3 BAB 2

Belajar Etika

Lily berjalan disepanjang lorong menuju meja makan keluarga. Seperti hari biasanya, ia sangat senang ketika melewati lorong di rumahnya, karena ia dapat melihat berbagai bunga yang indah disepanjang lorong itu dan menghirup bunga-bunga segar di sana. Ia sangat menyukai tanaman, apalagi bunga Jasmine, Lily sangat benar-benar menyukainya. Karena memiliki wangi yang khas, juga bunga Jasmine mempunyai berbagai manfaat untuk tubuh dan juga kesehatan.

"Wanginya!" Lily menghirup bunga melati itu, dengan penuh rasa bahagia. Hal itu bisa membuat dirinya tenang dan melupakan sebagian dari kekesalannya.

Kemudian ia melihat kearah luar jendela, ia melihat pemandangan taman dengan danau yang indah yang selalu ada bebek dan angsa bermain di airnya,  Di luar jendela juga ada pohon-pohon tua yang besar menghiasi taman dan pandangan kota yang memukau bisa terlihat dikejauhan. Ia kadang juga melihat para tentara kerajaan yang berseragam lengkap di tengah-tengah bunga yang berwarna indah.

Lalu Lily berjalan cepat melewati lorong untuk pergi keluar melihat seluruh  pemandangan dengan jelas, setelah berada di halaman rumahnya, ia berjalan secara perlahan seraya menyentuh bunga-bunga tersebut. Merasakan sentuhan lembut dari setiap bunganya dan mencium aroma khas yang berbeda disetiap bunga yang berbeda.

Lily memetik salah satu tangkai bunga tersebut, lalu ia pejamkan kedua matanya sambil mencium wangi bunga tersebut dengan jarak yang sangat dekat.

Tak lama setelah itu, beberapa pelayan datang menghampirinya, mereka serentak berkata, "Selamat siang, tuan putri!"

Lily menengok dan tersenyum, "Selamat siang juga! Apakah bunda memanggilku?"

"Tidak, putri. Kami hanya ingin memberitahukan bahwa acara makan siang bersama segera dimulai."

"Baiklah jikalau begitu," sahutnya.

Beberapa kali kakinya melangkah, ia teringat akan sesuatu, "Ah, iya. Ini setangkai bunga untuk kalian."

Salah satu pelayan di sana mengambil setangkai bunga tersebut dari tangan Lily dengan rasa segan, kemudian pelayan itu mengucap terimakasih kepada Lily.

Para pelayan menundukkan punggungnya, memberi hormat kepada Lily sang putri dari Kerajaan Alexander. Lily pun membalas hormat dengan sedikit menekukkan kakinya seraya memegang gaun di dua bagian samping yang berbeda  dengan kedua tangannya, tidak lupa ia diajarkan untuk selalu tersenyum ramah kepada semua orang. Lalu ia pun berjalan pergi.

Setelah ia sampai di sana, semua orang kompak menengok ke arahnya. Lily terdiam keheranan, lalu ia pun menebarkan senyuman manisnya kepada anggota keluarga yang lain.

"Selamat siang!" sapa Lily dengan lembut.

Ia berjalan perlahan menuju kursi kosong, tepat disamping kursi ayahandanya. Ia berjalan masih sambil tersenyum simpul dengan sesekali menatap ke arah yang lain seraya menganggukkan kepalanya, memberi hormat. Kemudian ia duduk.

"Nah, sekarang kamu coba belajar tata cara makan dan etika di sini. Ayo, Lily. Kamu coba ambil secangkir teh yang ada di depanmu, lalu kau meminumnya," perintah Ayahandanya, Vale Alexander.

Cangkir teh harus dipegang dengan sikap spesifik, mencubit pegangan teh dengan jempol dan telunjuk, kemudian meletakkan jari tengahnya untuk menopang bagian bawah pegangan cangkirnya.

Lily mengambil cangkir itu dengan sangat berhati-hati. Pegangan cangkir harus dipegang dengan posisi arah jam 3, dan keluarga kerjaan sering menyarankan untuk menyisip disatu titik yang sama guna menghindari banyak jejak bibir disekitar bibir cangkir. Setelah tata cara itu selesai, Lily hendak menyimpan cangkir tersebut dengan perlahan sampai tak terdengar bunyi gesekan cangkir itu saat disimpan. Lalu Lily kembali tersenyum cengengesan, memperlihatkan seluruh gigi bagian depannya terlihat jelas kepada ayahnya.

"Jangan tersenyum begitu," Lily menutup mulutnya. "Tersenyumlah sewajarnya," bisik ibundanya.

"Iya, bunda." Lily tersenyum simpul. Ia kembali menunduk diam dengan rasa kesal dihatinya.

"Selalu saja seperti ini," umpat Lily dalam hati.

Ternyata memang ada banyak sekali aturan-aturan yang membuat Lily merasa tidak nyaman dengan semua aturan di kerajaan. Bahkan ia harus selalu belajar setiap hari untuk bisa menjadi seorang putri yang diharapkan oleh kedua orangtuanya.

*****

avataravatar
Next chapter