webnovel

Ditemukannya Sang Pewaris

Bisa dibilang Hikaru adalah seseorang yang teramat ramah terhadap siapapun di dekatnya. Entah itu memang sifat aslinya ataupun karena efek dari Amnesia yang menimpanya. Yang pasti dia adalah pemuda yang mudah akrab dengan orang-orang.

Hikaru dan ketiga anak panti kini tengah bermain di depan halaman rumah Flash. Mereka bermain kejar-kejaran sejak sejam yang lalu. Hikaru amat antusias, begitupula dengan Hesney, June dan Tanya yang bersamanya.

Dari teras rumah Alvia mengamati, gadis itu duduk bersandar pada tiang penyangga atap teras ditemani Flash yang duduk di kursi kesayangannya. Pagi yang damai, matahari juga sedang berbaik hati memberikan segenap sinarnya pada sang bumi.

"Hikaru sepertinya senang bermain dengan anak-anak ya?" ujar Flash.

"Mereka langsung akrab saja. Bahkan, aku butuh beberapa minggu untuk bisa akrab dengan anak-anak itu."

"Ahaha, sepertinya kita punya pengasuh baru lagi di sini."

Raven tiba-tiba datang menghampiri membawa beberapa ekor kambing. Kambing-kambing itu tampak lemas tak berdaya, bahkan salah satu tak lagi bisa berdiri dan terpaksa Raven panggul.

"Dimana kau menemukan kambing-kambing itu, Raven?"

"Di sungai yang ada di dekat sini. Saat aku kesana mereka semua sudah dalam kondisi seperti ini," terang Raven.

"Apa yang terjadi pada kambing-kambing itu, Rave?" tanya Alvia.

"Mungkin mereka tersesat di hutan dan dijebak oleh Swamptail."

Swamptail adalah seekor Beast berbentuk kadal yang berdiri dengan 2 kaki dan mempunyai lidah panjang yang dapat menyedot darah musuhnya– seperti lintah. Dalam lidah mereka juga terkandung racun yang dapat menyebabkan kelumpuhan– tetapi tidak fatal, terhadap mangsanya.

"Keberadaan mereka makin meresahkan saja. Sepertinya, kita harus melakukan sesuatu dengan mereka."

"Pembasmian? Itu akan menarik." Raven menyeringai, "Tetapi, bagaimana rencananya?"

"Kita akan pancing mereka keluar dari hutan dan menghabisi mereka semua di padang ilalang ini," ujar Flash, "Raven, kau yang akan jadi umpannya. Bawalah satu kambing sekarat bersamamu. Sementara itu aku akan menyiapkan jebakan di jalan setapak di sebelah utara bilik rawat. Bawa mereka kesana."

Alvia mengetuk-ngetuk dagu kecilnya dengan telunjuk kanannya.

"Bagaimana dengan anak-anak? Memancing para Swamptail ke padang ilalang adalah ide bagus, tetapi juga sangat berbahaya."

"Tenang saja, aku akan memasang mantra pelindung di sekitar bilik rawat."

Hikaru tiba-tiba datang bersama Hesney, June dan Tanya. Sekujur tubuh mereka penuh noda tanah dan debu. Kemeja putih yang Hikaru kenakan pun berubah warna yang tadinya putih menjadi kekuningan.

"Kotor sekali." Raven memandang jijik.

"Apa yang kalian lakukan?" Alvia kaget bukan kepalang.

"Kami main kejar-kejaran, kak!" jawab Tanya.

Alvia dan Raven kehabisan kata-kata. Tidak ada ungkapan apapun untuk menggambarkan kekecewaan mereka selain sebuah gelengan kepala.

"Kalian harus mandi," ujar Raven.

"Tidak mau, kami masih mau main dengan kak Hikaru!" Hesney mendekap kaki Hikaru yang diikuti Tanya dan June.

"Pokoknya kalian harus mandi. Lihatlah, betapa kotornya kalian?"

Anak-anak itu hanya membuat ringis yang menambah kekesalan Raven.

Bertindak tegas, Raven berusaha menarik tangan Hesney agar ikut bersamanya. Tak disangka Hesney malah melarikan diri sembari tertawa meledek Raven. Tanya dan June lalu mengikuti sahabatnya itu.

"H-hei, tunggu!" Raven segera memburu ketiga anak itu.

Adegan kejar-kejaran yang cukup panjang pun terjadi diantara Raven dan trio bocah tersebut. Kejadian itu cukup untuk membuat Flash, Alvia dan Hikaru tersenyum kecil.

Sebuah pemandangan yang manis tentunya.

"Hikaru, nanti sore kami akan melakukan pembasmian terhadap beast Swamptail yang ada di dekat bilik rawat ini. jadi, aku harap kau dan Alvia bisa menjaga anak-anak selagi aku dan Raven melakukannya," cakap Flash tiba-tiba.

"O~oh, baiklah, tuan Flash."

Flash pun beranjak masuk ke dalam rumah meninggalkan Alvia dan Hikaru untuk berbincang bersama.

"Nah, Hikaru. Mau kuajari kau cara menggunakan sihir?" tawar Alvia.

"Tentu, aku pun penasaran apakah aku juga bisa melakukannya." Hikaru tampak antusias.

Alvia mengekeh kecil. Senyum manisnya menampilkan lesung pipi di sisi kanan ronanya.

"Baiklah, ayo ikuti aku."

***

Suara tapak kaki kecil diatas tanah basah terdengar menjelajahi gua gelap ini. Tetes air dari ujung stalaktit bagai ketukan metronome yang mengatur suatu tempo. Dari dalam gelap terlihat sepasang mata hijau menyala menelusuri lorong gua sendirian.

Tak sulit baginya melewati bebatuan terjal yang tersembunyi dibalik kegelapan. Sebab, mata bulat hijaunya memiliki kemampuan melihat dalam gelap yang baik. Suatu keunikan yang dimiliki oleh semua kucing di dunia.

Salem Chencho Gyelthshen, itulah nama kucing tersebut. Namun, dia lebih menyukai orang-orang memanggilnya dengan nama Cater untuk beberapa alasan tertentu.

"Berhenti!"

Suara berat nan menggelegar menyeru dari kegelapan di hadapan Cater. Kucing itu menghentikan langkah kecilnya dan duduk di tempat.

"Salam, penjaga Kunonya Rohan Ashimeru. Ini aku, Salem Chencho Gyelthshen. Aku ingin bertemu dengan Dewan Hutan."

Cahaya berkilau menerangi seisi gua dalam kilatan singkat dan menyilaukan. Tampaklah sebuah pintu batu berukiran kuno yang di sisinya telah ditumbuhi lumut dan akar-akar pohon.

Di depan gerbang berdiri seorang Dryad menancapkan pedangnya ke tanah, tangannya dia sandarkan di ujung gagang pedang tersebut. Matanya lekat menatap ke arah Cater.

"Lama tidak bertemu, Salem Chencho Gyelthshen."

"Sudahi saja basa-basinya, buka pintu itu dan biarkan aku bertemu dengan Dewan Hutan."

Alis Rohan berkerut mendengar ucapan Cater yang senonoh di hadapan Dryad sepertinya. Meski hanya penjaga pintu masuk menuju ruangan Dewan Hutan namun sudah sepatutnya Rohan dihormati oleh Beast lain.

"Sebelum itu, aku ingin bertanya. Ada urusan apa kau ingin menemui Dewan Hutan?"

"Ada hal penting yang ingin aku sampaikan kepada mereka. Perihal apa itu hanya aku dan Dewan Hutan yang boleh mengetahuinya. Kau boleh memeriksa kejujuranku jika kau tidak mempercayaiku."

Rohan menggeram kesal, Dryad itu lantas menghela nafasnya menenangkan diri.

"Baiklah, aku percaya padamu. Sekarang, bersiaplah untuk masuk ke dalam pintu ini. Aku akan mengirimmu masuk," lanjut Rohan.

"Terima kasih."

Mata Rohan berpendar putih, pada saat yang sama tubuh Cater diselimuti cahaya hjau yang membungkus tubuhnya dalam sekejap. Ukiran-ukiran di permukaan pintu bercahaya, akar-akar pohon serta lumut yang tumbuh di sekitarnya pun lenyap.

Setelah itu tubuh Cater berubah menjadi butiran cahaya kecil dan terbang menuju pintu– menjadi satu dengan ukiran yang ada.

Butiran-butiran cahaya Cater berkumpul di dalam sebuah ruangan gelap. Tubuhnya perlahan terbentuk dari ribuan butir cahaya yang memecah sebelumnya. Beberapa saat kemudian tubuhnya berhasil terbentuk dengan sempurna.

"Salem Chencho Gyelthshen, ada apa gerangan kau kemari?"

"Sudah lama tidak bertemu, Salem."

"Kenapa kau datang kemari menemui kami?"

Beberapa suara serak bergema menyambut kedatangan Cater di dalam ruangan gelap tersebut. Siapapun yang mendengarnya pasti akan dibuat gentar dan takut pada saat itu juga. Namun, Cater berbeda, dia sama sekali tak menunjukan rasa takut.

"Aku ingin memberitahukan pada kalian kalau aku telah menemukan sang pewaris."

"Sang pewaris kau bilang?"

"Iya, aku telah menemukan dia." Cater mengulang perkataannya.

Suara-suara dari Dewan Hutan saling berbisik. Mereka bermusyawarah bersama untuk beberapa saat. Cater hanya menunggu seraya terduduk manis.

Tak lama kemudian, Dewan Hutan selesai bermusyawarah. Diwakili oleh anggota tertua, mereka menyampaikan hasil pembicaraan mereka pada Cater.

"Jika benar demikian, maka penantian panjang kita telah selesai sudah. Akhirnya, setelah sekian lama datanglah orang yang pantas untuk mengenakan Light Soul."

Light Soul, sebuah benda berbentuk anting yang memiliki kekuatan cahaya. Barangsiapa mengenakannya maka dia akan mampu menggunakan sihir cahaya, terlepas dari kemampuan sihir yang dimilikinya.

Light Soul pada mulanya adalah milik sang makhluk abadi, Hadariel. Kemudian, kekuatan itu diberikan kepada seorang bernama Sancho Nedaj.

Namun, pada suatu waktu terjadi pembantaian keluarga Nedaj. Para pembantai bertujuan untuk merebut Light Soul dari pewaris sahnya.

Tak ada yang tersisa selain seorang istri putra ketiga pemimpin keluarga yang tengah mengandung seorang bayi. Gadis itu melarikan diri setelah sang suami mengorbankan nyawanya demi melindungi sang istri.

Pewaris pada saat kejadian terjadi, Pippo Nedaj, akhirnya memecah Light Soul menjadi 8 bagian dan menyebarkannya ke seluruh dunia untuk melindungi Light Soul dari pihak pembantai. Lalu, dari kedelapan pecahan tersebut salah satunya ditemukan oleh Dewan Hutan pengawas Hutan Terlarang.

"Kita telah menjaga Light Soul dari tangan-tangan jahanam para manusia yang berusaha merebutnya. Dan, sekarang datanglah masa bagi pewaris asli untuk menerima takdirnya."

"Bersatunya Light Soul dengan sang pewaris, akan membawa kesejahteraan untuk dunia ini."

Dewan Hutan pun menyeru bersama-sama.

"Bersatunya Light Soul dengan pewarisnya akan membawa kesejahteraan bagi dunia!"

Cater tak berkata, mulutnya terbungkam membiarkan kata-kata yang bergema dari para Dewan Hutan bersuara.

"Namun, akibat pecahnya Light Soul oleh Pippo Nedaj, maka kekuatannya tidak akan cukup."

"Jika demikian maka kita harus mengisinya kembali."

"Dengan melakukan ritual pengorbanan jiwa. Isi Light Soul dengan jiwa mereka yang gugur di sekitarnya."

Cater pun buka suara, "Kalau begitu, kenapa tidak manfaatkan saja ajang itu?"

Turnamen Putra Hutan, ajang yang tiap tahun digelar di Hutan Terlarang. Para petarung dari pelosok hutan berkumpul dan bertarung untuk memperebutkan gelar juara.

Barangsiapa memenangkan turnamen tersebut maka keinginannya akan dikabulkan oleh sang Oracle, pemimpin hutan yang sebenarnya. Kedudukannya lebih tinggi dari para Dewan Hutan yang notabene dipilih oleh sang Oracle.

"Itu... "

"Bisa jadi jalan pintasnya, Salem."

"Tapi... bagaimana kita akan memanfaatkan turnamen itu? Tidak boleh ada kematian dalam tradisinya, bagaimana kita akan mengisi Light Soul kalau demikian?"

Cater menyeringai, manik merahnya menyala dalam gelap ruangan.

"Untuk itu... mari kita bahas."

Next chapter