webnovel

Lost memory and never returned

I dont know what happened?

3 bulan berlalu, aku bahkan masih belum tahu apa yang telah terjadi padaku. Aku kehilangan ingatan setelah selamat dari kecelakaan maut itu. Aku tak ingat apa yang terjadi sebelum dan setelah kecelakaan tersebut terjadi, yang ku ingat aku tersadar dan sudah terbaring di rumah sakit. Dokter bilang aku beruntung bisa selamat dari kecelakaan maut itu, ah.. pikiran ku kosong tak ada satupun ingatan yang muncul setelah dokter bilang kedua orang tuaku tewas meregang nyawa di kecelakaan tersebut. Orang tuaku? apakah kalian tahu bagaimana reaksi ku? biasa saja. Perasaan ku biasa saja seakan-akan aku tak kehilangan apapun, tapi hanya satu yang aku pikirkan yaitu, siapa aku, siapa aku, dan siapa aku. Entahlah.. aku tak tahu apa yang harus aku lakukan, perasaanku kosong bagaikan langit malam tanpa bintang gemintang dan bulan gelap.

Matahari sudah mengintip melalui gorden jendela kamarku, nyanyian burung saling bersautan silih berganti. Aku meringis dibalik selimut, perlahan membuka mata susah payah mengumpulkan separuh nyawa yang belum sepenuhnya berkumpul. Ini pagi kesekian aku memulai hidup dengan keterbatasan ingatan yang sudah hampir 4 bulan menjalani terapi untuk memulihkan semua ingatanku, tapi tak ada sedikitpun kemajuan dari terapi yang kulakukan, meski dokter memvonis ingatan ku bisa pulih dalam 3 bulan tapi tak ada satupun ingatan yang muncul meski ingatan itu hanya setetes air embun. Ya.. walaupun aku kehilangan segalanya termasuk kedua orang tuaku dan siapa diriku, aku masih memiliki seseorang yang mengaku sebagai sahabat ku Nandira yang dengan sabar mencoba membantu memulihkan ingatanku. Dia bilang semua orang bilang bahwa kita seperti saudara kembar, bukan hanya dari nama yang hampir sama tapi wajah kami cederung mirip satu sama lain. Aku masih bersiap untuk berangkat ke sekolah, tetapi Nandira sudah memanggil diluar. Aku buru-buru menyambar tas dan berlari pergi keluar menghampiri Nandira

"Neng Dira gak mau bapak antar?", Supir pribadi orangtuaku menegur melihatku berlari kehalaman. Itu Pak Harto

"Gak usah, Nandira udah jemput kita jalan kaki aja biar sehat", ucapku seraya menghampiri Nandira

"Hai Anindira, bagaimana kita jadi jalan kaki ke sekolah kan?", Nandira mengulum senyum.

"Tentu saja, tapi..", ucapku terhenti.

"Kenapa? kamu masih khawatir bagaimana dengan keadaanmu sekarang?", Dia seperti tahu kecemasan yang aku pikirkan. aku cepat menggeleng meluruskan perkataanku tadi, Nandira tertawa membuatku jadi bingung

"Kenapa tertawa?", Nandira menggeleng cepat dan menatapku dengan serius "Kamu gak perlu khawatir dengan keadaanmu sekarang, aku yakin cepat atau lambat ingatanmu pasti akan kembali", semangatku untuk pulih kembali dengan cepat namun masih terbesit apakah keajaiban itu akan datang atau tidak.

Seluruh sekolah sudah tahu apa yang terjadi padaku termasuk para guru, itu adalah salah satu hal yang membuatku sangat takut menginjakan kaki kembali ke sekolah. Setibanya kami digerbang sekolah salah seorang siswi berambut pendek sipit dan berkacamata menatapku menganga, aku mulai takut dan canggung melihat ekspresi wajah dia saat menantapku begitu

"Dia kenapa?", bisik ku pada Nandira

"ANINDIRA!", teriaknya membuatku kaget. Sontak seluruh siswa yang berada digerbang sekolah menolehku bersamaan, membuatku semakin takut.

"Dia selamat dari kecelakaan itu?"

"Dia beruntung masih diberi kesempatan hidup", Itu salah satu kalimat yang ditangkap telingaku. Gadis itu berlari ke arahku dan memelukku dengan erat. Hey! apa yang dia lakukan..

"Anindira kau baik baik saja kan?", ucapnya sambil melepaskan pelukannya bergantian menatapku penuh haru. aku hanya mengangguk tanpa tahu siapa dia.

"Dia baik baik saja meski Anindira...",

"Siapa.. kau?", Ucapku pada gadis berkacamata itu.

"Hah? Apa yang kamu katakan barusan?", sigadis berkacamata itu, aku tetap menanyakan pertanyaan yang sama padanya.

"Kamu gak ingat aku? aku Medina Sahabat mu..", ucapnya tak percaya. Medina? Ya ampun! bagaimana ini? aku tak ingat siapa dia jangankan Medina bahkan akupun tak ingat siapa Nandira.

"Maaf.. aku tak tahu siapa kau.. maksudku aku tak ingat apapun tentang kau..", aku sedikit takut salah berucap pada gadis itu karena kulihat sepertinya dia gadis yang lembut.

"Kamu hilang ingatan Anindira? Apa aku benar Nandira?", Medina menatap Nandira, dia mengangguk perlahan. Sontak semua siswa menatapku lagi dengan tatapan tak percaya apa yang dikatakan Medina barusan.

"Maafkan aku.. Medina..", ucapku perlahan sambil beranjak meninggalkan mereka berdua.

"Kamu mau kemana Anindira?", Nandira mengikuti langkahku. "Maaf tinggalkan aku sendiri dulu ya Nandira", ucapku mempercepat langkah.

"Anindira...", ucapnya. "Apa dia baik baik saja?", Medina menghampiri Nandira

"Biarkan dia sendiri dulu",

Aku tak tahu hendak kemana, aku berjalan sesuai dengan langkah kakiku membawaku kemana. Aku sampai di aula sekolah, menatap sekitar mencoba mengingat apa yang pernah terjadi disini ditempat ini.. tapi tak ada satupun ingatan yang muncul.

"Anindira?", Sebuah seruan membuatku menoleh dengan cepat mencari sumber seruan itu, ada seorang siswa berdiri didekat pintu aula sambil tersenyum.

"Apa yang membawamu keaula bukankah kau sangat anti di ajak ke aula?", dia terkekeh kecil sambil mendekat.

"Apa maksudmu.. aku tak pernah ke aula?",

"Iya.. kamu gak pernah mau bila di ajak keaula jika terpaksa harus berkumpul disini bersama semuanya..",

"Siapa kau?",

Next chapter