webnovel

Hari bersamamu

Jakarta

Awal 2010

Abel berlari cepat menyusuri lorong koridor kampusnya dengan kedua tangan sibuk mengikat rambutnya kebelakang, sedangkan bibirnya mengapit map yang didalamya berisikan lembaran-lembaran kertas tugasnya. Dia celingukan mencari wajah seseorang yang sudah lama menunggunya.

Gadis itu tahu bahwa dirinya sudah melewati dari batas waktu yang di janjikan oleh Kevin. Tepat di belakang sebuah pot besar yang di tanami pohon palem pria itu sedang duduk sambil membaca sebuah buku yang di pegangnya dan nampak begitu serius. Abel tersenyum lebar kemudian mengambil alih posisi map yang tadinya berada di bibirnya kini ia pindahkan ke kedua tangannya.

Dia berjalan menghampiri Kevin yang sudah lama menunggunya dengan santai seperti tidak ada sesuatu yang terjadi. Pada dasarnya memang selalu begini, ia tidak pernah merasa bahwa dia itu sang ratu telat yang selalu membuat orang jengkel karena menunggunya, tetapi tidak dengan Kevin. Pria ini berbeda dari kebanyakan orang-orang yang memiliki janji dengan Abel.

Buktinya saja kini Kevin tersenyum lebar saat gadis itu muncul di hadapannya, bahkan dia segera menutup buku yang sedang di bacanya. Kevin memandang sebentar ke arah Abel sambil tersenyum.

"Tiga puluh menit lima belas detik." Ucap Kevin sambil melihat jam di tangan kanannya. Seketika Abel menggembungkan pipinya membuat dia tampak begitu lucu di mata Kevin. Cinta itu buta kan? Semua nampak indah di mata mereka yang sedang mabuk kepayang.

"Kamu tahu sendiri jalanan macetnya seperti apa." Jawab Abel enteng. "Ini yang terakhir. Aku janji." Abel mengacungkan jari tengah bersamaan dengan jari telunjuknya dan memasang wajah yang meyakinkan.

"Tidak perlu berjanji padaku. Aku tidak masalah jika harus menunggumu seharian, tapi coba berubahlah untuk dirimu sendiri menjadi orang yang lebih mandiri dan tepat waktu."

Abel menghela napas dan berdecak mendengar rentetan kalimat Kevin yang seperti orang tuanya. Kevin memang seperti ini jika Abel melakukan suatu kesalahan, tidak pernah marah tetapi selalu menasihatinya panjang lebar membuat gadis ini bosan.

"Kalau begitu berubahnya nanti-nanti saja, selama kamu tidak akan bosan menungguku tidak masalah bukan?"

Kevin hanya terkikik mendengar ucapan Abel dan ekspresi wajah Abel cemberut. Kevin mengulurkan tangannya lalu mengacak-ngacak rambut Abel pelan sementara Abel sama sekali tidak keberatan dengan hal itu.

Secara bersamaan Abel menyambar minuman yang ada di depannya tapi sebelum minuman itu sampai ke mulutnya, Kevin langsung merampasnya dengan cepat. Abel membelalakan matanya karena kaget dan hampir menyemburkan makian pada Kevin.

"Ini bekas orang Bel! Kau ini sembarangan sekali." Tegas Kevin sebelum gadis itu mengeluarkan suara. Sementara Abel langsung membulatkan mulutnya dengan sedikit menundukan kepalanya karena malu. Kevin menghela napasnya dan menggelengkan kepala.

Kemudian Kevin beranjak dari kursinya dan pergi ke kantin membeli minuman untuk Abel. Tidak lama kemudian satu jus jeruk datang. Abel tersenyum lebar seakan-akan baru pertama kali dia melihat minuman itu.

"Waah kau tahu apa yang aku mau." Abel menyambar jus jeruknya sebelum Kevin berhasil meletakkannya di atas meja. Kevin tersenyum kecil.

"Tidak usah berlebihan, kita sudah bersama cukup lama. Untuk sekadar tahu minuman favoritmu itu bukan suatu hal yang istimewa."

"Tapi ini bagus Kevin." Jawab Abel ngotot. "I love you." Lanjut Abel mendayu-dayu dengan nada bicara yang menggoda.

"I love you too." Balas Kevin datar sama sekali tidak romantis membuat Abel terkikik geli.

"Emmm sebenarnya aku ingin kencan pertamaku pergi liburan ke luar negeri." Mata Abel menerawang. "Negara mana saja yang ada saljunya. Karena aku penasaran, salju itu sama engga sih kaya es serut."

Kalimat Abel di tutup oleh cengiran lebar yang terbit di wajahnya. Sementara yang di lakukan Kevin, menatap Abel dengan tajam seakan melihat kekecewaan pada diri Abel.

"Maaf." Kevin bergumam.

"Hah? Kamu enggak usah minta maaf." Jawab Hyejin. "Itu dulu, tapi sekarang aku lebih menyukai kenyataan bahwa kita bersaama-sama. Oke?" Abel langsung memeluk Kevin walaupun mereka berada di tempat umum, dan sepertinya Abel memang sama sekali tidak peduli di mana dia berada.

"Aww." Kevin meringin, dan Abel langsung melepas pelukannya. Kevin memegang pundak sebelah kirinya membuat Abel nampak kebingungan.

"Kenapa?"

Tanya Abel heran, dan dengan cepat menurunkan kaus oblong Kevin di bagian bahu, yang langsung menampakan lebam kebiruan di sana. Hati Abel langsung mendadak seperti tersengat lebah saat melihat luka tersebut dan raut wajahnya berubah marah. Dia tahu apa yang sedang terjadi pada Kevin dan siapa yang membuat luka di lengan Kevin tersebut.

"Sudah aku bilang, kamu bisa mati di tangan ayahmu sendiri."

Tandas Abel dengan kesal. Gadis itu sudah merasa muak dengan kelakuan ayah Kevin yang seperti orang tidak waras. Selalu melakukan kekerasan fisik kepada Kevin membuat pria tersebut selalu mendapat luka-luka lebam di tubuhnya.

Pemandangan seperti ini sudah tidak asing lagi bagi Abel, oleh karena itu gadis ini tidak habis pikir bagaimana bisa seorang ayah tega melakukan kekerasan fisik terhadap anak kandungnya sendiri.

Sudah berkali-kali gadis itu memperingati Kevin untuk melaporkan ayahnya saja ke polisi, tapi Kevin tidak mau menuruti. Dia masih memiliki hati nurani untuk tidak melaporkan ayahnya sendiri kepada pihak yang berwajib. Dia berpikir, walau bagaimanapun pria itu adalah ayah kandungnya sendiri.

"Ayahku tidak akan sampai hati membunuhku, Bel."

"Tidak sampai hati katamu?" Abel mendengus tidak percaya. "Lalu apa namanya jika bukan tega, memukuli anak kandung sendiri sampai lebam-lebam seperti ini?!" Emosi Abel sudah sampai ke ubun-ubun. "Aku tahu dia ayahmu, tapi kamu juga harus memikirkan keadaanmu, terutama ibumu. Kamu dengan ibumu tidak pantas diperlakukan seperti ini Bel. Walaupun dia ayahmu tapi kamu ini manusia yang seharusnya mendapat kasih sayang dari ayahnya, bukan kekerasan seperti ini. Paling tidak, kamu harus mendapat hak sebagai seorang anak!" Abel tidak bisa menyembunyikan kebenciannya terhadap ayah Kevin

"Ayahku punya teman seorang pengacara. Dia bisa membelamu dengan ibumu di pengadilan nanti."

"Tidak!" Tolak Kevin cepat. "Keluargamu bisa tahu keadaan keluargaku. Apa yang akan dikatakan keluargamu jika tahu bahwa putrinya berhubungan dengan pria yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis."

"Kevin, ini bukan saatnya memikirkan keluargaku."

"Arabella." Abel merengut. Kalau Kevin sudah menyebut nama lengkapnya, itu artinya Kevin sedang berada di ambang kemarahan.

Mereka saling pandang satu sama lain seakan mengisyaratkan apa yang mereka inginkan lewat mata. Abel menelan ludah merasa lelah, sekeras apapun Abel meminta tetap saja Kevin akan bersi kukuh untuk menolak. Kevin mengulurkan tangannya menyentuh pipi Abel dan membelai dengan ibu jarinya.

"Aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Kamu jangan terlalu mengkhawatirkanku seperti ini."

"Tapi aku ingin kamu hidup, Vin." Jawab Abel jengkel.

Kevin tersenyum kecil. "Siapa bilang aku akan mati hanya karena dipukuli ayahku sendiri, dia bukan Tuhan Bel. Dan aku akan terus hidup selama kamu masih disisiku."

Ini kalimat terindah yang pernah Abel dengar dari mulut Kevin, tapi tidak dengan suasana hatinya. Rasanya ingin sekali Abel lari dan bertemu dengan ayah Kevin, kemudian membalas semua yang telah dia lakukan terhadap Kevin, tapi itu semua tidak akan pernah terjadi mengingat bahwa dia adalah seorang perempuan dan Kevin pasti akan sangat marah jika Abel sampai melakukan hal nekat seperti itu.

Next chapter