13 Chapter 13 | Awal Masalah

Yang sudah berlalu seharusnya dibiarkan berlalu, karena terkadang masa lalu itu bisa menjadi racun jika terlalu diperdulikan.

💌

Mendung menghiasi langit pukul dua siang. Anginnya membawa hawa panas pergi dari terikya siang yang berubah menggelap. Jam pelajaran terakhir baru saja di mulai. Nuke menatap ke luar kelas. Hujan belum juga turun, dan Nuke berharap hujan tidak turun hari ini. pasalnya dia punya janji dengan Kenzie, dihari jadianya yang ke tiga bulan, yang jatuh pada hari ini.

Nuke menatap ke belakang, dua teman cowoknya benar-benar tidak hadir. Dasar cemen! mereka takut kakak kelas mengampiri mereka hari ini. Galang beralasan Izin, sama pula dengan Kenzo. Sementara Mela, gadis itu berulang kali meminta maaf atas kejadian kemarin padanya. Tapi dia tidak sepecundang dua teman cowoknya, dia hadir hari ini dan tengah bercerita dengannya.

"Hari ini jadi janjian sama Kenzie?"

"Iya, tapi nggak tau kalau ujan."

Mela menatap suasana di luar "Tapi kayaknya bakal hujan deh, Ke."

Nuke hanya menghela nafasnya. Buku ekonominya dia bolak-balik tidak jelas. Sesekali memainkan poni rambutnya yang mulai menutupi mata, sampai bel pulang sekolah berbunyi. Nuke segera membereskan alat tulisnya, memasukanya ke dalam tas, dan menunggu komando ketua kelas untuk memulai berdoa.

Di depan kelas, Kenzie sudah bersiap. Dia menatap seorang gadis yang berjalan ke arahnya. Untunglah hujan belum turun, jadi dia bisa membawa gadis ini dengan aman dan nyaman.

"Sekarang?" Nuke mengangguk, Kenzie menggandeng tanganya sampai di parkiran sekolah.

💌

Dua gelas coklat dan dua potong rainbow cake mendampingi dua sejoli yang tengah kasmaran itu. Suasana yang dingin ditambah lagu selow yang mengalun memenuhi selururuh ruang di cafe, semakin menambah kesan romantis bagi mereka berdua.

"Abis lulus sma, gue mau masuk akademi militer."

"Serius?"

"Iya, gue pengin jadi abdi negara."

"Amin deh, gue doain lo sukses."

"Makasih, Ke. Emm lo sendiri mau kemana?"

Nuke menelan suapan terakhir rainbow cakenya "Gue masih belum siap kerja, kayaknya gue bakal lanjut kuliah deh."

"Dimana?"

"Belum tau."

Setelah selesai makan dan bercerita panjang, mereka menghabiskan waktu di cafe untuk bermain ludo di hanphone Kenzie. Sudah tiga kali bermain, Nuke tiga kali kena hukuman karena kalah. Hidungnya sudah merah merona sebab kena cubit Kenzie sebagai hukumanya.

Di tengah-tengah permainan mereka, tiba-tiba handphone Kenzie berdering. Sebuah telfon memaksa mereka menghentikan permainannya.

Kenzie dan Nuke secara bersamaan mengerutkan dahinya, melihat siapa yang menghubungi Kenzie saat ini.

Vani is calling.

"Bentar ya Ke."

Tanpa beranjak dari tempat duduknya, Kenzie mengangkat telfon dari orang yang bernama Vani itu.

"Halo Van."

"...."

"Terus?"

"...."

"Kenapa harus Gue?"

"...."

"Iya oke gue ke sana."

Begitu kata-kata yang keluar dari mulut Kenzie saat bebicara dengan orang di sebrang sana. Setelah menutup telfonya, Kenzie nampak gelisah.

"Gue harus pergi Ke."

"Kemana?" apa yang orang itu katakan sampai membuat Kenzie tidak tenang seperti ini.

"Ke ruamah temen Gue," jujur Kenzie.

"Gue boleh ikut?"

Kenzie berfikir sejenak "Boleh," mungkin Nuke juga bisa membantu. Biasanya cewek lebih mengerti perasaan cewek.

💌

Kenzie berhenti di sebuah rumah berhalaman luas. Mereka segera turun dan masuk ke dalam rumah yang terbuka lebar.

Nuke menutup mulutnya, melihat kondisi di dalam rumah yang sangat kacau. Benda-benda pecah dan barang-barang tercecer sangat berantakan. Dia pastikan baru saja terjadi pertengkaran di sini.

"Kenzie!" seru seorang cewek dari arah tangga.

"Dimana dia?" tanya Kenzie, Nuke bisa melihat rasa khawair sekaligus bingung dari ekspresi wajah Kenzie.

"Di atas, lo ke sana sekarang," jawab cewek itu sambil menuruni tangga.

Nuke hendak menyusul langkah Kenzie, namun cewek itu menahan tanganya "Lo di sini aja sama gue."

Cewek itu mengajak Nuke duduk, lalu dia mulai berbicara "Nama gue Vani," ucapnya sambil mengulurkan tangan kananya.

"Gue Nuke, lo yang nelfon Kenzie tadi?"

"Iya."

"Sebenernya ada apa, sih?"

Gadis itu tampak bingung ingin berkata apa. Nuke jadi semakin merasa ada yang tidak beres. Tapi tak lama kemudian, Vani mulai bercerita.

"Jadi temen gue itu lagi Kacau banget, orang tuanya abis bertengkar hebat, lo liat sendiri kan ke adaan rumah ini, temen gue syok, dan dia butuh Kenzie?"

"Dia siapa?"

"Amara, dia pernah deket sama Kenzie, tapi kayaknya dia masih suka deh sama Kenzie."

Mata Nuke seketika panas, sesuatu berusaha menerobos dari kelopak matanya. Sekuat hati berusaha untuk tidak menangis.

"Kok lo bisa bareng sama Kenzie, lo temenya, atau saudaranya?"

Nuke menatap Vani perlahan, apa dia perlu jujur saat ini? tapi untuk apa Nuke berbohong "Gue ceweknya," ucapnya pelan.

Ekspresi Vani seketika berubah, sedikit masam, mungkin dia tidak setuju kalau Kenzie memiliki pacar sedangkan sahabatnya masih menyukai cowok itu.

"NGGAK ZIE!!" teriakan seorang cewek dari lantai atas membuat Nuke dan Vani segera mendekat ke sana.

Di depan sebuah kamar. Nuke menahan nafasnya, merasa teriris dengan pemandangan di dalam sana. Kenzie memeluk Amara, memberikan ketenangan pada cewek itu. Bahkan cowok itu memberikan kecupan di dahi Amara. Nuke segera membalikkan badanya, tak sanggup menatap terlalu lama moment yang begitu menyesakan dadanya.

Nuke berjalan cepat menuruni tangga, mengambil tasnya dan bergegas keluar dari rumah ini. Gerimis mulai turun, saat sudah berada di jalan hujan mulai lebat. Masih terngiang kejadian di rumah Amara tadi. Rasa terkejut Nuke sampai membuatnya tidak bisa menangis. Saat Nuke menatap kembali kebelakang, menatap rumah yang sudah jauh di tinggalkan, dan tidak menemukan Kenzie menyusulnya, baru Nuke menangis.

Air matanya seirama dengan jatuhnya air hujan, tangisnya tersamarkan, siapapun yang melihatnya, mereka akan beranggapan kalau Nuke dalam keadaan baik-baik saja. Nuke menepi di pinggir jalan, duduk sambil menunggu mungkin ada orang yang dia kenal lewat, suasana sudah sangat gelap, mungkin sudah masuk waktu maghrib. Dia ingin segera pulang, dia sembunyikan air matanya dibalik telapak tangan.

Cukup lama, sampai akhirnya Nuke merasa ada yang mendekat, dia menghentikan tangisnya, hujan tak lagi menimpa tubuhnya, ada yang melindunginya dari hujan.

"Kenzie datang?" ucapnya dalam hati, tapi saat dia mengangkat kepalanya.

"Lo ngapain di sini Bab?" Kenzo dan Galang datang setelah melihat seorang cewek berseragam sama dengan seragam sekolahnya menangis di pinggir jalan, di tengah hujan lebat, sendirian pula. Dan alangkah terkejutnya mereka saat mengetahui cewek itu adalah Nuke.

Tangis Nuke seketika pecah, rasanya sangat kecewa karena bukan Kenzie yang menyusulnya, tapi dia juga merasa senang karena bisa menemukan temanya di sini.

"Lo nangis Ke?" tanya Kenzo.

"Bukan, lagi ketawa! Oneng banget sih lo, Ken"

"Gue kan mastiin Lang."

"Lo beneran nangis Ke?" kini Galang yang bertanya.

PLAK

"Berantem aja yuk? gue udah nanya gitu tadi!" kesal Kenzo. Entah mengapa melihat tingkah mereka Nuke jadi tertawa.

"Lah tadi nagis, sekarang ketawa, yang konsisten dong, kalau nangis nangis aja, kalau ketawa ketawa aja, jangan nangis sambil ketawa" kembali lagi, ucapan Galang malah membuat Nuke semakin lebar tertawa.

"Yah, dikira gue lagi open mic kali ya."

"Muka lo muka badut sih," gurau Kenzo. Saat mereka sudah berhenti tertawa, Nuke kembali terlihat sedih. Hujan masih turun dengan derasnya. Dua cowok itu tidak tega melihat Nuke kehujanan seperti ini, apalagi dia baru saja menangis. Mereka mengajak Nuke ikut dengan mereka.

Nuke berdiri mematung, dilihatnya dua buah sepeda terparkir di pinggir jalan. Dia menatap Kenzo dan Galang bergantian.

"Kalian ujan-ujan main sepeda?"

"Aduh panjang ceritanya Ke, sekarang lo bonceng Kenzo ya, soalnya gue baru banget bisa naik sepeda," ucap Galang disertai kekehan.

"Nih, lo pake jaket gue, biar nggak terlalu kedinginan," Galang memberikan jaketnya yang sudah basah kuyup pada Nuke.

Di atas sepedanya, Kenzo sudah menunggu Nuke menghampirinya. Sebelum Naik, Nuke menyempatkan menatap Kembali rumah Amara, rasanya Nuke ingin kembali menangis mengetahui Kenzie belum keluar dari sana Cowok itu sama sekali tidak mencarinya.

"Lo mau bonceng di depan apa di belakang?" pertanyaan Kenzo membuyarkan lamunan Nuke.

Nuke memilih sebentar lalu memutuskan "Di belakang aja Ken."

Kenzo menatap Nuke ragu "Lo yakin? kaki lo gemeteran gitu, bonceng di depan aja sini, nggak perlu canggung, kayak sama siapa aja."

Nuke menatap kakinya yang gemetar sebab kedinginan, lebih baik dia menuruti tawaran Kenzo, kerena jika Nuke paksakan berdiri, mungkin dia bisa jatuh.

"Udah?"

Nuke memposisikan duduknya, mencoba mencari posisi paling nyaman di atas sepeda Kenzo "Udah Ken," ucapnya saat sudah merasa nyaman.

Kenzo melajukan sepedanya perlahan, Galang sudah melaju tidak jauh di depanya. Cewek di boncenganya hanya diam tidak cerewet seperti biasanya. Kenzo mengangkat bahunya mencoba tidak peduli, dia bersenandung kecil, mengusir kebosanan juga membuang sedikit rasa dingin yang mulai menusuk kulitnya.

Hujan kadang mereda, lalu tiba-tiba kembali deras. Nuke kembali meneteskan air matanya, namun cepat-cepat dia hentikan sebelum Kenzo menyadarinya. Terdengar jelas suara Kenzo bernyanyi, Nuke tertawa kecil, mendengar suara Kenzo yang sudah seperti botol diremas, nggak ada nadanya.

"Ayoh loh! lo ngetawain gue ya?" tebak Kenzo, dia melihat punggung Nuke bergetar, dan suara tawa yang samar-samar terdengar.

"Lo ya, udah nyanyi nggak pernah selesai, jelek lagi suaranya."

"Ini karena ujan aja suara gue jelek" elak Kenzo.

"Alesan! Eh, kalian kenapa hari ini nggak berangkat sekolah? Takut disamperin Ariyanto ya?"

"Enak aja" Kenzo langsung menyela.

"Jadi ceritanya. Gue tadi pagi udah nyamperin Galang berangkat sekolah, eh tau-taunya dia belum mandi sama sekali. Dia udah niat nggak berangkat sekolah karena parno di samperin kakak kelas gara-gara kejadian kemarin, awalnya gue mau berangkat sendirian aja. Tapi dicegat sama Galang katanya takut gue kenapa-napa di sekolah"

Nuke berdecik heran "So sweet banget si Galang, terus lo nurut sama dia?"

"Bukan sama dia, tapi sama bokap nyokapnya, mereka mau pergi ke acara hajatan anak temenya, nggak mungkin kan, mereka ngajak anak sekaplak Galang ke acara begituan. Gue di suruh nemenin Galang, katanya, Galang itu rese kalau lagi sendirian, saking maksanya mereka, gue sampai di-bikin-nin surat izin sekalian sama nyokapnya,  jadilah gue nggak berangkat sama si Galang."

Nuke tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Kenzo "Gue sepedaan mendung-mendung kayak tadi tuh, ya buat ngehibur Si Galang yang bosen setengah koid di rumah," lanjut Kenzo.

Nuke tak bisa menghentikan tawanya, temanya ini benar-benar konyol "Kalian ngrasa aneh nggak sih, sama diri kalian sendiri?" tanyanya ketika sudah berhenti tertawa.

"Nggak lah, gue malah seneng sama diri gue yang sekarang, yang aneh tuh lo, ngapain lo ada di sini? nangis-nangis lagi."

"Kepo" jawab Nuke ketus.

"Dasar Abab aneh."

"Diem Ken! Gue lagi nggak mood becanda"

"Nyenyenye.."

PLAK

"Waduh!" teriak Kenzo saat Nuke memukulnya tepat di wajahnya.

Kenzo menghentikan gayuhan sepedanya, lalu menatap Nuke tak menyangka "Lo mau gue turunin di sini?"

"Abisnya lo bikin gue kesel!"

"Tapi nggak usah pake nabok juga," ucapnya sambil menoyor pelan kepala Nuke.

Nuke mendengus kesal. Kenzo mulai melajukan kembali sepedanya "Kalau gue bukan cowok gentle, udah gue turunin lo disini," gerutunya masih belum selesai.

"Yaudah turunin gue aja di sini," Nuke tidak takut dengan ucapan Kenzo. Dia juga tidak keberatan di turunkan di jalanan dari pada bersama cowok yang selalu membuatnya kesal.

"Nggak bisa."

"Kenapa?"

"Karena gue cowok gentle."

Nuke tertawa masam "Bilang aja lo seneng deket-deket gue."

"Ge er."

"Iya kan, lo suka deket-deket sama gue."

"Sekali lagi lo ngomong, gue jampingin lo sekarang."

"Ikh Darto!!" Nuke menjerit kesal, membayangkannya saja sudah mengerikan, bagaimana jika Kenzo benar-benar melakukanya.

"Makanya nggak usah kepedean."

Samapi di rumah Galang, bak istana kerajaan Inggris, rumah ini terlalu besar hanya untuk ditinggali tiga anggota keluarga dan tiga asisten rumah tangga, ditambah satu satpam yang berjaga di luar. Nuke menggelengkan kepalanya, pantas saja Galang tidak takut bodoh.

Masuk ke dalam, mereka langsung di sambut oleh seorang wanita cantik berparas semampai menghampiri mereka tergopoh-gopoh. Wanita bernama Sarah itu menatap mereka khawatir.

"Ya ampun, kalian abis dari mana? Abis ngapain basah kuyup begini?" tanyanya perhatian.

"Aduh mami, jangan nanya-nanya dulu dong, kita lagi kedinginan nih."

Mami? Nuke menatap Galang tak menyangka. Wanita itu terlihat masih berusia dua puluh tahunan, Nuke kira, dia saudara Galang.

"Yaudah sana ganti baju, nanti keburu kulit kalian kisut."

Kenzo mengikuti Galang ke kemarnya. Sementara Nuke masih berdiri tegak di ruang tamu.

"Kamu ikut tante sini" Ajak Sarah. Nuke mengikuti wanita itu dari belakang, menuju sebuah ruangan di lantai dua.

Sarah mengulurkan sepasang baju beserta paper bag pada Nuke "Ini, baju tante waktu kuliah dulu, coba kamu pake, nanti baju yang basah kamu taruh di paper bag."

"Makasih Tante."

"Iya sama-sama."

Nuke masuk ke dalam kamar mandi lalu mulai mengganti pakaianya. Nuke menatap pantulan dirinya di cermin saat sudah selesai mengganti baju. Sedikit tidak percaya, wanita itu benar-benar modis, bahkan pakaian jaman kuliah dulu lebis stylish dibandingan pakaian yang Nuke kenakan sehari-hari.

"Wah, bajunya cocok banget sama kamu, cantik, tapi cantikan Tante waktu dulu sih," ucap Sarah disertai kekehan.

"Tante bisa aja" Nuke tersipu malu. keluarga ini suka bercanda, pantas saja mereka awet muda.

"Yaudah, itu bajunya buat kamu aja, udah nggak tante pake kok, kayaknya juga kamu lebih pantes pake baju itu dari pada tante,"

"Beneran Tan? Nuke jadi nggak enak,"

"Iya, kamu pake aja, nggak papa kok," Sarah menatap Nuke lembut. Nuke jadi merasa diperhatikan oleh ibunya sendiri. Tapi tidak, ibunya tetap nomer satu, tidak ada yang bisa menyamainya.

"Makasih Tante."

"Sama-sama, kalau boleh, kamu sering-sering main aja ke sini, temenin Galang sama Tante, Galang nggak pernah tuh ajak anak cewek ke rumah."

"Siap Tante! sebenernya kita juga punya satu temen cewek lagi loh Tan."

"Oh iya?"

Nuke mengangguk "Iya, namanya Pamella, anaknya humble banget Tan,"

"Kalau gitu pokoknya kalian harus sering main ke sini, oke?"

Nuke tersenyum "Oke Tante," jawab Nuke, Sarah tersenyum karena itu, terlihat jelas kalau dia adalah sosok ibu yang kesepian.

💌

Kenzie melepaskan pelukanya,  cewek di depanya mulai tenang "Lo yang sabar ya Ra," cewek itu mengangguk, lalu menyenderkan kepalanya pada bahu Kenzie. masih terdengar jelas bagaimana cewek itu sesegukan, mengusap sisa air mata yang mengalir deras sebab kejadian yang hampir setiap hari dia lihat.

"Mereka pergi setelah berantem, tanpa memperdulikan keadaan gue, gue takut ngeliat mereka nggak pernah akur," Amara menangis kembali.

"Rumah ini udah ancur, mamah, papah, gue, kita tinggal satu rumah, tapi dengan dunianya masing-masing."

"Lo yang kuat ya Ra," Kenzie memberikan semangat pada Amara, dia kasihan, walaupun sudah tidak ada rasa lagi, namun Kenzie perlu membantunya sebagai seorang teman.

"Lo temenin gue ya Zie."

Kenzie tersenyum mengiyakan. Dia terus menenangkan cewek itu sebelum teringat akan sesuatu. Nuke, dia masih di bawah menunggunya "Ra gue pergi sebentar."

"Kemana?" Amara merasa tidak rela kalau Kenzie pergi dari sisinya saat ini.

"Sebentar aja kok."

"Balik lagi ya Zie."

Setelah mengangguk, Kenzie segera turun ke bawah, dia tidak menemukan Nuke di sana, hanya ada Vani yang tengah duduk sambil memainkan handphone nya.

"Nuke mana?" tanya Kenzie, sambil menatap sekeliling, siapa tau cewek yang di carinya masih di sini.

"Pergi."

Kenzie mengerutkan dahinya "Kenapa lo nggak cegah?" ada nada khawatir dalam ucapanya.

"Dia lari." jawab Vani singkat.

"Apa, kenapa?"

"Nggak tau, abis nyamperin lo sama Amara, dia langsung gitu."

Kenzie mengusap wajahnya kasar, Nuke pasti salah paham dengan perlakuannya pada Amara tadi. Dia berlari keluar rumah Amara. Hujan turun begiru derasnya. Dia merasa sangat bersalah pada Nuke.

Kenzie berteriak keras. Dia harus mencari Nuke. Tapi belum sempat bergerak, Amara berteriak memanggilnya. Cewek itu turun dari kamarnya.

"Kenzie, lo mau kemana?" ucapnya lalu buru-buru menyusul Kenzie ke depan.

"Gue ada urusan Ra, gue harus pergi."

"Katanya lo mau nemenin gue?" rengeknya, air matanya mulai jatuh kembali.

"Gue ada urusan penting Ra."

Amara menangis makin menjadi, Kenzie semakin bingung. Kini harus bagaimana lagi menenangkan kembali cewek ini?

Butuh waktu lama  untuk membuat emosi Amara setabil kembali, itupun setelah Kenzie menawarkan sesuatu  "Dengering gue Ra, kalau lo butuh bantuan, gue siap buat bantuin lo setiap saat, tapi plis, biarin sekarang gue pergi."

Dengan terpaksa, Amara mengangguk "Oke, tapi janji ya?"

"Iya gue janji."

💌

Sudah jauh dari rumah Amara, Kenzie belum juga menemukan Nuke. Dia terus menyalahkan dirinya sendiri ketika membayangkan saat-saat Nuke lari dari rumah Amara, sambil menembus hujan. Dia yakin cewek itu menangis.

"Nuke!" teriaknya, di jalanan yang sepi dan gelap. Berulang kali dia melakukan itu, tapi tidak pernah ada jawaban.

Kenzie menghentikan motornya, dia tidak tau lagi harus mencari Nuke kemana. Hujan tak kunjung reda, bagaimana kalau Nuke kenapa-napa? Kenzie tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika sesuatu yang buruk menimpa cewek itu. Kenzie melajukan motornya kembali, dengan cepat, menuju rumah Nuke.

Suasana sepi, bajuhnya basah kuyup, beruntung hujan sudah reda. Kenzie sudah merasa lega, saat melihat dari luar jendela, Nuke sedang duduk melamun di kamarnya. Cewek itu pasti merasa sangat sedih. Kenzie terus menatap Nuke, tak lama kemudian melihat Nuke mulai menangis.

Disatu sisi dia membuat temanya merasa tenang, di sisi yang lain dia menyakiti hati yang lain.

Nuke tidak melihat Kenzie, lebih baik Kenzie pergi dari sini sebelum Nuke menyadari keberadaanya. Dia akan berbicara dengan Nuke besok, saat perasaan Nuke sudah membaik.

avataravatar
Next chapter