjalan mundur sehingga pergerakannya terhenti saat punggungnya menyentuh daun pintu walk in closet, tangan juga kakinya masih memasang kuda-kuda, mata keduanya pun bertatapan.

"Minggirlah, " ucap pria itu menatap tajam.

Lediya mengerutkan keningnya, dia tidak mengerti maksud perkataan Tjhin.

"Ku bilang minggir! kau menghalangi pintu tau," teriak Tjhin kesal.

Lediya segera menggeser tubuhnya kesamping menjauhi pintu, Tjhin segera membuka lalu membanting pintu dengan cukup keras sehingga membuat Lediya kaget.

" Yaaaa, kau kira ini pintu milikmu kalau rusak kau mau menggantinya haa, dasar pria s*****g," teriak wanita itu dengan nada kesal.

Lediyapun segera mengunci pintu, karena takut pria itu tiba-tiba kembali masuk. Ada rasa kagum dalam dirinya kepada sosok calon suaminya itu.

"Syukurlah Tjhin benar-benar pria sejati, kalau pria lain berada di posisi nya tadi aku pasti sudah habis dilahap mereka," ucap Lediya sembari tersenyum.

"Haaah, untung hanya semalam kalau tidak aku bisa gila dibuatnya, ini bukan niatku sama sekali, setelah menikah kamar kami harus terpisah," gumam Tjhin sembari membaringkan dirinya di kasur.

Pria itu menatap langit-langit, sejenak masih terbayang wajah cantik dan tubuh seksi calon istri pura-pura nya itu yang hanya berbalut handuk, buru-buru ia mengenyahkan pikiran itu dari kepalanya.

"Cih, sebaiknya aku segera tidur," ucap Tjhin membaringkan diri di kasur, ia mengambil guling dan menutupi dirinya dengan selimut.

Setelah selesai memakai Piyama Lediya pun segera keluar dari walk in closet.

"Kau sudah tidur Tjhin, kau tidak ingin menonton televisi sambil menyantap cemilan dan buah ini?" ucap Lediya.

Wanita itu mengangkat lalu membawa nampan berisi cemilan yang diletakkan mbok Inah diatas nakas, ia duduk di sofa dan menyalakan televisi untuk menonton drakor kesukaannya.

"Kecilkan suaranya, aku mau tidur," teriak pria itu tiba-tiba.

"Cih, iya boss besar bawel, " ucap Lediya lalu mengecilkan suara televisi.

30 menit kemudian Lediya mulai merasakan kantuk.

"Hoaaam, sebaiknya aku segera tidur karena besok harus menemani ibunya Tjhin berbelanja," gumamnya lalu mematikan televisi.

Wanita itu melihat ke arah kasur,

"Apakah dia sudah tidur, " ucapnya.

Kakinya mulai mengendap-ngendap mendekati Tjhin untuk memastikan apakah pria itu sudah tertidur pulas. Lediya berdiri di samping ranjang dimana calon suaminya itu terbaring lelap, ia menatap lekat-lekat wajah tampan campuran 3 artis drakor favoritnya itu.

"Melihat wajahnya yang tertidur seperti ini sungguh seperti bayi yang tidak berdosa, begitu lembut dan sangat tampan, namun kenapa kalau terbangun kau begitu dingin tak pernah kulihat senyuman hangat di wajahmu. Kau memang pria yang sangat malang pasti dirimu belum bisa melupakan kekasih mu yang telah tiada itu, " gumam Lediya.

" Sudah puas melihat wajah tampanku ini," tiba-tiba Tjhin bersuara, pria itu membuka matanya lalu menarik tangan Lediya, sehingga tubuh wanita itu terjerembab di atas dada bidangnya.

Bruuuk....

Bersambung....

Next chapter