2 chapter 2 | Boneka Dasboard

Arkenzo Candra Widarto dan Galang Darmawan.

Entah mengapa rasanya kalau dekat -dekat dengan mereka berdua, pasti bawaanya pengin nyeleding. Nuke dan Mela berulangkali bergidik kesal, karena terus di usili oleh mereka berdua.

" Dartooo!!"

Seketika seisi kelas hening, semua menatap ke arah Nuke. Tak lama kemudian..

"Darto?"

"Hhuaaaaaaa."

Seisi kelas tertawa melihat cowok terganteng sekaligus terkutuk di kelas di panggil dengan nama kuno yang terkesan ndeso.

Kenzo menatap Nuke kesal. Seumur hidup, baru kali ini ada yang memanggilnya dengan panggilan Darto. Bukanya Kenzo malu. Tapi kalau nama Kenzo aja udah keren, kenapa harus dipanggil Darto?

Cuusss

"hhaaaaaa!!"

Nuke menjerit, Kenzo baru saja menyuntikan sebuah jarum pentul kelenganya, dengan sengaja! cewek itu menghentakan kakinya kelantai dengan keras. Ya, Kenzo dan Galang memang hobi mengumpulkan jarum pentul yang mereka curi dari cewek-cewek berhijab di kelas. Sialan! pantes aja Juminten Solehah sering marah-marah karena kerudungnya selalu mlorot kedepan.

"Ke, mendingan kita duduk di luar kelas aja yuk, dari pada badan kita panas dingin ngladenin mereka," ajak Mela yang langsung di setujui oleh Nuke.

Sampai di luar kelas, Nuke dan Mela mendaratkan tubuhnya di bangku panjang yang tersedia di depan kelas.

"tarik nafas Ke," instruksi Mela, sembari ikut melakuan apa yang diucapkannya.

Nuke menurut, emosinya kembali setabil. Dia benar-benar muak dengan dua cowok sialan itu. Kerjaannya cuma bikin kelas gaduh, bahkan tak jarang membuat sedikit guru merasa jengkel setiap kali mengajar di kelas sebelas IPS dua.

"Jumi!"

Panggil Nuke pada ustadzah kelas yang bernama lengkap Juminten Solehah. Kebetulan dia datang. Penampilanya emang ukhti, sempurna untuk dipanggil ustadzah. Tapi sifatnya. Jangan salah, sungguh BRUTAL.

"Apa!?" tanya Juminten tak sabaran.

"Lo tau nggak? Ternyata yang sering ambil jarum pentul di atas pala lo itu, Darto sama Galang, amukin aja mereka Jum!!."

Juminten tersenyum kecil mendengar jawaban Nuke " Gue udah tau," ucap Jumi santai.

"Lo kok nggak marah sih, Jum?" Mela ikut menambahi. Dia sedikit tidak puas dengan respons Juminten yang biasa-biasa saja.

"Males ah, gue yakin suatu saat, mereka bakal kena azab dari Allah karena sudah menganiyaya hati wanita suci seperti Jumi!" Jumi tersenyum, membetulkan kerudungnya lalu pergi meninggalkan Nuke dan Mela.

"Sok suci lo Jum! Gaya banget mau sabar, nanti kalau krudung lo udah mlorot, baru! satu kelas lo omelin," sembur Mela. Juminten malah membuat suasana hati mereka semakin memburuk.

Nuke menatap sekeliling, mencoba menetralkan kembali suasana hatinya.

Dia melihat ramainya siswa-siswi yang berlalu-lalang di depannya. Maklum, istirahat siang, perut sedang lapar-laparnya, ditambah dengan hari yang sangat terik, membuat para siswa lebih bersemangat berbondong-bondong memburu minuman di kantin untuk melicinkan tenggorokan mereka.

Nuke tersenyum, saat salah satu teman kelas sepuluhnya dulu, lewat menyapanya dengan ramah. Tak terasa hampir dua tahun dia menjadi siswa sma. Padahal, rasanya baru kemarin dia mengikuti MOS.

Dua tahun berlalu di SMA Edelweis, cewek blasteran Jawa dan Arab itu kini berusia usia 17 tahun. Nuke ingat betul, selama 17 tahun dia hidup, dia baru tiga kali merasakan yang namanya jatuh cinta.

Hatinya, pertama kali dia jatuhkan kepada seorang cowok bernama Sahala. Dia salah satu siswa terbandel di smp dulu. Brandalan, kerjaanya ribut sama anak sekolah tetangga, kalau nggak, minggat dari sekolah karena nggak bisa ngrokok sama teman- temanya. Beruntung, saat Sahala menembaknya dulu, Nuke sudah membuka matanya lebar, kalau Sahala bukanlah cowok yang pantas mendapatkan hati putih nan bersih milik Nuke.

Banyak orang bilang, kalau cinta pertama itu sulit di lupakan. Tapi sama sekali tidak berlaku untuk Nuke. Dia sering geli sendiri ketika mengingat cowok itu. Bukanya dia menyesal, karena pernah suka pada Sahala. Dia hanya heran saja pada dirinya sendiri, kenapa bisa dia jatuh cinta pada cowok seperti Sahala.

Sementara cinta keduanya bernama Marvel. Dia anak kelas dua belas, saat itu Nuke masih kelas sepuluh. Wajahnya manis sekali. Badanya putih, prawakanya tinggi. Salah satu most wanted yang berhasil membuat Nuke dihujat habis-habisan oleh para fansnya. Dia yang terlebih dahulu mengatakan suka pada Nuke, mendekati Nuke, dan memberikan Nuke perhatian. Dicintai Marvel, Nuke seolah menjadi Cewek paling sempurna.

Namun belum juga sempat jadian, Marvel berhasil menjatuhkan Nuke sajatuh-jatuhnya, dari Nuke yang sempurna menjadi Nuke, cewek yang palingan nelangsa! Kenyataan pahit menghancurkan harapannya untuk bisa menjadi pacar Marvel.

Sindi Soraya, anak kelas sebelas, ketahuan hamil, dan Marvel lah ayah dari anak yang dikandung Sindi. Ternyata sebelum dekat dengan Nuke, Marvel sudah berpacaran dengan Sindi. Nuke dijadikan alibi, karena Ibu Marvel yang bernotabene sebagai kepala sekolah, tidak setuju kalau Marvel berpacaran dengan cewek urakan seperti Sindi.

Kejam!

Setelah kejadian itu, hari-hari Nuke seolah diselimuti awan kelabu. Setiap hari, dia menyetel lagu-lagu galau, sebagai pelampiasan hatinya yang benar-benar kehilangan harapan untuk bersanding dengan Marvel.

Namun berkat dukungan moral dari teman-temanya, Nuke kembali bangkit. Senyum Nuke yang manis, yang saking manisnya sampai bikin eneg, kembali terukir di wajah imutnya. Dia sudah mengikhlaskan Marvel dan mulai bersemangat lagi.

Sampai akhirnya, dia menemukan sesosok OSIS hitam manis, yang membuatnya kembali jatuh hati. Dia adalah....

"Kaino Friq Al Kenzie."

" Kamu dengar bu guru apa tidak!"

Seketika semua menatap sumber suara. Kenzie bergeming, bahkan tak mendengar apapun. Dia menatap lurus ke arah kelas Xl ips 2, tempat dimana dua cewek sedang duduk-duduk. Dari arah yang dia tatap. Nuke dan Mela menatap Kenzie bingung.

"KENZIE!!"

Kenzie terkejut, dia memutar badanya dan menemukan Bu Ani sudah berdiri sambil beracak pinggang di belakangnya "Bu guru?" ucapnya gugup. Dia kembali menatap ke kelas Xl ips 2 dan melihat Nuke dan Mela tersenyum-senyum di sana.

Ah, Kenzie jadi salah tingkah.

"Udah denger sekarang?"

Kenzie mengangguk " Maaf bu, saya lagi nggak fokus."

"Jangan kebanyakan pikiran Zie, olimpiade tinggal dua minggu lagi."

"Iya Bu, maaf."

"ya sudah, ayo sekarang ke lab kimia."

Sebelum melangkahkan kakinya, Kenzie menyempatkan diri untuk menatap kembali cewek yang akhir-akhir ini sangat menarik perhatiannya.

"Lo liat kan ke, dari tadi Kenzie liatin lo mulu."

Nuke menatap Mela tak percaya, namun berharap memang benar ucapanya.

"Masa sih?"

"Iya, kayaknya dia suka sama lo deh."

"Ah, masa sih, Mel?" Mela membuat Nuke bersemu malu.

"iya soalnya lo kan, cantik."

Nuke semakin tersipu dengan ucapan sahabatnya itu, wajahnya merah merona dan tanganya gemas meremas udara.

"Lo juga cantik kok Mel."

"Iya, tapi cantikan lo."

"Yaudah deh, kalau gitu."

Mela terdiam, dia tak bisa berkata-kata lagi. Maunya, Nuke membalas pujianya kembali, eh malah Nuke memilih mengiyakan kalau dirinya cantik.

💌

Nuke menapaki satu persatu anak tangga. Bel pulang sekolah sudah berbunyi satu jam yang lalu. Gara-gara keseringan remidial, Nuke jadi sudah terbiasa pulang terlambat. Sepertinya, hal itu sudah menjadi rutinitasnya sejak smp. Dalam satu bulan sekolah, bisa dihitung seperti ini, Dua minggu untuk memahami materi, satu minggu untuk ulangan harian, dan minggu terakhir untuk remidial. Setiap bulan pasti begitu.

Sebenarnya Nuke tidak bodoh, hanya saja dia kurang berusaha. Ketika dalam memahami pelajaran, dia bisa. Contohnya saja saat pelajaran matematika, saat guru sedang menjelaskan cara menyelesaikan sebuah soal, Nuke bisa memahami bagaimana cara menyelesaikanya. Namun kalau diberi soal yang berbeda angka, baru Nuke kesulitan untuk memecahkanya.

Nuke berjalan melewati koridor yang sepi, saat hendak melewati lab kimia dia memelankan laju kakinya. Dia menatap ke dalam lab dari luar jendela dan menemukan Kenzie masih di sana. Dia tersenyum senang sekaligus kasian. Senang, karena hari ini dia masih diberi kesempatan untuk melihat Kenzie. Kasihanya, Kenzie pasti akan pulang sangat sore, dia yakin Kenzie sangat kelelahan. Dirinya yang hanya duduk memahami pelajaran, yang kadang masuk kadang mental saja merasa lelah. Apalgi Kenzie yang dari pagi sampai sore terus dijejali materi dan melakukan praktek untuk persiapan olimpiade sebentar lagi.

"semangat," ucap Nuke tanpa suara.

Dia kembali melanjutkan langkahnya ke parkiran. Untunglah kakaknya-Dimas, tidak berangkat kuliah hari ini, jadi Nuke bisa meminjam motor metiknya untuk berangkat sekolah.

Sampai di parkiran, Nuke langsung menuju ke ke tempat motornya diparkiran. Baru saja hendak memakai helmnya, seseorang berhasil menghentikan niatnya.

Nuke mati gaya, dia baru sadar kalau motornya terparkir bersebelahan dengan motor Kenzie. Entah lebih pantas disebut sial atau beruntung. duduk di atas motornya, kini Kenzie tengah menatap ke arahnya.

Nuke tidak bisa mengatur ekspresinya, dia menatap ke sisi lain. Hatinya ingin meledak, dia tidak sanggup membalas tatapan Kenzie yang sedekat ini.

"Ehem," Kenzie berdeham, memberi kode untuk Nuke supaya menatapnya.

Nuke ingin sekali pergi, tapi tubuhnya kaku. Sementara Kenzie tertawa kecil melihat Nuke yang salting setengah mati.

"Nuke."

Bluum, Raga Nuke seolah melesat ke udara saat Kenzie memanggilnya. Nuke menoleh. Kenzie tersenyum menyambutnya.

"k-kok lo tau nama gue?"

Bukanya menjawab, Kenzie malah membuat Nuke salah tingkah dengan kembali menatapnya. Dia masih menunggu jawaban dari Kenzie, sebelum cowok itu menunjuk seragamnya dengan jari telunjuk.

"Salsabila Nukaila . A, itu nama lo kan?"

Nuke ikut menatap name tag di seragamnya "tapi darimana lo tau nama Nuke? disini kan nggak tertulis."

Kenzie tidak menjawab, bahkan tidak berniat untuk menjawab. Dia memalingkan tatapanya ke kolong dasbord motornya, Sebuah kotak merah kecil berpita biru.

Kenzie mengambil kotak itu, membukanya dan tersenyum kecil melihat isinya "gue sering dapet kado-kado misterius, kebanyakan, yang ngasih kado-kado ke gue cuma tulis inisial namanya," tuturnya sambil memainkan kotak itu di tanganya.

"mungkin, itu dari cewek-cewek yang suka sama lo," tebak Nuke, bukan tanpa alasan, Kenzie memang banyak yang suka kan?

"lo nggak berniat ngasih apapun ke gue?"

Nuke menganggkat bahunya "nggak, gue mah biasa aja."

Kenzie tersenyum mendengar jawaban Nuke. Nuke yang sadar akan ucapanya, langsung menutup bibirnya rapat-rapat. Bodoh! secara tidak langsung, Nuke mengatakan kalau dia menyukai Kenzie dangan cara yang biasa saja.

"Liat, yang ngasih kado ini inisialnya N, menurut lo siapa ya?"

Nuke mengerutkan dahinya, apa Kenzie sedang menuduhnya? Dia bahkan tidak tau kalau ada kotak di dasboard motor Kenzie.

Kenzie terkekeh pelan, dia tau apa yang dipikirkan gadis di dekatnya "Gue percaya, kalau bukan lo yang ngasih."

Nuke bernafas lega. Kali ini dia bingung harus bagaimana "Gue pulang dulu Zie," pamitnya seraya menyiapkan helm bogonya. Namun tanpa Nuke duga, Kenzie menahan tanganya.

ya, kan! gimana dongg? Nuke speechless, suhu tubuhnya naik. Matahari seolah menertawakan ekspresi wajahnya, hingga hawa panasnya serasa membakar wajahnya sampai merona.

"Nih, buat lo, gue dapet dua."

Kenzie memberikan sebuah boneka dasboard berpegas pada Nuke. Lucu sekali, berbentuk emoticon tersenyum, berwarna kuning kesukaanya. Sambil tersenyum, Nuke menyambut antusias boneka itu dengan tangan kananya.

"Beneran?"

Kenzie mengangguk mantap " gue satu, lo satu."

Nuke senang bukan main. Terlebih lagi, di balik boneka tersebut terdapat huruf N, sama dengan nama depanya.

"Makasih Zie, gue pasang ya?"

Kenzie mengiyakan permintaan Nuke. Boneka itu sudah terpasang sempurna di atas dasboard motornya. Setelah itu, Nuke kembali bersiap untuk pulang, begitu pula dengan Kenzie.

"Gue duluan ya Ke."

Nuke tersenyum mengiyakan. Dia menyiapkan motonya untuk melaju. Belum sempat berjala, Kenzie kembali memanggil.

"Nuke!"

Nuke mentapnya penuh tanya. Sudah cukup, cukup Kenzie membuatnya salah tingkah berkali-kali. Nuke tidak mau melambung terlalu tinggi.

"Iya kenapa?"

" Nama lo lucu."

avataravatar
Next chapter