1 Prolog

"Kali ini masalah apa lagi yang kau perbuat?" Wanita dengan rambut sebahu itu menatap lelaki yang duduk di depannya dengan tangan bersedekap. Sorot mata bening yang biasanya memantulkan sinar nyaman, kini berubah mengerikan. "Tante Diana bahkan tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk merubah sikapmu itu." Gerutunya. Sambil menghela napas panjang begitu tak mendapat respons dari lelaki di depannya itu. "Alghara?"

Alghara, atau yang kerap di panggil Ghara itu mengedikkan bahu tak acuh. Lelaki yang memiliki wajah tampan itu bahkan dengan tenang menyeruput kopi Moca buatan Arabella dengan gestur tubuh tenang. Seolah yang dikatakan oleh wanita di depannya itu bukanlah hal yang besar.

"Memangnya apa yang sudah kulakukan?"

Arabella menggelengkan kepalanya takjub. "Setidaknya perlakukan mereka dengan baik."

"Bukankah aku sudah biasa melakukannya. Kenapa kalian baru memprotesnya." Decaknya tak terima.

Arabella menghela napas lelah, menyandarkan punggung kecilnya di sofa dan kembali menggeleng pelan dengan tingkah pola lelaki di depannya itu.

"Tapi Ghara, setidaknya bersikaplah baik pada wanita..."

"Menurutmu aku bisa melakukannya? Lagi pula, bukankah aku sudah biasa memperlakukan mereka seperti itu." Potong Ghara cepat. "Dan aku tidak butuh bantuan Mama untuk masalah seperti ini."

Dan apa yang Ghara katakan memang benar adanya. Tanpa bantuan dari wanita yang sudah mengandungnya selama sembilan bulan lamanya, Arabella percaya dengan penglihatan matanya sendiri jika Ghara tidak akan kekurangan stok perempuan jika di dalam perusahaan yang ia pimpin, terdapat begitu banyak wanita cantik yang siap menjadi pasangannya kapan pun lelaki itu inginkan.

"Ada baiknya jika kau bilang pada Mama untuk tidak ikut campur dalam urusan pribadiku."

"Jika bisa kulakukan, pasti tante tidak akan berkeluh kesah tentang perbuatan mu tadi siang," Keluh Arabella.

Sejenak tak ada suara yang meluncur dari ke dua orang dewasa itu. Namun, begitu tatapan Ghara bertumpu pada wanita yang sudah sangat mengenalnya baik buruknya, sesuatu dalam otak pintarnya mengudara seperti listrik.

"Bagaimana kalau... " kalimat Ghara terhenti sejenak dengan mata menatap Arabella lekat-lekat. Lalu senyum yang sering wanita mungil itu lihat di wajah Ghara seperti momok mengerikan baginya, "bagaimana jika itu kau?"

????

Arabella tak begitu mengerti apa yang sedang Ghara tanyakan. Tapi, saat melihat ada kilat tak biasa yang terpancar di bola mata hitam di depannya, Arabella merasakan akan ada sesuatu terjadi.

"Apa?"

"Kau."

"Ada apa denganku?"

"Mama tidak akan keberatan jika itu dirimu, kan?"

"Dalam hal?"

Lalu, smirk andalan Alghara tercetak jelas di wajah tampannya. "Berpura-pura menjadi kekasihku. Sepertinya bukan ide yang buruk."

"Hahh!!" seru Arabella. Terkejut bukan lagi kalimat yang tepat untuk mengekspresikan apa yang baru saja ia dengar dari bibir lelaki di depannya. "Tidak. Tidak!!" Arabella menggeleng tak setuju dengan ide yang Ghara berikan.

"Kenapa?"

"Aku, denganmu?" Arabella menunjuk dirinya sendiri lalu berganti menunjuk Ghara dengan ekspresi menjijikkan. Lalu kembali melipat tangan di depan dada, "jangan gila!"

"Lalu, apa kau punya ide yang lain?"

Arabella menggeleng pelan, "Sebaiknya kau meminta salah satu pegawai mu untuk berakting menjadi kekasihmu."

"Tck!" Ghara berdecak, "mereka hanya sekumpulan wanita penghibur sesaat."

Jika bukan karena tante Diana yang sudah di anggapnya seperti Ibunya sendiri, maka jangan pernah berharap jika Arabella akan mau bertatap muka dengan lelaki menyebalkan seperti Ghara ini. Meski dia terkenal tampan di kalangan para wanita, tapi bagi Arabella, lelaki seperti Ghara bukanlah lelaki yang cocok untuk dirinya.

"Setidaknya jangan sampai tante Diana tahu kelakuanmu yang sangat minus itu."

"Kalau begitu, suruh para wanita itu menjauh dariku. Bukan salahku jika mereka mendekat dan aku yang dengan senang hati melayani mereka semua."

Kalimat itu meluncur dengan sempurna tanpa rasa bersalah sedikit pun. Arabella yang mendengar nada penuh kepercayaan diri yang meluncur dari bibir lelaki yang sangat di kenalnya itu hanya bisa mendesah pasrah. Arabella sudah terbiasa dan juga sudah bosan mendengar kalimat yang sama di masalah yang sama pula.

Lelaki di depannya ini memang sahabatnya. Lelaki yang memiliki paras tampan dan juga otak yang tidak bisa di remehkan dalam strategi perbisnisan di dalam segala bidang itu memang tidak bisa di remehkan.

Hanya saja, jika sudah menyangkut masalah pasangan hidup, Ghara bukanlah lelaki yang mampu melakukan hal tersebut dengan mudah.

Untuk masalah sensitif seperti itu, dari dulu maupun sekarang, tidak ada satu wanita pun yang mampu bertahan lama jika bersanding dengannya.

Ghara teramat pemilih jika sudah menyangkut soal wanita. Lelaki itu terlalu selektif. Akan tetapi, Ghara akan menerima ajakan beberapa wanita yang menurutnya menarik untuk melewati malam bersama.

Dan Arabella sudah tahu kebusukannya itu dari dulu hingga sampai detik ini.

"Jika kau tidak memiliki ide yang lain, ada baiknya kau diam." Seru Ghara. Mulai kesal dengan kehidupan pribadinya yang semakin di usik. "Urusan Mama, cukup kau dengarkan saja. Tidak perlu memberi nasehat atau apa pun itu."

"Menurutmu aku bisa dengan mudah melakukan itu. Apa kau tahu tante Diana jika sudah mengeluarkan keluhannya tentangmu selama ini." Cerca Arabella.

"Memangnya apa yang Mama bicarakan tentangku?"

Arabella menatap Ghara lekat-lekat, "tante mengira jika kau kelainan seksualitas."

"Apa!!" seru Ghara tak percaya. "Jika aku kelainan seksual, semua wanita yang pernah memiliki malam panas denganku tidak akan mendesah di atas ranjang."

Arabella mengangguk setuju, "Tentu saja. Aku yang paling tahu bagaimana kehidupan pribadimu selama ini, Ghara."

"Mama benar-benar meremehkan bakat putranya."

"Bakat?" tanya Arabella. Kening wanita mungil itu langsung berkerut begitu mendengar kata bakat lolos dari perbincangan.

"Tentu saja. Membuat wanita mendesah nikmat di atas ranjang juga termasuk bakat, Bella."

"Dasar sinting!!"

"Itu kenyataannya, Baby."

Arabella memperlihatkan gerak seolah dia akan muntah mendengarnya. "Terserah apa katamu."

Ghara menarik ke dua sudut bibirnya sekilas. Kemudian, menatap Arabella lekat-lekat. "Ara," untuk beberapa saat, tak ada kalimat yang Ghara lontarkan, namun setelah lelaki itu menarik napas panjang, Ghara kembali membuka suara. "Ide yang sempat ku ucapkan tadi, coba kau pikirkan dengan saksama, Ara."

Dan setelah mengatakan apa yang seharusnya bisa ucapkan, lelaki jangkung itu segera berdiri dari tempat duduknya. Mengabaikan Arabella yang memandang punggung tegap itu menjauh hingga tak terlihat oleh bola matanya yang bening.

"Astaga, kenapa aku bisa terlibat drama keluarga ini sih." Desah Arabella. Merasa berada di tempat yang semestinya tidak ia tempati.

_***_

avataravatar
Next chapter