webnovel

Bantuan Zean kepada jovan

Jovan terus memikirkan bagaimana itu bisa terjadi pada dirinya, bagaimana ia bisa terhempas ke zaman yang lebih modern dan begitu cangih. Saat keluar dari kereta tujuan Bandung-Jakarta, Jovan pelan-pelan melangkahkan kakinya keluar dari setasiun tersebut dan ia melihat suasana masa sama seperti semula saat ia meninggalkan kota ini. "Em... pak kalau boleh tau sekarang hari apa? dan tahun berapa?." Jovan tiba-tiba memhampiri seorang pria yang tengah sibuk bermain dengan telepon selulernya. Orang tersebut menjawab"em sebentar sekarang hari..senin. Tahun 2019." Pria tersebut sebelum menjawab pertanyaan Jovan melihat telepon selulernya untuk memastikannya."Terimakasih pak." ucap Jovan dengan sopan. Pria tersebut melihat jovan dengan tatapan yang susah di artikan.

Jovan akhirnya mengerti dengan apa yang menimpanya ia berada di tahun 2022 itu hanya satu hari. Ia berangkat pada hari senin dan sampai jakarta lagi sudah hari selasa. Jovan masi tidak hambis pikir karena kejadian itu benar-benar terjadi padanya.

Setelah jovan meninggalkan stasiun tersebut ia ingin beristirahat untuk menenangkan tubuhnya.Namun Jovan lupa bahwa masa habis kontrakannya sudah beakhir, Jika Jovan menyewanya lagi itu tidak akan cukup uangnya karena uang yang tersisa hanya RP.200.000, bagaimana ia bertahan di ibu kota iyang keras ini belum lagi ia telah di PHK oleh perusaannya.

Aku harus bagaimana agar bertahan?

Jovan terduduk di halte bus, sambil menunggu bus datang ia menyalakan telepon selulernya yang ia matikan sendari tadi. Jovan sibuk mencari kotak di teleponnya dan ia menemukan nama Zean disana yang tidak lain adalah sahabatnya di jakarta ini.

Tut....tut.....

"Ho....am... Hallo." ucap seorang yang berada di sebrang telepon. "Siapa ini?" lanjutnya.

"Ini aku Jovan.". "Oh kenapa jo?." saat mendengar yang mengubungi nya ialah Jovan ia terbangun dari posisi tidur ke dalam posisi duduk.

Zean merasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu, karena Zean tahu Jovan tidak pernah menghubunginya melalui telepon, ketika ia membutuhkan Zean ia langsung datang ketempatnya. Bukan melalui via telepon kecuali dalam keadaan terdesak saja ia menghubungi Zean lewat telepon.

"Kenapa jo? kau sudah sampai di bandung.?" tanya Zean.

"Yah aku sudah sampai di Bandung tapi aku kembali lagi ke jakarta."

"What?? maksud lo lo uda nyampe di bandung lalu lo ke jakarta lagi, Bukannya kamu ingin tinggal di sana dan tidak kembali lagi kesini. Apa lo berubah fikiran." Zean tidak habis pikir kepada sahabatnya ini, dalam hati ia mengumpat "Gila kali ya dia sudah nyampe bandung ngapain dia balik lagi kesini hanya dalam waktu beberapa jam. Kurang piknik kali dia?." Zean mengeleng-ngelengkan kepalanya karena apa yang sahabatnya perbuat.

"Ceritanya panjang Zean. Aku tidak habis pikir dengan apa yang terjadi padaku.'

"Emangnya lo kenapa Jo?.". "Zean boleh gak malam ini aku numpang di tempat kamu ?."

"Yaelah jo lo ini kaya gak biasa numpang disini aja loh.". " Ok gwe kesana."

Tidak lama kemudian setelah Jovan menutup panggilan dengan Zean bus kota datang.

Sesampainya Jovan dirumah Zean, Jovan terus -terusan mendapatkan pertanyaan bertubi-tubi dari mulut Zean. Namun Jovan tidak menghiraukannya, dalam posisi tiduran dan menghadap langit-langit rumah, Jovan terus mengedipkan mata dan ia berfikir apakah kejadian itu bisa terjadi lagi padanya, dan bagaimana ia bisa melakukannya.

Tiba-tiba saja Zean memukul perut Jovan yang menbuat jovan kesakitan dan akhirnya merubah posisinya menjadi duduk sambil memengangi perutnya."Kenapa si loh?" ucap Jovan." Lo yang kenapa jo, dari tadi gwe ngomong sama lo! bukan sama tempok. ck."

Jovan lagi-lagi tidak menjawab ucapan Zean ia kembali memikirkan sesuatu dan fikiran itu buyar saat tubunya terhempas jatuh kebawa ranjang kasur tersebut. Jovan yang melihat Zean yang terlihat kesal padanya, namun Jovan masi menampilkan raut muka datarnya. Dan akhirnya mereka bertukar posisi Zean yang sendari tadi duduk di kursi kerjanya dan kini tengah berada di atas kasur miliknya yang sendari tadi di tiduri oleh Jovan.

Jovan bangkit dari jatuhnya dan duduk di kursi yang tadi di duduki oleh Zean. Jovan melihat kearah Zean yang tengah terpejam di atas kasur itu. "Zean lo percaya gak kalau zaman modern ini yang di anggap oleh sebagian masyarakat itu mitos dan kejadian tersebut sebenarnya nyata dan..." Belum selesai Jovan menyelesaikan kalimatnya Zean berteriak" Jo! plis deh, kalau mau cerita ke intinya aja bisa gak. Gak usah muter-muter kek elu mau ke tempat gwe aja sampai muternya ke bandung." Zean berkata dengan posisi tertidur sambil memejamkan matanya.

Jovan yang mendegar ejekan itu melemparkan benda yang tergeletak di atas meja yang berada di sana ke arah Zean."Gwe serius Zean.". "Gwe lebih serius jo."

3 tahun kemudian

Jovan berjalan di sebuah gedung yang menjulang tinggi tersebut. Banyak orang-orang di sana yang membukuk dan menyapanya, Jovan yang melihat hal itu, terus berjalan dan mengabaikan semua orang membungkuk dan menyapanya padanya. Ia telihat rapih dan berwibawa mengenakan jas bergaris biru tua itu. Dengan tangan yang ia letakkan disakunya dan di tambah tatanan ramput yang begutu rapih mebuat ia seperti orang yang bijaksana. Dengan muka yang sempurna, apalagi pahatan rahang yang bigitu kokoh membuatnya benar-benar menyerupai seorang dewa yuninai.

"Bagaimana perkembangan proyek kita yang berada disemarang." laki-laki itu menanyakan pada seorang asisten yang tengah berjalan disampingnya dengan suara yang begitu berwibawah sekali. " Proyekn yang di semarang selama ini berjalan dengan baik pak." seorang sekertaris yang menjawabnya dengan suara lembut dan terihat begitu terampil, ia adalah Renata.

"Lalu bagaimana dengan yang di surabaya." lanjutnya. "Yang di surabaya kita belum bisa menyelesaikannya dalam waktu enam bulan pak, karena proyek yang di sana kita mengalami kendala yang tidak begitu besar namu cukup membuat proyek ini tertunda untuk sementara waktu." tegas sang sekertaris tersebut. "Tolong berikan aku file tentang proyek yang berada di surabawa dan letakkan di meja saya." Setelah mengatakan ini Jovan sudah sampai di pintu keluar gedung tersebut dan ia masuk kedalam mobil mewah itu. Saat Jovan menutup pintunya sang sekertaris membukuk sebagai tanda hormat kepada atasannya.

Mobil yang Jovan tumpangi melaju dengan sangat cepat menuju ke arah rumahnya. Dengan jarak tidak begitu jauh dari kantornya sekitar duapuluh lima menit perjalanan ia sampai di depan rumahnya.

Lihatlah bangunan yang tinggi nan megah itu, bagaikan istana kerajaan yang tidak akan pernah runtuh. Tiba-tiba saja ketika mobil tersebut memasuku pekarangan rumah, pagar yan tadinya tertutup tiba-tiba saja terbuka sendiri tanpa ada seorang yang membukannya. Benar-banar cangih.

Next chapter