webnovel

LINDAP

Lindap mengisahkan tentang Alra, putri dari pasangan suami - istri bernama Dian, dan Aisyah. Kedua orang tuanya memutuskan untuk pindah dari kota besar menuju kota kecil di pulau Jawa. Awalnya kehidupan Alra berjalan dengan baik-baik saja, hidup dengan sederhana karena pekerjaan ayahnya yang selalu berganti tempat. Akan tetapi, ketika Alra mulai duduk di bangku SMP, perselingkuhan ayahnya dengan Susi mulai terjadi, dan Alra ketahui tanpa sengaja. Hal itu membuat sekolahnya menjadi tidak terarah, Aisyah juga menjadi berbeda, dan lebih memilih untuk mendatangi berbagai dukun agar suaminya kembali pulang. Tak hanya permasalahan keluarga yang dia terima, dampak dari permainan dukun yang dilakukan Aisyah pun dia terima dengan gangguan yang hantu-hantu itu berikan. Alra semakin tidak tenang dengan kehidupannya di rumah, dia lebih suka di sekolah untuk bertemu dengan teman-temannya, tapi rupanya di sekolah pun masih ada konflik yang menurutnya lumayan rumit. Berbagai macam masalah datang secara bersamaan, tapi suasana yang memanas berubah manis ketika dia duduk di bangku kelas 9 semester akhir. Bertemu dengan cowok bernama Hazel merubah dunianya yang terasa hambar, banyak yang berubah menjadi manis, dan lebih berwarna. Alra juga bertemu dengan orang-orang yang sama rasa dengannya, terutama dengan masalah keluarga yang sama. Mereka berbagi cerita, dan memberikan uluran tangan agar gadis itu semakin kuat.

meybulansafitrii · Teen
Not enough ratings
156 Chs

SEBELAS

"Ada bu siska!!" teriak gadis bersurai panjang cokelat itu sambil berlari, dan membawa jajan yang belum habis.

Alra hanya menatapnya dengan kening bertaut, tidak tahu siapa gadis tinggi nan cantik itu. Namun, yang lainnya sibuk berlarian menuju bangku masing-masing, dan mulai duduk dengan tenang.

Gadis yang berteriak tadi, kini duduk di samping Alra. Membuatnya mengangguk mengerti sekarang, tapi di luar ekspektasinya karena dia sangat tinggi. Berbeda dengan gadis lain yang masih pendek-pendek seperti dirinya.

"Jadi dia yang namanya elga," gumam Alra sambil melirik ke samping sebelum wanita paruh baya itu muncul.

"Hallo! Selamat siang!" sapanya dengan ramah.

"Selamat siang Bu!!"

Wanita itu tersenyum, menyandarkan pinggangnya pada meja. Buku-buku beserta tas yang dia bawa, di letakkan di atas meja dengan rapi. Sekarang tatapannya nampak begitu ramah, sangat berbeda dengan cerita yang anak-anak itu berikan kepada Alra.

"Pasti ada beberapa yang sudah kenal dengan saya, dan yang lain belum. Saya ijin untuk memperkenalkan diri ya!" ucapnya, berjalan menuju tengah-tengah papan tulis putih, "Nama saya siska, saya mengajak pelajaran IPA, dan wali kelas enam. Saya juga biasanya ngajar kelas seni budaya kalau guru aslinya sedang sibuk, atau ada rapat mendadak. Oh iya, saya jarang memberikan tugas, tapi kalau sampai ada yang tidak mengerjakan tugas harus menerima hukuman yang saya berikan!"

Alra hanya mendengarkan dengan sedikit bosan. Wanita itu terlalu banyak berbicara, dan tidak segera memulai pembelajaran pagi ini. Namun, anehnya anak-anak di kelas ini sangat menyukai hal itu, menyukai kelas yang tidak di isi pelajaran. Hanya mendengarkan cerita tentang perkenalan diri Bu Siska membuat mereka begitu anteng, tapi seperti tadi yang persis dengan pasar.

"Oke, saya rasa perkenalannya cukup sampai di sini saja ya! Kita mulai kelas pagi ini, mohon di buka bukunya untuk bab awal!"

Seluruh siswa kecuali Alra telah membuka buku besar IPA yang tersimpan di dalam laci meja. Mereka mulai mengeluarkan buku tulis, dan pensil milik masing-masing.

Gadis itu melirik ke samping, tapi Elga hanya diam memperhatikan Bu Siska tanpa ada niatan untuk mengeluarkan buku.

"Kamu... gak bawa bukunya?" tanya Alra tak enak hati.

Elga menoleh, dan menggeleng, "Aku gak kebagian, bukunya cuman sedikit."

"Ah! Oke," sahut Alra, dan kembali memperhatikan Bu Siska dari belakang sana.

Wanita itu sedang sibuk mencari spidol hitam, setelah menemukannya, ia mulai melukis rangka manusia dengan sempurna.

"Ada yang tau tulang yang menyusun rangka tubuh kita itu apa saja?" tanya Bu Siska.

Alra mengangkat tangannya dengan tatapan datar, dan berkata, "Ada lima jenis tulang, diantaranya ada tengkorang, ruas tulang leher, tulang dada, tulang pinggul, dan tulang belakang."

"Benar! Siapa nama kamu?"

"Alra."

"Oh, kamu anak baru yang dari kota itu ya. Terima kasih atas jawaban yang lengkap tadi," ucap Bu Siska sambil memberikan tepuk tangan, dan di ikuti oleh beberapa anak di dalam kelas itu.

Alra nampak biasanya, dan detik berikutnya dia ikut bertepuk tangan dengan begitu pelan. Membuat beberapa siswi perempuan memperhatikan ke arahnya dengan kening bertaut dalam.

"Ayo, semuanya lihat ke depan saya sedang mengajar!" perintah Bu Siska, "Jenis rangka kepala atau tengkorak ini berfungsi sebagai tempat perlindungan. Ada yang tau apa saja yang di lindungi?"

"Otak, mata, telinga, hidung, dan saluran pernapasan yang berada di bagian atas," sahut Alra cepat.

"Tepat, seratus untuk kamu Alra!" ucap Bu Siska bangga, "Lanjut ya! Bagian kedua ada ruas tulang leher yang juga memiliki fungsi, untuk melindungi tenggorokan, dan kerongkongan. Dari penjelasan ini, kalian bisa mengerti kan kalau bagian tulang ini sangat penting, dan memiliki fungsi masing-masing yang juga tak kalah penting. Jadi kalau mau melakukan aktivitas juga harus berhati-hati, terutama kepala. Ada yang bisa memberikan contoh untuk alat perlindungan kepala?"

Denis mengangkat tangannya dengan begitu tinggi, "Bisa pakai helm Bu!"

"Iya, betul! Helm akan melindungi kepala kita dari benturan atau bahaya lain. Misalnya ada runtuhan batu dari atas tebing, dan kita memakai helm, maka kita akan selamat. Contoh keduanya waktu kita memakai sepedah kayuh, atau motor, kan harus menggunakan helm. Kalau terjadi kecelakaan, dan kepala membentur aspal, atau jalan yang bebatuan, kepala kita akan terlindungi, dan tidak bocor."

"Tapi kalau kepala aja yang di lindungi buat alatnya, terus alat buat tangannya gimana Bu? Kan kalau jatuh dari sepeda pasti tangan sama kaki ikutan lecet," tanya cowok bernama Dipa itu.

"Makanya ada yang jual pelindung lutut, siku, sama sarung tangan. Kamu harus beli buat perlindungan diri!" sahut Bu Siska.

"Mahal ya Bu? Kalau naik motor juga pakai alat itu Bu?"

"Murah kok harganya, banyak di jual. Kalau mau beli bisa ke pasar. Kalau naik motor kan bisa pakai jaket Dipa."

***

Gadis itu menghela berat, suasana kantin yang sangat ramai membuatnya malas untuk ikut berdesak-desakkan. Alra memilih untuk duduk di salah satu meja yang lumayan sepi sambil memperhatikan jajanan apa yang akan dia beli nanti.

"Eh, anak baru, cantik banget!"

Suara berisik itu membuat Alra menoleh, memberikan tatapan datar pada sekelompok cowok tinggi yang memiliki paras lumayan. Mereka mulai ikut duduk, memberikan tatapan yang membuat Alra risih.

"Namanya Alra, cantik juga namanya," ucap salah satu cowok berponi tipis itu.

"Sepatunya keren woy!" timpal cowok berkulit cokelat.

Alra mendengus, memutar bola matanya malas, dan berkata, "Kalian maunya apa sih?"

"Gak ada, pengen kenalan aja sih. Aku hendrik, anak kelas lima yang paling ganteng," ucap Hendrik dengan kepedean yang sangat tinggi.

"Aku jonathan," tambah cowok berkulit cokelat itu, "Terus yang kulit putih ini namanya taslim."

Alra hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Udah punya pacar Al?" tanya Hendrik.

"Kenapa?"

"Soalnya Jonathan suka sama kamu, katanya pengen deket, tapi malu."

Alra melirik ke arah cowok tengil itu, jujur dia merasa ilfeel di kali pertama melihat tingkahnya.

"Ini terlalu cepet Hen!" bisik Jonathan dengan tatapan kesal.

Hendrik hanya tertawa bersama dengan Taslim. Tawa renyah yang membuat Alra benar-benar malas untuk berlam-lama dengan meraka semua.

"Alra, ngapain di sini?"

Alra menoleh, menghela napas lega karena sekarang dia bertemu dengan Tina. Beranjak, dan memeluk lengan kanan Tina dengan erat, kemudian menggeret gadis itu untuk ikut pergi bersamanya.

"Oh! Aku bersyukur kamu ada di sini, mereka ngebuat aku males. Terlalu banyak obrolan yang gak berbobot," ucap Alra.

Tina hanya tertawa kecil, dan berkata, "Besok-besok kalau ketemu sama mereka lagi mendingan langsung kabur!"

"Kenapa emangnya?"

"Mereka buaya, semua anak baru di sini mereka deketin. Udah kaya yang paling ganteng aja, kamu jangan mau!" jelas Tina.

Alra mengangguk mengerti, tapi jujur cowok bernama Hendrik memang lebih tampan dari kedua temannya yang lain. Namun, tidak ada gunanya menjadi tampan jika kegiatannya hanya mempermainkan hati anak perempuan di sekolah.