1 Prolog

Proudly

Present

Little Space for you

Kisah kecil untuk seseorang yang selalu ada disisi namun tidak pernah nyata

***

Prolog

Suara mesin, knalpot motor, tawa orang dewasa, tangis bayi dan bunyi desing menyadarkanku. Bahwa aku sedang berada dalam cable car, terduduk dan melihat sekeliling untuk sadar jika aku berada di Pine Street. Daerah sekitar Powell, pada siang hari yang terik tidak terlalu padat penduduk.

Aku tidak mengerti mengapa aku bisa ada di sini. Aku membuka ponselku dan melihat jika sekarang tanggal 27 Agustus 2018. Aku kehilangan dua hari waktuku untuk persiapan kuliahku di sini.

Terlihat Distrik Finansial ketika Cable Car memasuki California Street. Distrik tersebut ada di bagian yang melatar belakangi California Street. Aku menghela napas dan memandangi langit di San Fransisco.

Ketika Cable Car berhenti, aku turun dan seseorang yang tadi duduk disampingku berteriak.

"Hey, Sheryl! Mau kemana kau?" jerit pemuda yang jangkung dengan rambut tipis. Dia memandangku dengan begitu tertarik dan hampir saja dia ikut melompat turun mengejarku jika Cable Car tidak berjalan.

Aku menoleh ke kaca toko disampingku. Rambutku terkuncir dibagi dua ke atas dan tinggi seperti Harley Quinn. Dan jenis pakaian apa ini?

Aku mengenakan rok mini, serta kaus crop top yang memperlihatkan sedikit bagian perutku jika aku mengangkat tanganku ke atas.

Aku melepas scrunchie konyolku yang berwarna pink tersebut, menyisir rambutku kebelakang dan mendengus penuh emosi.

Aku ingin sekali menangis, ketika tanganku kembali masuk ke tas, aku membuka tas kecilku untuk melongok isinya, dompet, ponsel dan sebuah permen lollipop ada di sana. Anak kecil itu, tentu saja, sudah pasti ulahnya.

"Sheryl, apa yang sudah kau lakukan!?" geramku dengan emosi.

***

Universitas Stanford

San Francisco, California

Seluruh universitas Stanford sedang bergembira membahas pesta Hallowen, Jack O'lentern dan labu-labuan yang menurut Calla Reed sangat membosankan. Meski dia sebetulnya menyukai hal itu ketika kecil. Maksudnya, siapa yang sudah kuliah namun masih mengharapkan permen dan coklat?

"Reed!"

Seruan seseorang justru membuat langkah gadis berambut sepunggung itu makin cepat. Namun langkah pemuda berambut pirang itu dua kali lebih lebar dari Calla Reed. Tangan pemuda yang mengejar Calla tersebut kini meraih lengan kecil gadis itu.

"Urgh!" geram Calla ketika dia berbalik dan memandang tajam pemuda itu. "Katakan, kau hanya punya 5 detik."

"Apa?" pemuda itu memandang bingung. "Kau membuatku terlihat seperti cowok yang membujuk pacarnya, di mana kau bukanlah pacarku dan aku jelas bingung kenapa perlu membujukmu?"

Calla menarik napasnya dalam, "Aku sudah bilang jika aku tidak bisa diskusi sekarang dan kau, bisa menghubungiku besok jam 12 siang, Damon Hill."

Lalu gadis yang hanya setinggi dadanya, hingga pemuda itu harus menunduk setiap mengajaknya berbincang, atau dalam pandangan orang lain, berdebat, melengos dan kembali berjalan cepat menjauhinya.

Semakin lama sosok Calla Reed dalam pandangan Damon Hill memudar. Hingga pemuda itu menghela napas dan berbalik lalu melangkah berlawanan arah dengan Calla.

Seumur hidupnya, Calla Reed adalah perempuan yang paling sulit di mengerti dan susah dihadapi yang pernah Damon temui. Semua menjadi rumit jika itu menyangkut seorang Calla Reed. Hingga orang-orang paling enggan berurusan dengan gadis itu.

Damon bertubuh tegap dan berisi, iris matanya sebiru langit yang cerah, dengan kulit putih yang terbakar matahari karena bermain football. Sangat sepadan hingga dia menjadi kapten di kampus mereka. Hidungnya mancung dan meski matanya sipit, justru itu yang membuat gadis-gadis kadang dua kali memandangnya untuk melihat seberapa tajam tatapan seorang Damon Hill.

Hanya Calla Reed yang membuang wajah padanya. Sangat mengganggu untuk Damon.

"Bagaimana?" Tanya pemuda kurus dan hitam, hidung mancung dan mata besar, keturunan India, dan disampingnya berdiri gadis berambut merah dengan wajah putih. Kalid Khan dan Jena Stone. Mereka terjebak membuat projek grup bersama Calla Reed. Bukan pertama kali mereka sekelas dengan Calla Reed, namun mereka baru kali ini sungguhan berhubungan dengan gadis anti sosial itu.

"Bagaimana jika kita diskusi dulu tugas kita, tanpa Calla dan biarkan Calla mengerjakan bagiannya sendiri?" Damon tertawa gugup dan mengajak keduanya yang hanya mengangguk kembali ke kelas yang sudah bubar untuk diskusi.

"Menyebalkan sekali gadis aneh itu, bikin susah saja," keluh Jena Stone sambil merengut dan mendengus.

Dalam kondisi begini, Damon hanya bisa menghela napas dan berusaha menetralkan suasana yang buruk akibat Calla Reed.

Selama semester pertama di Stanford, jurusan Desain Arsitektur, yang menjadi jurusan dan kelas-kelasnya bersama Calla Reed, banyak hal yang Damon ketahui tentang gadis blasteran Asia tersebut. Damon tidak tahu Calla itu tepatnya asli dari negara mana, hanya saja, tertutupnya Calla dan banyak keegoisannya selama di kelas dalam tugas kelompok, sudah menyebar kemana-mana.

Biasanya Damon akan memilih untuk satu kelompok dengan Calla karena dia menempatkan dirinya pada posisi murid sisaan. Atau ada murid yang ingin tukar kelompok karena tidak ingin satu baris nama dengan Calla Reed.

Kenapa Damon melakukannya?

Bagi Damon, dikelompok sisaan, mereka akan melakukan tugas sungguh-sungguh karena mereka tidak dekat dan tidak akan mengandalkan satu sama lain. Dan karena dia sudah terbiasa sekelompok dengan Calla, dia tahu bagaimana bekerja dengan gadis itu.

Calla Reed tidak suka diskusi, dia akan menjalankan tugas yang sudah dibagi oleh Damon, dan menyelesaikan tugas itu secepat mungkin. Damon hanya sisa mengerjakan dan diskusi dengan anggota kelompok lain.

Untuk Damon, satu kelompok dengan Calla Reed adalah suatu keuntungan jika kau bisa memanfaatkannya. Calla itu pintar dan rajin, hanya saja gadis itu tidak suka berbicara dengan siapa pun.

Selesai diskusi dengan Khan dan Stone, Damon tersenyum dan pamit untuk pergi pulang. Dia melangkah ke parkiran mobilnya dan bertemu dua orang lain. Yang pemuda tinggi, berambut merah gelap pendek yang rapih, matanya beriris gelap, tubuhnya sedang dan senyumnya manis dengan lesung di pipi kirinya.

Sementara sang gadis disebelahnya, berambut pendek pirang kuning yang lurus, alisnya menaungi iris mata berwarna kelabunya, tubuhnya tidak terlalu pendek atau kurus, dia berpenampilan sedikit gothic.

"Damon!" seru sang pemuda. Damon menyambut keduanya senang, dia mendekati mobilnya dan keduanya ikut masuk ke mobil tersebut. "Kau terlihat kusut, apa kau mengalami kemunduran?" ejek sang pemuda yang duduk disamping kemudi.

"Diamlah Nate," Damon memundurkan mobilnya dan mengemudi keluar dari parkiran fakultasnya. Nate Ruess adalah sahabat Damon sejak dahulu, pokoknya lama sekali bagi damon. Sedangkan Cory Monteith, yang duduk di belakang, sudah dekat dengan Damon sejak kecil dan kembali ke Stanford untuk kuliah.

"Kenapa lagi dengan gadis itu?" Cory berwajah kecil dengan hidung lancip yang membuat iri gadis Amerika. Dia sangat cantik, namun kepribadiannya yang dingin, sulit untuk didekati. Dia dekat dengan Nate hanya karena mereka satu jurusan dan Nate adalah sahabat Damon, jadi dia mentoleransi kehadiran pemuda tampan itu. Bagi Cory, Nate hanya pemuda narsis yang kebanyakan bicara sembarangan.

"Tentu saja menjauhiku, sinis, dan hanya ingin di-chat bagian tugasnya," jelas Damon pasrah. Memikirkan Calla Reed membuatnya tertekan, dia adalah orang yang sulit tertarik dengan gadis. Dan cinta pertamanya malah jatuh ke gadis antisosial.

"Oh ya, mate*, kami turun disini, ingin mengerjakan tugas dan mencari sesuatu" ujar Nate , pemuda asal Manchester itu, dia pindah ke Stanford saat sekolah menengah dan dekat dengan Damon. Meski sudah lama di California, aksen British*-nya masih sering muncul.

*Panggilan untuk teman dekat, saudara, sahabat, dalam aksen British.

*Logat untuk Orang Britania/Inggris.

***

Coupa Café

Stasiun Standford

Bekerja paruh waktu di beberapa tempat di daerah stasiun Stanford cukup memakan waktu Calla Reed sebagai mahasiswi di Universitas Stanford. Dengan sigap Calla menguncir kuda dan tinggi rambut bergelombangnya. Calla hanya memakai riasan tipis agar wajahnya terlihat lebih fresh dengan lipgloss merah mudanya. Hidungnya mancung dan ketika dia tersenyum lebar, ada gingsul di taring kanannya.

Matanya besar, seperti separuh bulan, dan ketika dia tertawa, akan terlihat eye smile yang menggemaskan. Sayangnya, nyaris tidak ada yang pernah melihat eye smile tersebut. Meski Supervisornya memaksanya untuk tersenyum, justru seringai mengerikan yang muncul di wajah Calla.

Coupa Café berjarak 0,3 km dari stasiun Stanford. Calla tidak harus berjalan terlalu jauh ke kampus dan Coupa Café cukup terkenal di Stanford, pengunjungnya selalu ramai meski kursi dan meja ada di luar ruangan, makanan dan minuman cukup banyak yang disajikan untuk bebas dipilih sesuai selera.

Gaji Calla juga lumayan, meski jam kerjanya tidak banyak sehingga Calla harus mencari kerja paruh waktu yang lain. Dan dia sudah mendapat panggilan wawancara di salah satu restoran mewah bernama Sundance The Steakhouse, restauran itu bergaya antik dengan beberapa pajangan kepala hewan, serta pigura-pigura tua.

Calla akan wawancara besok pagi, sehingga dia meminta Damon Hill menghubunginya siang hari. Sejujurnya Calla selalu bersyukur jika yang menjadi teman grupnya dalam tugas kelompok selalu Damon Hill, meski Calla tidak tahu alasan Damon sengaja menempatkan dirinya untuk selalu sekelompok bersama Calla. Pemuda tolol, menurut Calla.

Pengunjung hari ini ramai dan Calla harus fokus karena banyak pelanggan yang rewel di Coupa Cafe. Setelah dia bekerja selama 7 jam yang melelahkan, Calla melangkah ke stasiun Stanford dan menunggu kereta bawah tanah untuk menuju Stasiun Sunnyvale, lalu dia akan melanjutkan perjalanannya ke daerah De Anza, 902 W Remington Dr. Bagi Calla, apartemen Cherryhill merupakan apartemen yang paling murah di San Francisco.

Karena apartement tersebut sangat bagus, nyaman, namun harganya murah untuk ditinggali sendiri pun sangat luas. Menggunakan kereta, perjalanan ke Stanford memakan waktu satu jam. Calla berjalan pelan menyusuri jalan. Berpikir keras bagaimana dia bisa menyembunyikan jati dirinya. Biaya hidup di San Francisco lebih tinggi dibanding Los Angeles atau pun negara Amerika lain.

Ketika sampai di Cherryhill, Calla menaiki tangga dan masuk ke apartemennya, masih ada beberapa kotak di sudut ruangan yang belum Calla bongkar. Dia melangkah ke kulkas, melempar asal tasnya ke sofa, dan membuka kulkas untuk mengeluarkan kotak susu yang langsung dia tenggak begitu saja.

Dia duduk di sisi counter, memandang kosong ke meja. Lagu Coldplay berjudul Fix You mengalun menyadarkan Calla jika ponselnya berdering dan ada pesan masuk. Dia berdiri dan melangkah pelan, berpikir siapa yang membutuhkannya hingga sudi menghubunginya. Karena bagi Calla, dirinya tidak pernah dianggap siapa pun. Dia ambil ponselnya yang ada di dalam tas untuk melihat ternyata seseorang mengiriminya pesan dan mencoba menghubunginya. Ada beberapa riwayat panggilan.

[Damon Hill]

09.02 PM

"Maaf Reed, apa besok kau ada waktu,

aku butuh membahas tugas kelompok

langsung denganmu. Sangat

penting, sungguh!"

[Sent]

09.10 PM

"Tunggu saja di Sundance."

Calla melempar pelan ponselnya ke meja dan merebahkan dirinya di sofa, memejamkan matanya karena merasa lelah.

***

The Sundance Steakhouse

"Kalau begitu, silahkan besok datang lagi untuk mengatur jadwalmu dengan Supervisor. Senang menerimamu disini, kami butuh seseorang yang berpengalaman," senyum pria yang cukup muda dan matang. Sebagai manager muda yang mengurus Sundance The Steakhouse, Mr. Doyle memiliki kepribadian yang menyenangkan, jauh dari bayangan Calla akan bertemu pria gemuk yang menyebalkan.

"Terima kasih Mr. Doyle, saya akan berusaha yang terbaik." Calla menunduk dan menjabat tangan pria dihadapannya lalu melangkah berbalik ke luar dari ruangan temaram yang memiliki gaya vintage.

Calla berjalan menyusuri koridor sempit ketika dering ponselnya menandakan panggilan, dan nama yang muncul membuatnya membeku. Dengan gugup, dia angkat panggilan itu dan menunggu suara yang terdengar.

"Calla? Ini aku-BRAK!-dengar, aku akan kirimkan uangmu-tidak sekarang," terdengar suara berisik dan Calla mengernyit,menyadari jika orangtuanya bertengkar, lagi. "Bisa kau kabari administrasi di kampus? Katakan uangnya agak terlambat dan mereka mengizinkanmu tetap ujian."

Calla menghela napas agak berat. Mr. Clint, administrasi keuangan di kampusnya sudah memanggilnya sekali karena keterlambatannya membayar kuliah semester pertamanya. Sekarang sudah mendekati akhir semester kedua. Harusnya dia tidak kuliah di Stanford dan pindah ke San Francisco.

Kenapa pula dia harus menuruti saran dan nasihat ibunya, dia merasakan kepalanya sangat sakit seolah ditusuk jarum. "Akhh…" ringisnya dan mencengkram kuat rambutnya.

Hingga semua menggelap, dan Calla tidak sadarkan diri.

***

To be continued....

avataravatar