webnovel

Bagian 1 - Hutan, Rumah Para Elf

Suasana malam hari pada bulan baru adalah malam yang indah dipandang bagi mereka, seolah bulan terasa begitu besar dan dekat.

Hal yang sama dirasakan oleh Lisya, gadis elf termuda dalam ras mereka dengan umurnya yang masih 15 tahun dengan tubuh layaknya ras elf lainnya.

Manik matanya berwarna begitu biru cerah dengan rambut emas yang menjadi ciri khas ras elf.

Telinganya belum seruncing orang tuanya atau teman-temannya, namun Lisya memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Itu adalah melihat roh.

Kebanyakan para elf hanya mampu merasakan keberadaan roh hingga batas mampu menggunakan sihir roh. Melihat roh adalah kemampuan unik yang sangat diinginkan elf kebanyakan.

Meskipun Lisya masih muda, dia sudah melakukan banyak pekerjaan membantu layaknya orang dewasa. Dia tak ingin dianggap pemalas apalagi elf yang telah berumur diatas seribu tahun saja masih mampu bekerja dengan penuh semangat.

Elf dikaruniai umur yang panjang dan terlibat dengan begitu banyak sejarah juga melindunginya.

Kebanyakan manusia menganggap elf adalah sebuah sejarah, namun kebenarannya ras elf masihlah bertahan hingga saat ini, hanya saja tidak pernah menampakkan diri.

Karena mereka tinggal di tempat yang terisolasi dengan nama 'hutan' itulah yang membuat Lisya sangat penasaran dengan dunia luar.

Dunia yang mana dihuni oleh berbagai macam ras seperti yang tertulis dalam buku.

Ras seperti manusia dengan penyihirnya, Demi-human juga dengan Wild-beastnya, juga demon. Kesemua ras dengan ciri khas mereka masing-masing.

Manusia yang memiliki tubuh layaknya elf tanpa telinga runcing juga tak mampu berumur panjang.

Demi-human dengan tubuh campuran manusia juga binatang. Mereka memiliki ciri khas telinga juga ekor binatang.

Wild-beast yang terkadang dianggap sebagai bagian dari Demi-human, namun sebenarnya berbeda. Mereka adalah ras yang diisi sekumpulan monster dengan kecerdasannya menyamai ras lainnya hingga mampu membangun peradaban mereka. Layaknya ogre, centaur, mermaid, dan sebagainya.

Dan yang terakhir adalah demon. Mereka makhluk yang tercipta dengan hati dipenuhi oleh sebuah dosa. Biasanya kemampuan mereka didasari oleh 'Ketujuh Dosa Besar' yang adalah amarah, iri hati, tamak, rakus, sombong, nafsu, dan malas. Mereka kebanyakan memiliki sikap mencolok seperti itu.

Lisya tak yakin kapan para demon terlahir, tapi keberadaan mereka sangat mengancam keberlangsungan dunia.

Jika dia tak salah ingat Ibunya, Erita pernah menceritakan kisah dimana keberadaan elf pernah diketahui dan diserbu oleh para demon.

Waktu itu pasukan demon dipimpin oleh seekor monster yang sangat kuat dengan kulit tebalnya. Monster tersebut diberi nama Goliath. Keberadaannya kini disegel pada bagian akar terbawah World Tree sebagai bahan penelitian.

Tempat tinggal elf sendiri adalah sebuah hutan dengan beberapa lapisan pelindung yang tercipta dari sihir roh kuno yang mampu menciptakan ilusi optik dimana sosok 'luar' tak akan mampu melihat 'dalam', tapi mereka yang di 'dalam' mampu melihat ke sisi 'luar'.

Dan dengan begitu, para tetua membuat sebuah peraturan yang mana seluruh ras elf tidak diizinkan keluar wilayah pelindung.

Terdapat beberapa alasan khusus...

Pada perang terdahulu dimana elf ikut turun tangan, beberapa elf tinggal di dunia 'luar' untuk merestorasi kembali alam yang telah rusak oleh 'pemburukan' tanah yang dilakukan para demon.

Beberapa yang tinggal mulai menyukai dunia 'luar' dan memilih memutuskan ikatan mereka dengan takdir para elf.

Beberapa juga yang menginginkan tinggal, namun tak mampu hidup dengan usaha mereka sendiri pada akhirnya diperbudak oleh manusia.

Perbudakan sendiri adalah hal yang tabu dan sangat dilarang dalam peraturan elf, namun mereka yang tinggal tidak diizinkan kembali atau berhubungan lagi dengan 'hutan'.

Ada yang menyesal, juga ada yang bahagia tinggal di dunia luar. Semua itu ditentukan oleh mereka masing-masing.

Terutama Lisya yang begitu penasaran dengan sosok yang digambar dalam buku tulisan tangan seorang penyair. Dia menggambarkan bagaimana ras-ras yang ada di dunia luar hidup.

"Aku ingin menjadi seperti penyair ini. Berkeliling dunia dan menyampaikan berbagai macam cerita yang tidak pernah berakhir."

Jika itu dirinya maka itu bukanlah hal yang mustahil. Elf dikaruniai ingatan yang begitu kuat, dalam sekali baca Lisya akan mampu mengingatnya dalam waktu yang sangat lama.

Karena itulah andai kata dia menjadi seperti penyair, maka Lisya tak perlu menulis dalam buku melainkan menceritakannya secara langsung.

Erita pernah berkata padanya untuk terus menyukai siapapun dan tidak boleh membenci siapapun. Lisya ingin merasakannya, memiliki teman dari berbagai macam ras.

"Lisya, apakah kau belum tidur?!"

"A-ah, ya Bu. Aku akan tidur sekarang."

Terlalu asik membaca di kamarnya, Lisya mengembalikan seluruh buku miliknya pada lemari besar dihadapannya yang juga berisi puluhan berbagai macam buku.

Dari jendela kamar malam menjadi begitu larut sehingga Lisya mulai tertidur dibalik selimut buatan Erita.

Mereka elf hidup sangat sederhana dengan rumah yang tercipta dari anak pepohonan World Tree yang mana dipenuhi oleh berbagai macam lubang yang kemudian dibentuk layaknya rumah.

Lisya sangat nyaman tinggal dan hidup seperti ini untuk beberapa waktu.

———

Pagi menjelang dengan matahari yang terletak begitu tinggi menggantung diatas langit.

Cahayanya begitu menyilaukan itu membuat Lisya terbangun seperti biasa lalu memandangi ke luar dimana berbagai elf telah melakukan tugas suci mereka.

Tugas suci adalah pekerjaan yang diberikan oleh para tetua. Sebelum seseorang selesai dengan tugas suci mereka yang biasanya bertahan paling lama 10—20 tahun itu mereka tidak diizinkan melakukan pekerjaan yang lainnya tanpa seizin para tetua.

Waktu mulai menjelang siang dan Lisya tengah mempersiapkan diri untuk menemui para tetua. Hari ini adalah hari dimana dia diberikan sebuah tugas suci.

Karena dia masih muda maka para tetua menunggu Lisya hingga berumur setidaknya 14 atau 15 tahun untuk mendapatkan tugas sucinya. Sebelum mencapai itu, Lisya diizinkan untuk membantu pekerjaan suci elf lainnya dengan batasan tertentu.

Melompat melalui berbagai dahan pepohonan, Lisya mendarat dengan aman di tanah. Kakinya dengan ringan menuntunnya menuju aula besar yang ada pada salah satu cabang World Tree dimana para tertua akan berkumpul.

Para tetua sendiri adalah elf dengan umur yang sudah bisa dikatakan tua dengan perubahan fisiknya atau elf dengan kebijaksanaan yang tinggi.

Saat ini terdapat lima tetua dengan Lorphin sebagai Tetua Agung, jabatan tertinggi tetua yang bentindak sebagai kepala pengkoordinir hutan juga pelindung sihir kuno.

Sebentar lagi Lisya akan menemui orang seperti itu. Dia akan mendapatkan pekerjaan sucinya dan mulai menyibukkan diri dengan itu.

Terkadang dia merasa bosan karena hanya selalu menghabiskan waktu di dalam rumah menunggu kepulangan kedua orang tuanya yang sedang bertugas.

Ayahnya yang adalah elf penjaga pelindung perbatasan. Ibunya sendiri adalah tenaga pembantu elf yang biasanya bekerja bersama elf penjaga.

Setidaknya menurut apa yang Lisya ketahui, mereka sudah menjalankan tugas itu lebih dari 50 tahun. Ayahnya terkenal karena keahliannya dalam memanah dan Ibunya yang menjadi pendukung memiliki kemampuan pengendalian sihir yang begitu baik.

Tak heran para tetua tetap menginginkan mereka berada pada pekerjaannya. Lisya juga tak menyangka bahwa sebenarnya keluarganya cukup terkenal di kalangan elf lainnya.

"Meisa!" seru Lisya pada seorang gadis elf.

"Pagi, Lisya. Kau akan ke tempat para tetua?" balas gadis dengan manik mata giok miliknya.

"Iya, hari ini adalah hari spesial."

"Kalau begitu hati-hati!"

Karena letak aula utama ada pada cabang World Tree, maka Lisya perlu melompat mencari pijakan pada pepohonan besar tersebut.

Meisa yang tengah menyiram karangan bunga di depan rumahnya kembali berseru pada Lisya yang tengah melompat.

"Lisya! Ayahku sepertinya mencarimu!"

"Paman Kyle?!"

Terkejut tau siapa ayah gadis itu, Lisya tanpa sadar kehilangan pijakannya dan hampir membuatnya tergelincir, namun tangannya dengan gesit berhasil menopang badannya.

Tatapannya kembali pada Meisa, Lisya menyampaikan salamnya dengan nada tak enak.

"Ahaha... katakan padanya aku akan datang lain kali."

"Tapi kau sudah melewatkannya tiap kali kan? Ayah bisa marah padamu."

"Itu hanya tinggal masalah hati. Saat ini aku hanya sedang belum siap."

"Besok kau harus datang! Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan juga."

Merasa tak enak hati sudah menolak Kyle, ayah Meisa, lalu gadis itu juga. Akhirnya Lisya mengangguk dengan terpaksa.

"Besok, aku pasti akan datang. Jadi aku pergi dulu!"

Akhirnya Lisya dengan bebas melompat lebih tinggi hingga dirinya berhasil menggapai aula utama.

Tempat tersebut adalah wilayah terbuka, namun dipenuhi oleh berbagai macam sihir alam dukungan. Dan karena kehadiran Lisya dapat disadari dari sihir alam itu, setibanya disana dia disambut oleh kelima tetua.

Lisya bergerak maju berdiri pada pusat aula dikelilingi oleh kelima tetua. Dirinya membungkukkan badan dengan anggun.

"Oh, jadi hari ini sudah tiba, Nona Lisya Moonwell. Sepertinya kau terlihat sangat senang?"

Yang pertama menyapanya adalah wanita elf satu-satunya diantara para tetua lainnya. Dia adalah tetua Freya. Dia tidak terlihat memiliki perubahan pada fisiknya, namun terdapat kacamata tergantung sebagai gantinya.

"Ini seperti saat itu dimana Erita mendapatkan pekerjaannya. Ternyata anaknya juga tak begitu berbeda dalam segi apapun."

Kemudian adalah tetua Ruphell, dia memiliki wajah yang sedikit berkerut dibeberapa bagian, tapi dia masih terlihat begitu sehat.

"Sepertinya kita memang harus memulainya, bagaimana menurutmu, Tuan Thierry?"

"Itu benar, Tuan Manolo. Aku tak sabar melihat takdir gadis ini."

Sebagai yang paling tinggi jabatannya, Lorphin berseru untuk menenangkan keributan diantara mereka.

"Baiklah, aku pikir kita harus memulainya. Tuan Thierry, silahkan!"

Salah satu tetua, Thierry memiliki kedua mata yang tertutup. Katanya kedua mata itu mampu memperlihatkan masa depan juga masa lalu seseorang. Tidak ada yang tau kapan Thierry bisa memilikinya, namun kekuatan itu begitu berguna dan sangat langka.

Saat dia membuka matanya hanya ada warna putih memenuhi matanya. Lisya yang memandangnya tanpa sadar seperti terserap masuk kedalamnya.

Setelah beberapa waktu barulah Lisya tersadar, namun saat itu Thierry sudah menutup kembali matanya dan sepertinya dia sudah mendiskusikannya dengan para tetua lainnya.

Lisya tidak tau sudah berapa lama dia melamun, namun sepertinya para tetua tidak menghiraukannya.

Lorphin yang duduk diantara Ruphell dan Freya mulai membicarakan apa yang dikatakan Thierry tentang Lisya. Mereka terkadang mengangguk juga menggeleng membuat bingung Lisya.

Lalu tak lama dari itu Lorphin berujar sebagai perwakilan para tetua. Entah mengapa Lisya merasakan kesunyian daripada suasana sebelumnya.

"Aku rasa untuk beberapa waktu kami tidak bisa menceritakan seperti apa masa depanmu, Nona Moonwell. Aku harap kau bisa mengerti. Disamping itu kami sudah memutuskan untuk memberikanmu sebuah pekerjaan yang nantinya akan berguna bagi masa depanmu."

Lisya tak mengerti kenapa para tetua harus menyembunyikan takdir yang seharusnya dia emban. Itu terdengar seperti hanya akan ada hal buruk didalamnya.

"Jangan berpikiran seperti itu, Nona. Kami melakukan ini demi kebaikanmu. Jadi mengertilah."

Freya yang notabennya adalah wanita pasti memahami apa yang Lisya rasakan saat ini. Wanita itu dengan tenang berharap agar Lisya memahami posisinya saat ini.

"Ba-baiklah, saya mengerti." Merasa malu karena apa yang ada dipikirannya diketahui, Lisya segera membungkuk untuk meminta maaf.

"Maafkan aku!"

Para tetua sepertinya juga mengerti posisi mereka saat ini. Terlebih lagi Thierry lebih banyak diam daripada ketertarikannya pada sebelumnya.

"Kalau begitu, aku akan mengatakannya padamu. Pekerjaanmu adalah... sebagai peneliti sihir juga mengenai ekologi alam." Kata Lorphin terngiang di kepalanya.

"Peneliti sihir... dan ekologi alam?"

Lisya tak mengerti, tapi dia memilih tidak bertanya lebih banyak. Itu hanya akan membuat suasana menjadi tambah runyam.

"Kalau ada sesuatu yang perlu kau pertanyaan, silahkan pergi menghampiri Aesura di perpustakaan utama. Kau bisa menemukan semua jawabanmu darinya."

Lagi-lagi Lisya mengangguk. Merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Lisya izin mengundurkan diri.

Tak lama dari kepergiaannya...

"Tuan Thierry, apakah kau yakin dengan penglihatanmu?" (Ruphell)

"Maaf, tapi sepertinya itu benar. Tidak salah lagi sepertinya gadis itu adalah yang ada dalam ramalan." (Thierry)

"Aku tau aku tak bisa membantah itu, tapi elf semuda itu mengemban semuanya seorang diri..." (Freya)

"Tenang saja, aku tidak hanya melihat dirinya dimasa depan. Dia bersama orang-orang yang dipercayainya." (Thierry)

"Dan itu adalah...?" (Freya)

"Mereka... adalah makhluk dari dunia luar." (Thierry)

Ini adalah bagian lain dari novel kolaborasi milikku!

Ay_Syifanulcreators' thoughts
Next chapter