webnovel

Lisya, The Guardian of Nature

Elf, dikenal sebagai ras yang paling dekat dengan alam, bersahabat dengan makhluk hidup, berhubungan baik dengan para roh, juga satu satunya ras di dunia yang mampu menggunakan sihir alam. Selama ini elf telah mengisolasi diri mereka dari dunia luar demi melindungi 'pusaka' yang telah ada sejak dahulu kala. Diberkahi dengan sihir unik, elf tidak mengenal 'teknologi' dunia luar. Hingga... kelahiran seorang anak elf mengubah takdir seluruh rasnya. Dia adalah anak termuda dalam perkumpulan mereka itu telah menjadi kunci utama keselamatan ras mereka dari kehancuran yang akan datang.

Ay_Syifanul · Fantasy
Not enough ratings
14 Chs

Bagian 2 - Bunga Aurele dan Eksperimen Pertama

Sekembalinya Lisya dari tempat tetua, dia membicarakan pekerjaan sucinya dengan Meisa.

Berharap gadis elf itu bisa membantunya memahami pekerjaan sucinya, tapi jawaban gadis itu...

"Aku tidak pernah mendengarnya. Sepertinya kau harus pergi ke perpustakaan untuk mengetahuinya."

Dan dengan begitu Lisya memutuskan untuk pergi pada perpustakaan. Disana Aesura sudah menanti kedatangannya.

Meskipun Aesura adalah lelaki jauh lebih tua darinya, namun Lisya sudah dekat dengannya sejak dia masih kecil.

Aesura sering mampir ke rumahnya karena dia mengenal baik ayahnya dan ibunya. Lisya sudah menganggap lelaki elf itu seperti saudara kandungnya meskipun akhir-akhir ini mereka jarang bertemu.

Kenapa? Karena tugas suci lelaki elf itu adalah menjadi penjaga perpustakaan. Dia hanya duduk di meja dekat pintu sepanjang hari dan melayani elf yang ingin membaca atau meminjam buku.

"Enaknya punya banyak waktu diluar sana..." gumam lelaki itu ketika Lisya lewat dihadapannya.

Lisya yang sadar akan sindiran itu hanya mengibaskan tangannya dengan perasaan kebingungan juga sedikit kasihan.

"Jika kau harus bersikap lebih baik, mungkin itu akan menaikkan jabatanmu, kau tau."

"Bahkan bila jabatanku naik, aku tetap tidak akan terbebas dari tempat ini. Perlukan aku mengajukan gugatan untuk ini?"

"Kau hanya akan menambah kesal para tetua. Mereka tentu tidak akan memindahkanmu dan bahkan bila itu terjadi bisa jadi justru lebih buruk."

Mendengar itu suasana hati Aesura tidak membaik. Dia hanya bisa tenggelam pada keputusasaannya dengan kepala yang merosot jatuh menghantam meja.

Sebenarnya Lisya akan tertawa melihat reaksi lelaki itu, tapi karena rasa kasihannya begitu besar, Lisya lebih memilih mengusap bahu lelaki itu.

"Tenang, tenang, kau hanya perlu melewatinya dengan berlapang dada!"

"Aku tidak senang mendengar itu darimu. Baiklah, apa yang kau lakukan kemari? Ini tidak seperti biasanya."

Aesura yang kembali pada suasana hati tenangnya bertanya pada Lisya. Gadis itu memandangnya sejenak lalu teringat apa yang akan dia lakukan.

"Ah, sebenarnya aku butuh bantuanmu, tapi sepertinya aku akan mencobanya sendiri lebih dulu."

"Bantuanku? Untuk apa kau meminta bantuan petugas perpustakaan?"

"Makanya, aku akan mencobanya sendiri lebih dulu."

Lisya berlalu tanpa menghiraukan pertanyaan Aesura. Lisya berjalan melalui berbagai rak di lantai terdasar perpustakaan.

Perpustakaan itu adalah satu-satunya perpustakaan besar yang dimiliki ras elf. Ruangan dengan bentuk memutar menjulang ke atas itu memiliki berbagai macam koleksi buku.

Dari yang ditulis dan juga yang dibuat oleh pengetahuan manusia. Tiap bulannya perpustakaan akan mendapat kiriman buku untuk koleksi perpustakaan dari seseorang elf yang bertugas di dunia luar.

Secara silih berganti buku berdatangan dan juga ada yang dibuang karena rusak atau sebagainya.

Lisya yang hanya memiliki perpustakaan kecil di kamarnya tentu memiliki perbedaan kuantitas yang mencolok meski kualitasnya tidak begitu buruk.

Karena orang tuanya suka mengoleksi buku dari sang penyair. Buku dari sang penyair adalah buku yang paling sulit dan tidak diizinkan untuk disalin demi menghargai penulisnya.

Lisya sebenarnya heran. Bahkan seorang penulis buku masih menjadi misteri, lalu berapa banyak misteri yang belum terungkap di hutan elf?

Seketika itu membuka jalan cerah pikirannya.

"Benar. Tugasku adalah meneliti bentuk sihir dan ekologi alam. Aku bisa gunakan itu untuk memecahkan semua misteri yang ada di hutan!"

Karena penuh semangat Lisya mengambil beberapa buku sekaligus dan membawanya pada satu titik tempat favoritnya, sudut ruangan.

Sudah menjadi kebiasaannya membaca dalam jumlah banyak, namun juga menjadi kebiasaannya setelah membaca sebanyak itu Lisya akan tertidur tanpa disadari.

Hanya Aesura yang menyadari itu. Dia mendatangi tempat Lisya menghilang dari pandangannya setelah dua jam lalu menemukan gadis itu tertidur bersandar pada rak buku dengan buku mengelilinginya.

"Astaga, kau seperti biasanya. Tak banyak berubah."

Karena mereka berada di tempat umum, Aesura tidak bisa membiarkan Lisya ditemukan dalam keadaan tertidur karena dia akan dimarahi oleh atasannya.

"Hey, gadis kecil. Bangun, akan jadi masalah bila atasan tau ini."

Lisya yang mendengar suara Aesura membuka matanya secara perlahan. Sayup-sayup wajah Aesura adalah hal pertama yang dia dapati setelah dirinya terbangun.

Sontak hal tersebut membuat wajahnya merona karena malu. Dia tidak biasa mengetahui seseorang melihatnya tertidur.

Bahkan Lisya tidak membiarkan ibunya atau ayahnya membangunkannya karena Lisya sudah terbiasa bangun pagi... juga terbiasa tertidur tanpa sadar.

"A-a-apa aku tertidur? Berapa lama?!"

Tanya Lisya dengan panik. Dia menatap sekeliling memastikan tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka.

"Mungkin, setengah jam? Kau tau kau seperti bayi saat tertidur."

"HYAAA...!!! J-jangan katakan itu!"

Dari yang Aesura lihat, pemandangan Lisya menutup kedua telinga runcingnya jauh lebih imut daripada melihatnya sedang tidur.

"Bahkan jika kau berkata seperti itu, kau ini masihlah anak kecil."

"Beraninya kau Aesura!! Mentang-mentang sebentar lagi kau akan menikah, kau mengucilkanku?!"

"Siapa bilang aku akan menikah?!!"

Dari yang Lisya ketahui jodoh dari seorang elf sudah ditentukan sejak mereka kecil. Hanya saja orang tua mereka merahasiakannya dari anaknya hingga usia mereka mencukupi.

Setelah usia mereka cukup dan saling bertemu maka upacara pernikahan akan dilangsungkan dengan segera.

Seperti itulah takdir seorang elf. Erita juga bertemu dengan ayahnya karena ketentuan itu.

Elf tidak mengenal cinta sebelum menikah. Mereka hanya akan mengenal cinta dan kasih sayang setelah dua insan merasakan apa yang disebut dengan 'penghubungan'.

Elf tidak diperkenankan menikah dengan orang yang tidak ditentukan. Karena mereka akan disamakan dengan beberapa elf yang dibuang dari hutan dan kini tinggal di dunia manusia.

"Hm, aku lihat bunga aurele sudah ditanam di sekeliling rumahmu. Bukankah itu berarti kau sudah mengetahui siapa wanita elf yang beruntung?"

"Hah!! Kenapa kau memperhatikan hal itu?!"

Tak suka dengan cara Lisya memojokkannya, Aesura lebih memilih menyerah. Dia sudah tak bisa mengelak karena semua ucapan Lisya adalah kebenaran.

Elf diikat oleh rantai takdir mereka dan bunga aurele adalah bunga yang sudah hidup begitu lama. Ada dua cara untuk bunga itu mekar.

Pertama adalah memekarkannya dengan permanen. Cara ini adalah dengan membiarkannya terawat layaknya tanaman seperti biasa, hanya saja butuh waktu yang sangat lama untuk menunggunya mekar.

Kedua, adalah memekarkannya dengan sementara. Bunga aurele dapat mekar beberapa waktu lalu kuncup kembali jika bunga itu mendapatkan rangsangan sihir alam yang terdiri dari dua bentuk.

Bentuk pertama adalah kedua sihir alam murni yang saling beresonansi dan bentuk kedua adalah sihir alam yang dimuat oleh aurora yang jarang sekali muncul.

Karena itulah bunga tersebut disebut dengan bunga aurele.

"Saat kedua elf saling berhubungan maka tanpa sadar mereka menumpuk dua buah sihir alam murni dan saat bunga aurele merasakan rangsangan sihir itu maka bunga akan mekar dengan sesaat sampai hari kelahiran."

"Bagaimana anak kecil sepertimu sudah mengetahui hal tersebut! Buku apa saja yang kau baca selama ini?!"

Entah mengapa Aesura menjadi panik. Tentu saja, bila orang tua Lisya tau Lisya sudah mempelajari materi tentang berhubungan intim bisa jadi dirinya yang disalahkan karena dia tidak memilah buku apa yang Lisya pinjam dan baca.

"Tidak, Ibu yang mengatakannya padaku."

Seketika wajah Aesura begitu bermasalah. Dia menatap tak percaya Lisya yang seolah berusaha bergurau dengannya.

"Kau... bercandakan?"

"Hm, aku serius kok."

Aesura menyerah tanpa syarat. Dia hanya akan merasa semakin kalah jika dia terus melawan perkataan Lisya. Dia hanya tak bisa percaya bahwa Erita akan mengatakan hal itu lebih cepat.

"Baiklah, baiklah kau menang. Jadi cepatlah rapikan semua itu!"

"Yey! Dengan siapa kau akan menikah?"

"Itu bukan urusanmu!"

Meski umur mereka terkesan sangat jauh, namun Lisya bisa akrab dengannya layaknya teman sepantarannya.

Itulah ciri khas elf. Meski mereka saling berbeda umur, namun tak ada perbedaan sopan santun. Seorang elf menunjukkan hormatnya hanya pada setiap orang tua mereka masing masing dan keluarganya.

Bahkan saat Lisya bertemu orang tua Aesura, terkadang Lisya tidak memanggil mereka dengan 'paman' atau 'bibi' melainkan dengan nama mereka.

Justru mereka senang saat Lisya melakukan itu karena Lisya seperti menganggap mereka masih muda.

Terkadang orang tua bisa terlihat begitu tenang berhadapan dengan gadis sepertinya seolah mereka seperti teman seumurannya.

"Dasar menyebalkan! Akan aku kirimkan lagi bunga aurele lebih banyak pada rumahmu sebagai gantinya."

"Jangan berani kau lakukan itu!"

———

"Ah, sepertinya aku harus menunggu Meisa sedikit lebih lama. Aku harap dia tidak bersama Paman Kyle."

Petang harinya, dimana waktu hampir berganti malam Lisya menghampiri hamparan taman bunga aurele yang ada pada barat daya hutan.

Disana terdapat sebuah pohon rindang yang menjadi tempat Lisya menunggu kedatangan Meisa karena gadis itu mau mengajarinya menggunakan sihir alam dengan benar.

Meisa dikenal karena penggunaan sihir alamnya begitu halus dan lembut juga terkesan seperti sebuah melodi yang melompat keluar menggembirakan siapapun yang melihatnya.

Proporsi penggunaan sihirnya juga selalu tepat. Meisa memiliki kelebihan dalam mengendalikan unsur alam seperti pertumbuhan, penyuburan, juga kendali.

Karena itu tetua menganugerahi Meisa sebuah pekerjaan suci berupa perawat alam. Tugasnya hanya mengawasi seluruh hutan dan mengembalikan hutan bila terdapat kejanggalan seperti gagal panen, tumbuhan layu, kebakaran, atau sejenisnya.

"Meisa memang sangat berbakat. Dia layak mendapat penghargaan karena bakatnya itu."

Lisya bergumam karena dia iri terhadap Meisa. Jika Lisya dikenal karena kerja keras orang tuanya, maka Meisa dikenal karena kerja kerasnya sendiri. Itulah yang membedakan mereka.

Meski begitu Meisa bersikap normal kepadanya dan dengan mudahnya ingin berteman dengannya membuat Lisya memikirkan bagaimana dia bisa menjadi wanita layaknya Meisa suatu hari nanti.

"Tapi harus berlatih dan sebagainya. Huh, menyebalkan!"

Lisya paling malas jika harus berlatih dengan cara yang Kyle lakukan. Pria itu terlalu memaksakan latihan semua orang dan berbahaya.

Tapi meski begitu, Lisya sudah terlanjur janji jika dirinya akan ikut latihan besok. Dia tak ingin mengecewakan Meisa atau mempermalukan dirinya.

"Tapi menunggu bukan keahlianku."

Sudah lebih dari sepuluh menit, namun Meisa masih belum datang sama sekali. Lisya pikir dia bisa lakukan sesuatu untuk menghilangkan rasa malasnya.

Saat matanya menangkap hamparan bunga aurele yang masih kuncup, seketika sebuah ide muncul dipikirannya.

"Aku akan sedikit mencoba sesuatu."

Sebenarnya eksperimen pada bunga aurele dilarang, namun Lisya tak bisa menahan dorongan untuk melakukannya karena rasa penasarannya.

"Jika aku bisa menggabungkan dua sihir maka bunga akan mekar."

Lisya mampu melihat roh, itulah kelebihannya. Jika dia bisa menggunakan sihir roh juga sihir alam miliknya mungkin akan terlahir sebuah bentuk sihir yang baru.

Meskipun Lisya tak pernah mengetahuinya dari buku apakah itu akan berhasil atau tidak, namun dia berpikir tidak ada salahnya mencoba sesekali.

"Baiklah, saatnya bereksperimen."

Memastikan Lisya tidak diawasi oleh siapapun, Lisya mendekati salah satu bunga aurele yang terpisah agak jauh dari kumpulan bunga lainnya.

Tangan kanannya terangkat dengan Lisya yang berkonsentrasi pada sihir alam miliknya. Karena itu hanya sebatas energi maka Lisya tak perlu merapalkan apapun.

Kekuatan layaknya pusaran angin berkumpul pada tangan kanannya. Kekuatan itu layaknya sebuah bola, namun tidak stabil dan seperti akan pecah kapanpun.

"Sial! Aku harus lebih banyak berlatih sihir. Ini masih belum seberapa."

Karena tak bisa bertahan lebih lama, Lisya segera memanggil roh yang ada disekitarnya dan meminta bantuannya.

"Wahai roh yang agung, berikan aku kekuatanmu untuk menguraikan hukum alam yang ada!"

Roh yang Lisya lihat memiliki bentuk layaknya bola api, namun dengan warna yang berbeda-beda. Warna itu adalah perlambang elemen alam yang dimuat oleh roh-roh alam.

Pada tangan kirinya sebuah cahaya kecil muncul. Cahaya itu mulai berkedip berulang kali karena hal yang sama pada pengendalian sihir alam miliknya.

"Menggunakan dua sihir sekaligus... ugh! Rasanya tubuhku dibuat bergetar begitu kuat. Aku tak bisa menahannya begitu lama!"

Rasanya kekuatan itu bisa meledak kapan saja, kedua tangannya terasa begitu berat dan Lisya mulai berkeringat begitu banyak.

'Aku harus melakukannya!'

Tangannya tergerak menyatukan kedua kekuatan itu. Ledakan kekuatan yang saling berbenturan itu menciptakan sebuah gelombang kejut yang hampir membuat Lisya terlempar.

'Ke-kekuatan macam apa ini?! Ini berbeda dari sebelumnya!'

Panik Lisya yang tidak bisa menghentikan pusaran dua kekuatan pada kedua tangannya.

Lisya berusaha keras menahannya, namun sentakan kekuatan itu hampir tidak mampu Lisya pertahankan.

Namun yang mengejutkan, bunga aurele mulai menunjukkan pergerakannya. Tidak hanya satu, namun seluruh bunga aurele mulai bergetar karenanya.

Lisya tak bisa mempercayainya. Kekuatan roh mungkin bisa mempengaruhi alam sekitar, namun itu butuh setidaknya beberapa syarat untuk itu.

Seperti halnya sihir Meisa. Dia memang tidak bisa melihat roh, namun dia bisa merasakan aliran sihir roh. Jadi saat dia menggunakan sihir alam miliknya, Meisa dapat menyelaraskannya hingga mampu melakukan banyak hal.

Namun saat Lisya melakukannya sendiri...

"Lisya, apa yang kau lakukan. Hentikan itu!"

Sebuah suara yang dikenal Lisya terdengar. Sontak hak itu membuat kendali sihir Lisya menjadi terlepas.

Kedua sihir yang telah ditumpuknya seketika meledak melepaskan gelombang kejut yang menghempaskan Lisya ke belakang.

Lisya bungkam terpaku pada tempatnya. Matanya berkedip untuk membenarkan pandangannya.

Saat seorang yang memanggilnya menyentuh pundaknya barulah Lisya tersadar.

"Apa tadi itu perbuatanku?"

"Y-ya."

"I-itu..."

Lisya tak tau harus berkata apa, tapi... eksperimen tadi menimbulkan banyak tanda tanya di kepalanya.

Kekuatan yang muncul sebelumnya... Lisya tak bisa mempercayainya.