3 Welcome to Silver City!

Rama menyipitkan matanya. "Uh ... silau njir."

Buram ... sesekali mengucek mata, perlahan jernih, aliran matahari menyilaukan. Rama belum terbiasa dengan lingkungan seterang ini semenjak terakhir kali dia keluar rumah.

"Wow ... dimana gue?"

Rama berdiri di atas tanah kosong. Tak ada pohon, tak ada rumput, tak ada lumut. Sejauh mata memandang, hanya hamparan tanah luas, ada awan putih tipis-tipis dan langit biru cerah. Alira cahaya matahari dari sudutnya saat ini membuat bayangan Rama memanjang.

Tangannya masih menggandeng kresek putih itu-Teh Jawana dan Cilok. Rama masih sama seperti sebelumnya, jaket hitam dan celana boxer.

Dia meraba seluruh tubuhnya, barang kali ada bagian tertentu yang hilang. Ia meraba bagian dalam boxernya karena barang kali bagian yang 'itu' bisa saja tak berada di tempat semestinya karena besar kemungkinan ini adalah dunia setelah kematian. Apapun bisa terjadi ....

Tangannya masuk kedalam jaket meraba kulit perutnya. Tapi seketika ia raba dengan kasar, "Hilang!"

Wow ...

Dia tak percaya dengan keadaannya sendiri. Dia makin yakin tempat dia menginjakkan kaki saat ini adalah dunia setelah kematian.

"Apa gue sekarang ada di dunia setelah kematian?"

Sekarang ... mungkin dia harus mencari tempat penyiksaannya sendiri yang tersembunyi dalam sudut tertentu di dunia yang kosong ini. Mungkin penyiksaannya yang pertama adalah berjalan di tanah tanpa kehidupan ini bersama matahari yang nantinya semakin lelah matahari akan semakin membakar Rama. Cuman itu kemungkinannya.

Rama berjalan lurus saja dengan jempol pada dagunya sambil menoleh kiri-kanan mengamati sekitar. 10 meter tak ada apa-apa. 30 meter masih sama. 50 meter, 100 meter, 200 meter ... entah sudah berapa jauh masih tetap sama saja.

Rama bercokol pinggang, "Okee, sedikit lagi ... sediiiikit lagi gue kasi kesempatan dunia ini buat nunjukin sesuatu sebelum gue minum nih minuman raja. Secara gituloh, gue satu-satunya makhluk di sini. Berarti gue emang raja dan emang pantes minum minuman raja. Gue siap, gue siap dengan siksaan macam apapun itu tapi masa iya siksaan pertamanya nge-'prank' gue di sini, di tanah kosong begini," ucap Rama pada dunia yang mulai panas ini.

Jadi Rama lanjut berjalan sedikit lagi, beberapa ratus meter lagi.

"Sebentar!" Rama memeras kepalanya dengan kedua tangannya.

"Kok gue yakin amat masuk neraka?!"

Jadi Rama berdiri di sana dengan jempol dan telunjuk mengelus dagunya sambil mengamati tanah. Mengingat lagi ... Menimbang tempat seperti apa yang paling cocok sebagai hasil dari perbuatannya semasa hidup dulu.

Memutar kembali lapisan-lapisan kenangannya. Mesasuki tiap siaran ingatan dan yang dia temukan adalah seorang yang gagal dalam sepuluh dekade karir pelajarnya. Beban dalam tugas kelompok. Aset yang merugikan keluarga. Nolep. Tidak rajin menabung karena uang yang dia punya selalu dipakai untuk beli voucher game dan sombong karena Rama selalu menjadi pro player di setiap net game yang dia mainkan dan menyampahkan para player noob.

Lidah Rama melet-melet, dia sudah memutuskan. "Yosh! Neraka."

Rama berjalan lagi, kali ini sambil menyentuh ulu hatinya. Ada suara kecil di sana yang bilang kalau ada kemungkinan lain. Bisa jadi setelah tertabrak truck box yang bertuliskan [JNE], membuat Rama terlempar ke dunia pararel. Mirip seperti nimek yang hendak ia tonton waktu itu.

Kalau pola dari tipikal 'game online', biasanya kota yang bertema Eropa abad pertengahan berada di arah barat dunia. Jadi dia berbelok ke kiri memilih berjalan membelakangi satu-satunya teman Rama saat ini, Matahari. Karena mungkin dia akan menemukan tempat penyiksaan tadi, mungkin juga dia akan menemukan kota Eropa impiannya itu. Karena sekali lagi, apapun bisa terjadi.

Rama berjalan ke barat beberapa ratus meter lagi, membayar pergantian arah barusan karena jarak tempuh tadi menjadi sia-sia. Tapi tidak masalah bagi Rama saat ini. Demi kehidupan dunia pararel yang dia idamkan, dia akan terus berjalan.

Keringat mencuat dari pelipisnya, mengalir ke hidung lalu jatuh ke tanah, akhirnya Rama lelah. Dia istirahat sebentar. Berdiri di sana lalu berputar-putar. Dia tak melihat satu hal pun. Ia mengamati kejauhan. Sama saja, tak ada apapun. Dia menatap langit yang tenang, hanya langit biru cerah dan awan tipis.

Namun ada sesuatu di langit sana. Ada cahaya kelap-kelip.

Rama memfokuskan matanya, mungkin dia salah lihat. Kelap-kelip itu masih ada di sana dan terus memantulkan cahaya matahari satu-satu kali.

Rama berjalan lagi ke arah cahaya kelap-kelip itu. Lebih cepat sedikit. Terus ke barat. Lebih cepat lagi. Tak terasa barangkali beberapa ratus meter lagi Rama sudah berjalan. Barangkali sudah ratusan tetes keringat jatuh ke tanah. Ia tak peduli, Rama hanya tak mau meragukan indra penglihatannya.

Sesuatu dari kejauhan tapi bukan di langit mulai nampak. Berjalan sedikit lagi dan ternyata itu adalah sebuah benteng. Cukup besar, tinggi dan lebar. Barangkali tinggi benteng itu sepuluh meter dan lebarnya kurang lebih 300 meter.

Rama menelan ludah ... lalu tersenyum.

"Ou yeaah! ini dia! INI DIAAA!"

Rama bertemu dengan kemungkinan kecil itu. Benteng dengan arsitektur yang mirip dengan hampir semua net game yang pernah dimainkan Rama dengan tembok kayu raksasa sebagai pintu masuknya. Meyakinkan Rama kalau tempat ini adalah dunia yang seperti kata hati kecilnya itu. Membuat Rama menyeringai. Segala macam fantasi sudah berpetualang dalam kepala Rama.

"Welcome to Silver City! Semoga kami bisa menyambut kalian se-bar-bar mungkin!" suara lantang mengisi keheningan dunia ini. Mengejutkan Rama.

Rama mengepalkan tangannya. "Ooouuww IYES! IIYESSS!!"

Rama mengamati tembok itu dari ujung keujung, mencari dimana orang yang menyambutnya. Pasti orang itu memang sudah menunggu Rama sejak lama.

Barangkali si penyambut ada tepat di depan pintu masuk, jadi Rama berjalan sedikit ke sana. Tidak ada orang, tidak ada manusia. Barangkali si penyambut ada di atas benteng. Rama menoleh ke sana. Sama juga.

Cahaya kelap-kelip menarik perhatian Rama. Sesaat dia lupa dengan itu karena benteng di depannya saat ini. Cahaya kelap-kelip itu tepat di sudut 45 derajat di langit. Rama fokuskan pandangannya. Itu adalah manusia! Orang itu melayang di udara!

Rama menelan ludah, mengamati orang itu dari bawah. Manusia itu memakai zirah 'full plate' serba perak. Pantas saja. Peraknya warna zirah itu memantulkan cahaya matahari, menjadikannya kelap-kelip di langit. Orang itu membawa sebuah tombak merah dengan bendera kecil berlatar perak entah apa gambarnya. Memandang fokus ke depan mengabaikan Rama di bawah sana.

Baru kali ini Rama menyaksikan seseorang melayang seperti itu semasa hidupnya. Tapi ia semakin yakin. Dunia ini mungkin saja seperti apa yang dia tebak sebelumnya.

"YAAA ... HOOO~!!"

Teriakan dari arah belakang menarik perhatian Rama. Apa itu?

Tiga penunggang kuda bergerak ke arah Rama. Ada suara kecil dalam hatinya yang mengatakan kalau sambutan barusan bukan untuk dia.

Ketiga kuda itu meninggalkan debu-debu tebal di setiap langkah mereka, terus bergerak ke arah Rama, kemudian berhenti tepat lima puluh meter dari posisi Rama.

"Dark ... Elf ...."

Rama langsung mengenali ras dari dua diantara ketiga penunggang kuda itu. Karena ras Dark Elf hampir selalu ada di setiap net game yang dimainkan Rama.

Salah satu Dark Elf memakai jubah warna biru berlengan panjang. Satunya lagi berlengan pendek warna hitam. Penunggang kuda yang satunya lagi pastinya seorang Ninja karena penampilannya bermasker dan berpakaian serba hitam.

"Hey, bisa gak lu gausah teriak kayak tadi? Karena itu sangat cringe," ucap si Ninja pada Dark Elf berjubah biru yang tak memperdulikan omongan itu sambil maju beberapa langkah.

Dark Elf itu memainkan beberapa dadu di tangannya. Lalu menggenggam erat tangan dan tersenyum jahat ke Rama. Atau mungkin saja senyuman itu di arahkan ke seseorang yang melayang di atas sana.

Enam kali ayunan melempar beberapa dadu ke arah tak beraturan.

"[Middle Multiplication Summon]!" teriak Dark Elf berjubah biru.

Lantas dari semua dadu di tanah mengeluarkan asap tebal mengepul dengan hebatnya. Saking tebal dan gelap asap itu, sinar matahari tak mampu menembus masuk.

Pelan-pelan asap ungu memenuhi tanah, menutupi segala yang ada dibelakang dan di dalam asap itu termasuk ketiga penunggang kuda. Kemudian perlahan hilang dibubarkan angin sepoi. Matahari menyoroti celah-celah kecil di antara asap, mengeluarkan bayang-bayang cukup ramai dari dalam sana. Kaki-kaki berbulu, kapak-kapak, pedang-pedang, perisai-perisai, ada Lizard-man dan Beast-man berzirah dan ada juga Lizard-man dan Beast-man berjubah.

Akhirnya, semua menjadi jelas ... terutama dari sudut Rama berdiri. Rama juga teringat kata-kata nyaring barusan, "menyambut kalian se-barbar mungkin!"

Hampir seribu makhluk humanoid muncul setelah teriakan dan asap barusan. Beastman dan Lizardman, mereka semua lengkap dengan senjata dan zirah serba gelap. Senyum menyeringai dan tatapan haus darah.

Menoleh ke belakang, Rama baru sadar kalau dekat tembok benteng itu ada banyak sekali orang-orang berpenampilan serba perak. Ada yang berzirah dengan senjatanya dan ada yang berjubah perak juga.

Lima puluh meter di sisi kiri Rama ada pasukan serba perak. Lima puluh meter di sisi kanan ada pasukan serba gelap. Rama di tengah-tengah.

Rama meremas kepalanya dengan kedua tangan. "Bhuaangshaad! Ene medan tempoor!"

Orang yang melayang berteriak, "Majulah kebanggaan Silver Kingdom! Habisi merekaaa!" teriak sambil menghunuskan tombaknya.

"Oalaah juancok ee!!"

Seketika pasukan serba perak maju,mengangkat senjata dan masing-masing berteriak seruan perang.

Tak mau kalah, pasukan serba gelap juga maju dan masing-masing berteriak seruan perang mereka.

Di kepung dari dua arah, Rama terjebak di tengah. Saking takut dan panik, Rama tak tau harus apa.

Situasi tidak seperti yang dia bayangkan tapi di saat bersamaan juga seperti yang dia harapkan. Pertempuran dan petualangan ... dan saat inilah semuanya akan dimulai.

avataravatar