1 Tongkat logam hitam

Melewati sebuah musim kemarau yang gersang, ya..elnino tahun itu membuat kami sekeluarga berusaha keras mencari sumber air.

Sumur-sumur penduduk desa sudah mulai mengering, sampai pada titik sesama penduduk di desaku mulai menanyakan sumber air yang dekat dengan rumah rumahnya dan mulai menggalang sumur-sumur baru berkilo-kilo meter di dalam hutan demik air bersih.

Drum-drum sisa bahan pelumas dari perusahaan milik negara, dulunya penuh berisi air jernih untuk mandi, kini sudah mulai kosong, dan sebagian berganti air kuning berbau karat yang sedang diendapkan.

Teko-teko air minum di meja dapur mulai menguning karena air rawa yang kami minum. tidak perduli seperti apa jadinya kondisi badan kami nantinya ketika dewasa, hanya Tuhan yang tahu.

Kemarau masih berlangsung, rawa-rawa juga mulai mengering, bersama parit-parit seberang rumah yang mulai surut, menyisakan bau lumpur yang menyengat.

Terjadi kebakaran hutan hebat di seberang rumah kami. Aku dan kakak laki-lakiku bersorak tanpa tahu bahwa ada bahaya bunga api bisa saja lompat dan tertiup angin dan menyebrang ke rumah kami, namun kami hanya melihat dari teras rumah kami karena terlalu senang melihat kebakaran itu.

Dua malam telah berlalu dan kebakaran hutan telah padam, menyisakan tunggul-tunggul kayu yang menghitam dan bau hangus yang kuat tercium sampai ke dalam rumah.

Pagi itu sekolah diliburkan karena kebakaran itu. Aku dan kakak laki-lakiku berjalan ke hutan bekas kebakaran, pinggir hutan itu adalah tempat kami bermain sebelumnya. Menyebrangi parit-parit berlumpur sebelum kami bisa mencapai tempat bermain itu.

Berusaha menemukan sesuatu yang unik untuk dijadikan sebagai mainan, Kamipun mencari sisa-sisa bakaran pohon. Tak sadar aku dan kakakku berjalan masuk ke hutan terlalu dalam. Melintasi sebuah bukit kecil yang belum pernah kami lewati sebelumnya dan melewati sebuah Tunggul kayu yang sangat besar sampai perlu 7 pelukan orang dewasa untuk mengelilingi batang pohon itu namun tingginya hanya setinggi pinggang anak kecil dan terdapat arang yang meng-abu, sebagian legam akibat kebakaran hutan, asap tipis masih mengepul di beberapa akarnya yang nyaris setebal dinding, ditengahnya terdapat pantulan cahaya yang samar menyilaukan. setelah aku amati, seperti ada sebuah benda tertancap di sana, mirip sebuah tongkat Logam Hitam, sepertinya pohon itu tumbuh membesar bertahun-tahun dengan menjepit tongkat Logam Hitam itu didalam batangnya, seiring menuanya pohon itu tongkat Logam Hitam itu seperti tertanam dalam batangnya dan terbuka kembali akibat batangnya terbakar habis.

Akupun tertarik dengan benda itu dan meminta tolong kakakku untuk mencabutnya. Setelah sekian lama berusaha, akhirnya tongkat Logam itu berhasil kami cabut dari tunggul pohon itu, aku kegirangan seperti mendapat harta Karun yang sangat berharga, walaupun tidak ada yang tampak istimewa dari tongkat Logam itu, ku amati baik-baik, tongkat Logam itu sepanjang lenganku dengan tiga ujung runcing, mirip seperti garpu besar dan terbuat dari logam.

Disinilah kisahku dimulai, namaku Yudha, bahasa orang orang dulu yang artinya perang.

Aku siswa kelas 3 SD, tidak suka berkelahi tapi jangan coba-coba menindasku.

Aku anak terakhir dari tiga bersaudara, kakak laki-lakiku yang kedua, Natajaya, umurnya dua tahun lebih tua dari aku, sementara kakak tertuaku telah meninggal sejak baru lahir.

Kak Nata, begitu aku memanggil kakakku, tidak perduli seperti apa kesulitan yang aku hadapi, dia selalu menjadi pelindungku sebagaimana namanya Nata yang artinya pelindung, wataknya lemah lembut, rela berkorban demi senyumanku, seolah punggungnya adalah perisai besi yang sanggup menahan tebasan pedang dan tombak demi aku.

Pernah suatu ketika kami disekolah teman sekelas ku merundung aku karena sikapku yang pendiam sampai aku terisak-isak pulang ke rumah, keesokan harinya Kak Nata marah dan membawa mistar kayu dari meja guru kelasnya dan datang ke kelasku untuk memukul teman sekelas ku yang merundung aku, beruntung segera diketahui oleh guru dan dilerai.

Kejadian itu berbuntut dihukumnya Kak Nata dengan hormat menatap tiang bendera selama 2 jam, tapi dia tetap tersenyum melihat aku baik-baik saja.

***

Tongkat logam hitam yang aku temukan di hutan depan rumahku aku cuci dan aku simpan dengan di bawah tumpukan baju dalam lemariku dan hanya Kak Nata yang tahu itu.

Siang hari sepulang sekolah, Kak Nata datang ke kamarku untuk melihat tongkat logam hitam itu. diamatinya lamat-lamat tongkat itu lalu dia bergumam sambil berpikir "kenapa tongkat ini ada di hutan itu ? sejak kapan berada di dalam batang pohon itu?", tidak ada diantara kami yang dapat menjawab pertanyaan itu.

Keberadaan tongkat akhirnya membuat kami terngiang-ngiang, seminggu kami memikirkannya dan kami memutuskan untuk membiarkannya tetap tersimpan di lemari itu Keesokan harinya kami pergi ke tempat kami menemukan tongkat Logam itu sebelumnya untuk mencari petunjuk tentang tongkat Logam itu.

Tapi apa yang kami temukan sungguh mengagetkan, Tunggul kayu besar tempat kami menemukan tongkat Logam itu sudah pecah berantakan menjadi serpihan kayu kayu kecil, hanya menyisakan kawah kecil disana. Seketika kami memandang sekeliling karena khawatir jika mahluk yang mengacak acak Tunggul kayu itu masih berada disekitar sana.

Kak Nata menghentikan kegiatan kami dan memutuskan untuk pulang dan menunda pencarian petunjuk lain dari tongkat Logam di hutan itu.

avataravatar