1 1

Kesialan demi kesialan terus menjumpai Feya hari ini. Jika saja tidak mengingat nasehat ibu yang menghimbaunya untuk tidak menjadikan sumpah serapah sebagai makanan sehari-hari, mungkin ia sudah seribu kali mengumpat meski hari masih pagi. Bayangkan saja, dari esok hari tadi Feya bangun kesiangan. Lalu kesusahan mencari ojek. Belum lagi sekarang, seragamnya terkena cipratan genangan air dijalan bekas hujan semalan karena sebuah mobil melewatinya tanpa salam.

"Sialan!!" Begitu umpatnya dalam hati. Tentu saja akan sulit terucap, akalnya masih ada. Ia tentu tak mau menodai citra profesinya. Bukankah seorang guru itu terkenal sebagai orang penyabar? Dan sepertinya Feya juga termasuk didalamnya. Walau mati-matian untuk tidak mengucapkan. Tapi harus kita akui, dia memang cukup sabar.

"Loh... Bu Feya kok bisa kotor begitu seragamnya?" ucap Pak Surya bertanya.

Beliau adalah salah seorang guru di sekolah tempat Feya mengamalkan ilmu. Sudah beberapa bulan ini Feya mengabdi disekolah yang sama dengannya.

"Kecipratan tadi Pak. Ada mobil lewat tanpa permisi apalagi basa-basi" celetuk Feya membuat Pak Surga menggeleng dengan senyuman terpatri diwajahnya.

"Saya permisi kalau begitu Pak. Mau membersihkan ini, nggak kebayang wajah Bu Kepsek liat saya nanti. Haduh... Ngeri" sambungnya sedikit berlari meninggalkan Pak Surya diantara tiang ketiga koridor sekolahnya.

"Silahkan Bu..." Seru Pak Surya menjawabi Feya yang sudah melangkah lumayan jauh darinya.

Sebenarnya bukan hanya hendak segera membersihkan seragamnya saja. Feya juga melarikan diri dari desas-desus yang ada. Kabar burung yang seolah mengatakan ia memiliki hubungan dengan Pak Surya. Mau dikemanakan Nevan, kekasih pujaan hatinya. Entah siapa yang menyebarkan rumor tak benar, padahal Pak Surya juga sudah memiliki pasangan. Enak saja kalau dia membiarkan isu-isu tak baik bertebaran menuduhnya sebagai pengganggu atau orang ketiga dalam rumah tangga orang. Tidak akan!!

Langkah Feya yang terbirit-birit dan tak memperhatikan jalanan koridor sekolah, kini akan sampai ke sebuah toilet sebentar lagi. Melewati sebuah tikungan, ia tak sengaja bertabrakan dengan seseorang disana. "Feya istighfar!!" Begitu seru batinnya mengingatkan.

"Maaf Pak... Saya tidak sengaja" ujarnya meminta.

Lebih baik seperti ini daripada memperpanjang perkara. Begitu pikirnya.

Tak ada jawaban. Namun Feya bisa melihat bayangan seseorang berperawakan tinggi tegap dengan setelan jas menganggukkan kepala lalu berjalan meninggalkannya.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Apa kata dunia? Paling ya "Nikmati saja Feya!" Huffft untung Bu Guru sabar ya. Berawal dari rasa penasaran ia pun menoleh kebelakang. Sekedar memastikan, yang tadi bertumburan dengannya itu orang luar atau sama sepertinya. Seorang Guru juga.

Mata Feya membulat sempurna saat melihat sebuah mobil sedan yang tadi tanpa salam juga permisi memberikan penghargaan kepadanya membawa orang tersebut pergi meninggalkan halaman sekolah tanpa rasa bersalah.

"Kurang ajar!!" Gerutunya tak terima.

Kalau saja Nevan sedang tidak sibuk dengan tugas diluar kota. Mungkin ia akan  sukarela mengantar jemput Feya. Ya, meskipun begitu tidak untuk setiap hari juga. Setidaknya disaat-saat darurat ia bisa meminta bantuan kekasihnya agar tidak terus-terusan tertimpa tangga kesialan.

Selesai membersihkan seragamnya Feya langsung memutar balikkan badan menuju ruang guru. Beruntung ia tidak ada kelas dijam pertama, jadi bisa sedikit meredam emosi dengan sekedar mendudukkan diri ditempatnya.

                                                                                    ✨✨                                                                                                      

"Ma...!! Itu nggak seperti yang kamu lihat sayang. Aku berani sumpah!!"

"Lisa!! Kamu dengerin aku dulu sayang!!" Seru seorang pria dengan tuxedo hitam. Menghentikan langkah seorang wanita yang kini ada dihadapannya.

"Bohong!! Udah cukup!! Aku lihat semuanya!! Jangan mendekat atau aku akan benar-benar pergi!!" Sentak seorang wanita yang tadi dipanggil dengan nama Lisa.

Dari latar tempat yang ada, sepertinya mereka tengah berada disebuah pesta. Entah dalam rangka apa, yang jelas saat keduanya bertengkar orang-orang disana sibuk saling berbisik dan menduga-duga.

Wanita tersebut memilih untuk merobohkan sebuah meja. Terdapat sebuah kue menjulang tinggi diatasnya. Dari sorot mata wanita itu terlihat kekecewaan mendalam penuh luka. Sebenarnya bukan hanya dia. Laki-laki dihadapannya juga tengah merasakan yang sama.

Brakkk...

"Nggak ada gunanya berapa tahun kita bersama. Kalau ternyata sama sekali nggak bisa saling menjaga. Aku benci kamu!! Arya!! Aku benci karena sampai saat ini aku masih sangat mencintaimu!!" Serunya sebelum kemudian berlari keluar meninggalkan acara. Mengemudikan sebuah mobil sedan berwarna hitam dengan laju kencang. Lalu tanpa diduga menabrak pembatas jalan dan masuk kedalam jurang.

"Lisaaaaaaaaaa!!" Nafasnya memburu setelah terbangun dari mimpi buruk itu. Tidak. Itu bukan mimpi melainkan sebuah masa lalu.

"Pak. Mimpi yang sama?" tanya seorang pria sambil memberikan segelas air padanya. Ia tersenyum kecut, jika itu hanya sebuah mimpi harusnya ia tidak perlu berada disini dan kehilangan Lisanya.

"Itu nyata. Aku sendiri yang mengalaminya" ujar Arya dengan ekspresi datar penuh tatapan tajam selesai meneguk habis air putih yang tadi anak buahnya berikan.

Bukan sekali dua kali mendapat jawaban seperti ini. Bagi mereka yang kebetulan berjaga akan selalu mengalami hal sama, sulit menelan ludah dihadapan Arya. Tatapan penuh intimidasi jika seseorang mengatakan sesuatu berlainan dengan maksud hatinya. Terlebih mengenai Lisa, yang hampir tujuh tahun ini pergi meninggalkannya tanpa memberi kesempatan kedua. Membuatnya terjebak dalam luka penuh rasa kecewa pada diri sendiri tentu saja.

Arya menyibakkan selimutnya. Hendak turun dari ranjang entah menuju kemana.

"Dara sudah bangun?" Kali ini ia berhenti melangkah hendak masuk ke kamar mandi.

"Belum Tuan. Masih terlalu pagi, apa perlu saya bangunkan?"

"Tidak perlu. Baik kamu keluar dari sini sekarang!" Yang diajak bicara menganggukkan kepala lalu pergi meninggalkan Arya seorang diri.

Ia menghembuskan nafas pelan. Memejamkan mata sambil memegangi dada sebelah kirinya. Menyalakan shower lalu terduduk bersandar pada dinding. Berteriak keras diiringi tangis sesal yang sebenarnya sama sekali tak berguna.

Arya tahu namun ia tetap melakukannya, meneriakkan nama Lisa disana. Tentu dengan perasaan yang orang lain tak bisa ikut merasakannya.

"Gila lu Ya!! Gila tau nggak?!! Gw nggak akan terima apapun yang terjadi sama Lisa. Nggak akan terima!! Percuma dia hamil anak lu lagi kalau begini akhirnya!! Arghhh!! Gw nggak terimaaaa!!" Seru Ifan tanpa ampun menghujani Arya dengan bogeman mentahnya.

Namun bukan karena itu tubuh Arya menegang, ia hanya bisa terdiam ditempat mendengar penuturan Ifan.

"Baru ngerti kan? Gw bahkan ngerasa lebih pantas jadi pendamping dia. Muak gw sama lu Ya!!! Kita teman dari jaman kapan juga bagi gw percuma!! Lu nggak punya hati sia-sia-in dia. Orang yang gw sayang juga!! Arya gilaaaa!! Otak lu kemana S*TAN?!! Otak encerrr lu itu kemanaa??!" Sambungnya masih tak terima dan terus melontarkan sumpah serapah pada suami sahabatnya.

Cukup. Tak ada lagi tenaga yang tersisa dari Arya. Dalam hati ia hanya bisa menangisi kepergian Lisanya.

                                                                                    ✨✨                                                                                                      

avataravatar