1 Warisan

Mei Xin berdiri dengan bangga tatkala ia diwisuda sebagai murid terbaik dengan nilai ujian tertinggi se-provinsi dan memperoleh kesempatan melanjutkan study ke perguruan tinggi elit di ibukota. Air mata hampir mengaburkan pandangannya. Ini bukanlah air mata kesedihan melainkan sukacita. Akhirnya... Akhirnya pengorbanan dan kerja kerasnya selama ini terbayar lunas.

Mei Xin bisa melihat masa depan yang cerah melambai-lambai di pelupuk matanya hingga sebuah senyuman tidak pernah tanggal dari bibirnya. Ia percaya kedua orang tuanya akan bangga padanya. Ini mungkin akan jadi titik tolak perbaikan nasib keluarganya setelah serangkaian nasib buruk yang dialami seluruh keluarga.

Ayahnya termasuk salah satu anak cabang klan Li. Sebagai bagian dari keluarga besar yang bergengsi di Kota S, seharusnya masa depannya cerah. Terlebih ayahnya memiliki kemampuan yang tidak rendah. Ayahnya tergolong sangat cerdas, ulet, dan memiliki penampilan yang tampan. Sayangnya faktor terakhir pula yang membuat keluarga mereka terpuruk.

Ayahnya disukai seorang nona muda dari keluarga pejabat yang berpengaruh di kota S. Tapi, ayah menolaknya dan memilih ibu yang memiliki latar belakang rendah hati. Ibunya berasal dari keluarga petani di kota V yang terkenal sebagai basis beras terbesar. Keputusan ayahnya membuat patriak keluarga Li marah dan mengeluarkannya dari daftar rumah tangga Li.

Ayahnya tidak merasa sedih ataupun kecewa. Ia sudah tahu akhirnya. Ia pun membawa ibu kembali ke kota V untuk melanjutkan hidup. Ia sadar jika tidak ada hal baik yang menunggu di kota V.

Demi menyambung hidup, ayahnya menjadi petani sama hal mendiang mertuanya yakni kakek-nenek Mei Xin dari pihak ibu. Hidup sebagai petani bukanlah pekerjaan yang mudah. Itu penuh kerja keras banting tulang. Tahun-tahun penuh kesulitan telah menggerus daya pikat muda ayahnya. Jika ingat hal itu Mei jadi sedih.

Demi menyekolahkannya ke sekolah elit, mereka telah menguras hampir separuh kekayaan keluarga. Ia bisa membayangkan berapa banyak penderitaan ayah-ibunya yang harus ia tanggung demi dirinya. Untunglah, semua ini terbayar lunas.

Mei Xin menanti di podium wajah penuh senyum kedua orang tuanya. Akan tetapi sampai akhir acara, bayangannya tidak tampak sedikit pun. Rasa takut mencengkeram hatinya. Hatinya dipenuhi rasa was-was. Jangan-jangan....

Lalu, berita buruk itu datang. Seorang polisi datang menghampirinya di pintu keluar aula.

"Permisi. Apakah anda yang bernama Li Mei Xin putri dari pasangan Li Rong Juan dan Lu Siaw Cheng?"

Jantung Mei Xin berdetak kencang. Wajahnya memucat. Dengan suara bergetar, ia berkata, "Y-ya. S-saya sendiri. Ada apa ya, Pak?"

"Orang tua anda terlibat kecelakaan lalu lintas..."

Buket bunga terlepas begitu saja dari genggaman tangannya. Jatuh ke bawah dan berserakan di lantai. "A-apa?" Air mata jatuh bercucuran mengotori pipinya.

"Bus yang ditumpangi orang tua anda terguling di pinggir jalan tol setelah ditabrak truk pembawa bahan bakar. Api meledak dan menyeret bus membuat seluruh penumpang yang terjebak di dalamnya...."

"TIDAKK...!" Raung Mei Xin dengan suara serak. Tubuhnya limbung dan jatuh pingsan.

Dua hari kemudian, Mei Xin mengurus pemakaman kedua orang tuanya. Kesedihan mewarnai wajah pucatnya. Hari ini, ia resmi menjadi seorang yatim piatu tanpa orang tua yang menjadi payung hidupnya.

Huwee...

Suara isak tangis menyentakkannya dari lamunan muramnya. Untungnya pada saat kejadian, Xiao Jing adiknya yang masih bayi tidak bersama ayah ibunya. Xiao Jing tidak enak badan sehingga ia dititipkan pada tetangganya untuk menghadiri acara kelulusan Mei Xin. Jika tidak... Mei Xin tersenyum pahit. Jika tidak ia mungkin akan gila karena tidak kuat hidup sebatang kara di dunia ini.

Setelah pemakaman, Mei Xin memutuskan melewatkan tawaran beasiswa ke perguruan tinggi. Ia memilih hidup di desa dan membesarkan adiknya. Saat ini yang terpenting adalah adiknya.

...*****...

Kukuruyuk..!

Mei Xin segera bangun begitu suara kokok ayam jantan terdengar. Memiliki bayi sebagai tanggungan berarti ia harus bangun lebih awal untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, sebab setelah adiknya bangun ia tidak akan punya waktu untuk membereskan rumahnya.

Xiao Jing, adiknya, berada di usia yang tengah aktif-aktifnya. Ia suka berkeliaran di setiap sudut rumah untuk menjelajah. Ia juga suka bereksperimen menata barang, mencoba sesuatu ataupun mengkreasikan sesuatu. Artinya Xiao Jing suka berantakin barang yang susah payah Mei Xin tata. Tangan gemuknya paling hobi meraih barang dan menggenggamnya. Tak perduli apakah benda itu aman ataukah berbahaya. Terkadang memasukkannya ke mulutnya dan menggigitinya. Itu sebabnya yang namanya bayi tidak boleh lepas dari pandangan yang mengasuhnya. Berbahaya.

Mei Xin dengan rajin membersihkan rumah, membebaskannya dari debu dan bakteri jahat penyebab sakit lainnya. Setelah bersih barulah ia masak dan sekalian memasukkan baju kotor ke mesin cuci. Ia tidak membuat hidangan yang rumit untuk sarapan. Ia hanya membuat fu yung hai, sup miso tahu dan segelas susu segar. Selain menu sarapan untuknya, ia membuat nasi lunak dicampur sayur dan telur untuk sarapan adiknya. Adiknya masih bayi belum bisa makan-makanan orang dewasa. Mei Xin tidak butuh waktu lama untuk memasak. 1 jam cukup untuk menyelesaikan dan menyajikannya.

Mei Xin membawa sarapannya ke meja makan. Setelah berdoa, ia memakan semua hidangan tanpa sisa. Semalam ia bermimpi. Sebuah mimpi yang sangat panjang. Dalam mimpi panjangnya, seluruhnya berisi tentang ia yang kelaparan sepanjang waktu yang hanya diisi selembar roti hampir kadaluarsa atau biskuit kering yang keras. Mimpi buruk ini membuatnya mendambakan semua jenis hidangan normal saat terbangun. Rasa nasi dan sayuran segar di mulutnya membuatnya menangis karena haru. Ia merasa inilah surga dunia.

"Huwee..."

Mei Xin cepat-cepat menghabiskan sarapannya saat suara tangis bayi terdengar. Ia membiarkan alat makannya yang kotor di atas meja. Tidak ada waktu. Adiknya harus segera ditangani.

Mei Xin memeriksa popok Xiao Jing yang bau. Rupanya ia sedang pub. Pantas ia menangis begitu bangun dari tidur. Xiao Jing tipikal orang yang mencintai kebersihan. Ia paling tidak suka kotor.

Mei Xin membawa Xiao Jing ke kamar mandi untuk membersihkan pubnya sekalian mandi. Untung ia sudah menyiapkan air panas sebelumnya di termos. Jadi ia tidak perlu repot-repot menjerang air lagi.

Mei Xin gantian yang mandi sesudah Xiao Jing didandani dan ia masukkan ke baby walker. Ia berdandan secara sederhana karena hari ini ia mau ke kota untuk menemui pengacara dan sekaligus belanja kebutuhan rumah. Ia mengenakan gaun selutut dengan kerah China dan lengan 1/3 warna putih tulang dengan motif bunga sakura. Sederhana tapi terlihat anggun dan pantas untuk pertemuan resmi.

Sesudah berdandan ia menyiapkan barang-barang Xiao Jing seperti susu, termos, popok dan baju ganti ke dalam tas khusus. Sedangkan barang-barangnya berupa dokumen, dompet, dan tisu ia masukkan ke tas jinjingnya sendiri.

Begitu siap, matahari bergerak ke arah tenggara dengan posisi agak naik ke atas langit. Mei Xin cepat-cepat berangkat mumpung masih pagi.

Jarak antara desa dan kota tidak begitu jauh. Dalam waktu satu jam naik bus, ia sudah bisa sampai. Di kota besar seperti B city atau S city mungkin butuh waktu lama mengingat padatnya kependudukan. Untungnya, kotanya hanyalah sebuah kota kecil sehingga jarang mengalami yang namanya kemacetan.

Mei Xin memasuki gedung kantor asuransi Lingtian untuk mengurus pencairan asuransi kecelakaan kedua orang tuanya. Ia langsung menghampiri resepsionis.

"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" Sapa sang resepsionis dengan nametag Song Jin ramah diiringi senyum profesional.

"Selamat siang. Saya Mei Xin dari Desa Hongchow. Bisa bertemu Mr. Wang?"

"Apakah sudah ada janji sebelumnya?"

"Ya. Mr. Wang bilang untuk datang ke kantor tepat pukul 10.30."

"Baik akan saya sambungkan dengan Mr. Wang. Mohon tunggu sebentar."

Miss. Song dengan cekatan menghubungi Mr. Wang. Mei Xin memperhatikannya dari pinggir sambil mengajak Xiao Jing bermain.

"Kata Mr. Wang, 'Silahkan langsung ke ruangannya. Ruangannya ada di lantai 2 nomer 5."

"Terima kasih untuk bantuannya." kata Mei Xin sebelum pamitan. Ia langsung bergegas ke ruangan Mr. Wang tidak menunggu balasan dari Miss. Song.

Tok..tok..tok...

"Masuk!"

Suara maskulin menyapa gendang telinga Mei Xin. Tubuhnya secara naluri menggigil ketakutan. Selain kelaparan sepanjang waktu, dalam mimpinya ia diculik sekelompok pria bajingan dan mau diperkosa secara bergilir. Syukurlah saat mau diperkosa, ia terjaga dari mimpi buruknya karena lengkingan isak tangis Xiao Jing. Meski hanya mimpi, suasana horor dan tegang masih terasa di tubuhnya. Rasanya sangat nyata seolah-olah itu bukanlah mimpi. Akibatnya, ia secara naluriah memiliki rasa takut pada pria. Khususnya pria paruh baya yang jadi inisiator tragedi penculikannya.

Mei Xin menata hatinya yang berantakan sebelum membuka pintu. "Permisi Mr.

Wang. Saya Li Mei Xin dari Desa Hongchow."

"Oh, silahkan duduk." kata Mr. Wang ramah. Tangannya yang kecoklatan tampak sehat membuka berkas di atas mejanya. "Pertama, saya turut berduka cita atas meninggalnya Mr. dan Mrs. Li." Mr. Wang mengawali percakapan mereka dengan kalimat simpatik. Mei Xin mengangguk sebagai balasan. "Kami sudah menyelidiki kasus ayah anda dan itu terbukti kecelakaan murni. Karena itu, perusahaan mengabulkan klaim anda." Sambil mengatakannya ia mengulurkan cek bertuliskan 5 juta yen. "Anda dapat mencairkannya di bank." pungkasnya.

Mei Xin tanpa ragu menerimanya. "Terima kasih."

"Sama-sama."

Sesudahnya Mei Xin ke bank untuk mencairkan cek dalam bentuk uang tunai. Ia malas bolak balik ke kota. Karena itu, ia lebih memilih mengosongkan akun tabungannya dan membeli persediaan rumah. Sisanya disimpan di rumah.

Begitu uang sudah di tangan, Mei Xin mencari ruang istirahat untuk membuat susu botol adiknya. Sambil menyedot susu, Mei Xin membawanya belanja ke supermarket. Xiao Jing tampak senang berada di atad troli belanja. Sebelah tangan gemuknya yang bebas, tidak sedang menggendong botol, diangkat ke atas seakan-akan ia ingin mengambil semuanya. Mei Xin hanya tertawa geli dan menepuk kepala adiknya. "Patuhlah. Nanti kakak beliin kue lezat kesukaanmu," bujuk Mei Xin lembut.

Mei Xin menuju deretan rak susu bayi. Ia mengambil banyak sekaligus untuk persediaan di rumah. Ada 2 dusin sekaligus. Selain susu, ia juga membeli roti khusus bayi kesukaan Xiao Jing 5 dusin.

Cara belanja Mei Xin yang terbilang boros

menimbulkan beberapa kalimat sinis dari para pengamat.

"Aku heran. Akhir-akhir ini kenapa ya ada aja yang suka banget menimbum makanan? Kemarin aku ketemu orang yang dengan kalap belanja hingga menyapu semua persediaan sembako di mall."

"Yang benar Bu?

"Buat apa saya bohong."

Percakapan dua orang itu menggelitik minat Mei Xin. Belanja? Kalap? Dari sudut pandang manapun, ia merasa ada yang tidak beres. Kegiatan belanja dengan kalap biasanya dilakukan oleh seseorang yang mengalami rebirth setelah sebelumnya hidup di masa kiamat zombie. Mungkinkah itu terjadi? Mei Xin tidak tahu benar salahnya. Tapi, ia memutuskan untuk kembali belanja barang kebutuhan pokok. Berjaga-jaga, jika kiamat itu datang, ia sudah siap dengan biji-bijian untuk menopabg hidupnya.

Ia pindah ke rak khusus bibit. Ia membeli beberapa bibit tanaman untuk ditanam nanti di rumah. Selain sawah, ayahnya memiliki 5 perangkat sistem tanam hidroponik yang memungkinkan seseorang bisa terus menanam tanpa melihat musim. Lalu, ia menuju pakaian. Ia tidak memilih memasuki toko terkenal melainkan ke konter obral.

Mei Xin dengan cermat memilih 3 stel baju-celana panjang, jaket dan sepatu boat dari kulit sekaligus untuknya. Untuk Xiao Jing, ia membeli beberapa stel baju hangat dan selimut bayi.

Setelah 5 juta yen amblas barulah ia mengakhiri kegiatan belanja.

Catatan Kaki :

Arti nama Mei Xin. Mei dari kata Meihua yang artinya kebijaksanaan yang indah. Xin dari kata Kai Xin yang artinya bahagia. Jadi nama Mei Xin diartikan sebagai kebijaksanaan akan membawa kebahagiaan.

Arti nama Li Siaw Cheng yakni anak yang berbakti akan membawa kemuliaan keluarga

Adik Mei Xin bernama Li Jing Xiang yang artinya Anak murni yang wangi.

Arti nama Li Rong Juan yaitu keanggunan yang membawa kehormatan.

avataravatar
Next chapter