1 Ini chapter satu

Aku mengintip dari balkon kamarku begitu mendengar suara-suara berisik dari tetangga sebelah. Beberapa mobil trailer tampak berdatangan memasuki gerbang rumah persis disebelah rumahku. Mobil-mobil besar tersebut berhenti. Lalu, para pekerja berotot seperti di anime Jojo Bizarre adventure yang kutonton, tapi bedanya mereka memakai seragam yang rapi, keluar dari mobil.

Para pekerja itu kemudian membawa keluar barang-barang dari dalam mobil dan memasukannya ke dalam rumah besar berwarna polkadot tersebut.

Rupanya ada tetangga baru.

Dengan penuh ketertarikan, aku mengamati para pekerja yang tampak sibuk itu. Pertama karena rumah tetangga sebelah yang ada di sebelah kananku, dan di depan balkon kamarku, sudah lama kosong dan nyaris dua ribu tahun tidak dihuni siapapun.

Kedua, karena rumah itu lumayan besar dan tampak sedikit menyeramkan karena telah lama tak berpenghuni, tapi terlihat Estetik dengan banyaknya tanaman liar dan pohon besar, dan taman depan yang juga cukup luas. ada kolam ikan yang airnya sudah kering dan air mancur besar dengan patung perawan pemegang kendi sebagai penghiasnya.

Ketiga, karena pegawai itu mengeluarkan barang-barang cukup mewah, kelihatannya tetangga baru ini adalah orang ber-uang atau yang biasa disebut 'Sultan'.

Buktinya, baru beberapa menit aku menonton dari atas sini, Para pekerja itu sudah mengeluarkan sofa-sofa yang terlihat nyaman yang hanya dengan melihatnya saja membuatku mengantuk. kursi-kursi Elegan yang mengkilap dengan sandaran empuk, berpuluh-puluh lukisan seni dan ada beberapa lukisan anime didalamnya yang membuatku tertarik Karena ternyata tetanggaku adalah wibu.

Dan banyak pajangan mahal yang jika jatuh justru tak berguna dan membuat pemiliknya menangis 😭.

Ada juga guci-guci dalam berbagai bentuk yang terlihat mahal, sebuah jam besar, sebuah lemari besar mengilap yang dibawa lima orang sekaligus dengan susah payah, beberapa TV tipis ekstra besar lengkap dengan peralatan pelengkapnya dan beberapa gitar dan sebuah grand piano.

Keempat, dan yang paling membuatku penasaran, aku ingin tahu siapa Sultan yang saat ini menjadi tetanggaku. Melihat kemewahan dan mahalnya barang-barang yang dimasukan ke dalam rumah itu, aku yakin orang yang saat ini menjadi tetanggaku,

pasti sangat kaya raya, atau jangan-jangan mereka adalah Elite Global đŸ˜±.

Tidak. Gabole suudzon. hehe.

Mataku memerhatikan sekali lagi. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukan bahwa pemilik baru rumah itu ada di tempat. Orang-orang yang sibuk hilir-mudik di bawah sana hanya para pekerja.

Namun, tidak beberapa lama, aku melihat ada sebuah mobil mewah berwarna hitam, meluncur pelan, mendekat ke arah rumah tersebut.

Aku langsung semangat begitu mobil itu memasuki pekarangan rumah dan berhenti di sudut gerbang.

Sudah kuduga mereka pasti Elite Global! đŸ˜±Aku sudah tak sabar ingin melihat seperti apa bentukan Elite Global yang katanya sangat misterius.

Pintu pengemudi mobil terbuka. Seorang lekaki setengah baya turun dari mobil. Dan karena dia memutar untuk membuka pintu mobil di belakangnya, bisa kupastikan bahwa orang itu pastilah supir-kun.

Kepala sang supir menunduk penuh hormat saat seorang wanita cantik mengenakan gaun yang indah, turun dari mobil. Wajahnya mengadah ke langit sehingga aku bisa melihat kecantikannya yang luar biasa.

Namun aku juga sedikit kecewa. karena ternyata tetanggaku adalah seorang wanita.

Karena rasa penasaranku sudah terpenuhi, aku membalikan badan dan mengambil majalah Shonen Jump yang tergeletak nyaman di atas meja kecil di kamarku dan membolak-baliknya. Tadi aku sempat membaca berita yang membuatku penasaran tentang apa benar Naruto akan mati. Jika bukan karena gangguan kecil tadi, aku tentunya sudah selesai membacanya dan tahu apakah Naruto meninggoy atau tidak.

"Abang!"

Tanganku berhenti membolak-balik dan telingaku menangkap suara anak kecil yang terasa asing di telingaku. Mungkinkah wanita itu memiliki anak?

Well, itu bukan urusanku. Lagipula, wajar saja jika wanita itu memiliki seorang anak kecil.

"Abang! Lagi, Bang!!"

Dan anak perempuan itu pun tertawa ceria. Suaranya pun diselingi dengan suara-suara lain yang tertawa bersama anak itu.

Sekali lagi, rasa penasaranku muncul. Aku ingin melihat anak perempuan yang tertawa itu. Karena aku penasaran jika Ibunya saja secantik itu apalagi anaknya yekan.

Maka aku pun berbalik menuju balkon setelah melemparkan kembali majalah Shonen Jump ku dan melihat kearah tetangga baruku.

Anak perempuan mungil itu digendong oleh seorang laki-laki berbaju merah bertuliskan JKT48 yang mengangkat anak perempuan itu sambil sesekali mencium pipinya yang tembem. Tawa anak perempuan itu pun meledak setiap kali dia mendapat ciuman.

"Lagi, Bang! Lagi!" kata anak perempuan itu saat dia diturunkan dari gendongan. Tangan kecilnya mengadah ke atas.

"Abang capek loh, Beya"

"Lagi, Bang, lagi! Bang Yoga, lagi yaaa pweaseee!"đŸ„ș.

Cowok itu pun mengadah ke langit, mungkin maksudnya untuk menghela napas, dan aku terkesikap melihat ketampanan wajahnya.

Bahkan dari jarak sejauh ini, aku bisa melihat auranya yang menarik perhatian kesegala penjuru, sehingga aku bisa merasakan jantungku yang berdegup kencang tanpa diperintah, berbunyi deg-deg-deg yang memekakan telinga.

Wanita cantik yang turun dari mobil tadi mendekat, mengatakan sesuatu, lalu mereka masuk ke dalam rumah, meninggalkan jejak berupa butir-butir sinar keemasan keberadaan mereka yang rupawan awokawok.

*************

"Aku pilih ini!"

Yoga mengalihkan pandangannya dari luar jendela besar yang menghadap ke pekarangan belakang yang penuh bunga.

"Baiklah. Jika Bang Yoga pilih kamar ini, maka Mama akan mengambil kamar utama," ucap wanita cantik yang berdiri di depan pintu.

"Beya pilih kamar yang mana?"

Beya, yang sedang berlarian di kamar yang masih kosong itu, berhenti mendadak lalu berkata, "Mau ini!"

Yoga tersenyum mendengarnya.

"No, no, Darling. Ini punya abang," ucap Mamanya sambil menggoyang-goyangkan tangannya.

Beya merengut.

"I'll get another, Maa," kata Yoga.

"It's okay, Beya cari yang lain aja," ucap Beya lagi. Lalu sambil menggandeng tangan Mamanya, mereka keluar mencari kamar lain.

Yoga tersenyum kecil, mengamati tubuh mungil Beya.

"Kita ngumpul nanti ya Bang pas makan siang," kata Mama.

"Ok, Maa."

Kamar yang dipilih Yoga terlihat luas, Lantainya terlihat seperti marmer. Dindingnya berwarna putih dengan langit-langit berwarna cokelat. Ada jendela besar menghadap ke balkon yang berkilau dengan penyangga putih yang kokoh. Untuk mencapai balkon, dia harus menuruni undakan kecil yang sengaja dibuat, seolah menunjukan ada ruangan yang terpisah antara ruang tidur dan ruang santai.

Melihat ruangan itu membuat Yoga memikirkan seperti apa dia akan menciptakan kamarnya nanti.

Terdengar ketukan ringan dari pintu kamarnya yang terbuka.

"Tuan yoga (akhirnya, puja tuan yoga!), barang-barang Anda akan diletakan di mana?"

Ada beberapa pekerja yang menunggu di luar.

Tersenyum kecil, Yoga bergerak dari tempatnya dan memerintahkan penempatan barang-barangnya.

Tempat tidurnya diletakan di atas undakan dekat jendela panjang kecil yang membebaskannya untuk melihat langit malam. Lemari pakaiannya merapat ke dinding dekat pintu kamar mandi. Meja belajarnya berada di dekat jendela balkon. Lemari-lemari bukunya juga diletakan di pinggiran dinding.

TV, Manga kesukaannya, Komputer dan peralatan elektronik lainnya ada di tengah ruangan, dekat undakan kecil. Di depannya disusun bantak-bantal besar empuk dan sebuah karpet lembut tempat dia biasanya menghabiskan waktu untuk membaca Manga atau hanya sekadar mendengarkan Musik.

Dan ada kotak-kotak kardus lain yang sengaja disusun di sudut ruangannya.

"Tuan Yoga tidak ingin dibantu?" tanya salah seorang pekerja melihat banyaknya kardus yang ada di kamarnya.

"Gapapa Pak, Saya susun sendiri aja."

Setelah mendengar apa yang dikatakan Yoga, mereka pun keluar dari kamarnya satu per satu.

Setelah dia ditinggal sendiri, Yoga mengganti pakaiannya dengan kaos yang bertuliskan I Love Eimi Fukada dan celana jeans berpotongan pendek. Dengan cepat dia membuka kardus-kardus yang sudah dilabeli namanya. Kebanyakan barang-barang itu berupa Manga dan DVD Anime favoritnya, CD album dari beberapa musisi favoritnya, baju-baju resmi dari JKT48 dan Baju Seragam tempur cosplaynya :v, album-album foto animenya, globe flat earth dan lukisan-lukisan kecil bertema Hatsune Miku, action figure, jam dinding, kalender meja, bola basket, sepatu dan lain sebagainya. Semuanya itu dia susun, satu per satu, dengan sabar dan rapi, di tempat yang diinginkannya.

Dia masih menyusun dua kardus bukunya saat mendengar suara langkah kaki kecil Beya.

"Lunch time!" teriak Beya.

Yoga yang mendengar suara adiknya itu tertawa. Dia segera berhenti merapikan kamarnya dan beranjak keluar, menggendong Beya dengan sayang.

"Kita makan di luar , Sayang" kata Mamanya saat mereka mendekat. "Sekalian kita sapa tetangga kita."

Alis Yoga menaik. Dia tidak suka mengenai rencana itu.

"Mama tau Abang gak suka. Tapi katanya abang sayang mama, jadi kali ini temani Mama ya?" Mamanya buru-buru menambahkan dengan memasang Puppy eyes andalannya.

Yoga: "....."

"Abang ga harus ngomong kan?"

Mamanya menggeleng. "Gak usah. Biar Mama saja yang ngomong. Abang jadi maskot ama jaga Beya aja."

Yoga:.....

Yoga pun setuju setelah menghela napas beberapa kali karena melihat tingkah mamanya.đŸ˜Ș

Bagi Yoga kegiatan menyapa tetangga merupakan hal yang paling membosankan. Setiap kali melakukan itu, Tetangga barunya biasanya tak bisa berkedip saat melihatnya. Dan jika mereka sudah sadar maka mereka akan berubah menjadi ramah dan sok kenal. Lalu, seakan bertemu teman lama yang sudah lima puluh tahun tak bersua, mereka akan menjadi cerewet dan banyak tanya.

Yoga melirik Beya di gendongannya. Beya mengedip padanya. Yoga balas mengedip.

"Abang lucu, deh," kikik Beya dan Yoga menghadiahkannya sebuah ciuman lembut di pipi.

Sang supir yang dipaksa ikut memerhatikan keakraban kedua saudara itu dari belakang sambil tersenyum. Jarang sekali baginya melihat keakraban mereka karena sang Tuan Muda lebih banyak menghabiskan waktu di luar. Sementara itu Nona Mudanya yang selalu dirumah bersama sang Ibu dan sangat ingin ikut kemana pun Yoga pergi jika hal itu memungkinkan. Itu artinya, mereka terlihat jarang bersama.

Yoga berusia enam belas tahun. Anak muda itu bertubuh tinggi dengan postur tubuh idaman wanita: tubuh tegak, bahu lebar, dada bidang, otot tangan sempurna dan langkahnya tegap dengan tatapan mata yang misterius. Wajahnya tampan luar binasa, yang diwariskan oleh Orangtuanya yang memang goodlooking sekali. Dengan hidung mancung, matanya yang terlihat teduh berwarna hitam gelap dan memiliki lesung pipi saat dia tersenyum, membuat orang tak bisa mengalihkan pandangan darinya. Rambutnya berwarna hitam seperti Mamanya yang cantik jelita, bergaya acak-acakan, tapi mampu meningkatkan citranya yang rupawan dan sangat comlyable.

Sedangkan sang Nona Muda berusia lima tahun. Tahun ini dia akan berusia enam tahun. Tubuhnya mungil dengan kulit putih merona. Bola matanya besar dengan bulu mata panjang dan teduh. Hidungnya kecil dan pipinya yang tembem. Rambutnya berwarna hitam pekat bergelombang indah sama seperti mamanya dengan tambahan pita-pita yang diikat dengan manis.

Apabila kedua saudara ini bersama maka orang-orang tak akan henti memandangi mereka. Karena Kebersamaan mereka sangat Visual destroying, dan mereka juga memberikan aura saling sayang antara satu dengan yang lain.

Mama mereka bernama Yona. Seorang wanita yang jika dilihat dari mata orang yang tidak mengenalnya dia adalah orang yang amat sangat cantik yang penuh kelembutan. Semua kelebihan dan kesempurnaan wanita rasanya berada pada wanita itu. Dia cantik, berambut berwarna hitam bergelombang sepanjang bahu. Tubuhnya tinggi. Senyumnya hangat. Matanya selalu lembut menatap orang yang ditemuinya. Tapi tidak banyak yang tahu kalau sebenarnya wanita itu memiliki julukan yang mengerikan, yang membuat mereka yang mengetahuinya bisa amat sangat ketakutan.

Yona seorang Ibu yang sabar dalam mendidik anak-anaknya. Mereka hidup sempurna dan tidak berkekurangan. Ditambah dengan banyaknya uang dalam rekening mereka yang tersebar di banyak bank diseluruh dunia.

Yang membuat orang-orang berpikir bahwa betapa sempurnanya keluarga ini.

Papa Tuan Muda Yoga dan Nona Muda Beya bernama Vincenzo. Papanya murni berdarah asli italia. Saat ini beliau sedang sibuk mengurus urusannya disana dan tidak punya waktu untuk bersama mereka. Bahkan, beliau sudah tidak pulang selama beberapa minggu karena urusannya.

karena hal tak terduga beliau harus menyelesaikan masalahnya.

Benar sekali, keluarga bahagia di italia ini pindah bukan karena rencana yang sudah disusun matang namun karena hal tak terduga. Terjadi sesuatu di Italia, tempat mereka tinggal—setidaknya sekitar beberapa minggu lalu, dan karena insiden itu, maka Vincenzo memutuskan untuk memindahkan keluarganya ke Indonesia.

Dengan cepat anak buahnya mencari rumah di Indonesia yang sesuai dengan selera keluarganya, sebenarnya mereka memiliki banyak rumah diindonesia tapi karena insiden itu mereka lebih memilih untuk mencari rumah yang nyaman dan tidak diketahui oleh banyak orang .atau lebih tepatnya, musuh keluarga mereka.

anak buahnya memesan tiket dan mengurus kepindahan—yang jelas-jelas bukan pekerjaan gampang, lalu membeli barang-barang baru untuk di isi di rumah baru dan mengurus kepindahan sekolah Yoga. Semuanya itu dilaksanakan dalam waktu satu minggu.

Tentunya, seorang Mafia sepertinya bisa melakukan hal itu dalam waktu singkat.

Yona memencet bel saat mereka ada di depan pintu gerbang sebuah rumah. Pintu dibuka dan setelah berbasa-basi sedikit dan memperkenalkan diri bahwa mereka tetangga baru, Yona pun memberikan bingkisan atas kehadiran mereka.

Kegiatan seperti ini biasanya memakan waktu beberapa menit disetiap rumah, sehingga Beya sering mengeluh kepanasan karena terik matahari. Oleh sebab itu, Yoga-lah yang bertugas mengamankan Beya. Kadang Yoga mengangkatnya ke bahunya, kadang posisinya berubah memeluk gadis mungil itu, kadang diletakan ke bawah sambil memegangi tangannya, kadang malah sengaja bermain dengannya.

Semuanya dilakukan untuk membuat Beya bertahan.

Akhirnya, mereka tiba di rumah terakhir, tetangga tepat di sebelah kiri rumah mereka. Berbeda dengan komplek perumahan sekitarnya yang rumah-rumahnya tampak kaya dan memamerkan kemewahan, rumah yang satu ini memang lain sendiri.

Rumah itu tampak sederhana, bertingkat dua dengan desain kotak-kotak berseni. Di bagian kiri ada bangunan bundar. berjaring-jaring hitam. Ada jendela besar di lantai duanya dan tangga menjulur perlahan di bagian belakang telur itu. Di sebelah bangunan bundar itu ada bangunan memanjang dengan jendela-jendela bundar berkesan seperti rumah Hobbit, Sebuah pintu kayu kecil juga terlihat dibangunan bundar tersebut yang menjadikan bangunan ini benar-benar terlihat seperti rumah Hobbit.

Halaman rumah itu cukup luas, mampu menampung dua buah mobil ke garasi berbentuk kotak yang sengaja di asingkan di sebelahkanann. Dua buah pohon cemara besar menjadi penghias unik di depan rumah, Lampu tamannya juga tampak unik: sebuah lentera putih yang digantung di pohon.

Rumah ini luar biasa. Untuk sejenak Yoga dan Mamanya terkesan.

"Mungkin pemilik rumah ini seorang arsitek ya?" kata Yona menatap Yoga. "Mama suka sekali modelnya."

Yoga tidak menjawab dan memilih menenangkan Beya yang ingin turun dan memasuki rumah itu karena baru saja ada seekor kucing gembul yang baru saja lewat di tamannya.

Yona memencet bel. Bel itu berbunyi ke sekeliling rumah itu dengan irama yang enak didengar. Tak lama terdengar langkah kaki dan seorang gadis membuka pintu.

Gadis itu berkacamata, berambut panjang yang diikat kebelakang dan menurut Yoga itu terlihat seksi karena dia hanya melilitkan ikatannya pada sedikit bagian rambutnya. Matanya bulat berwarna hitam jernih, tampak cerdas dengan bibir mungil dan wajah yang kecil.

"Ya dengan siapa?" katanya dengan suara yang ditelinga Yoga terdengar sangat menggoda.

"Hai selamat siang," Yona memulai kata-kata yang sama untuk yang kesekian kalinya. "Kami tetangga sebelah yang pindah tepat di sebelah rumahmu. Kami harap kalian bisa menerima kami di lingkungan ini. dan Ini ada sedikit oleh-oleh."

Yona mengambil bingkisan itu dari tangan sang sopir dan memberikannya pada gadis itu.

Yoga memandangi gadis itu dari atas sampai ke bawah sementara gadis itu mengobrol dengan Yona

.

Gadis itu mengenakan kaos longgar tipis berwarna putih sehingga baju dalamnya yang berwarna merah sampai ke pinggang bisa dia lihat.

Bercelana coklat mencapai lutut dengan kancing-kancing dan tali-tali yang modelnya baru pertama kali dia lihat.

"Haloo, nama saya Dira, Tante. Dirumah hanya ada saya tante, Ayah sama Bunda lagi nggak ada di rumah. Mbak juga nggak ada di rumah."

Yona menarik Yoga. "Ini anak Tante. Namanya Yoga. Yang kecil namanya Beya. Baik-baik ya sama mereka?"

Dira menatap Yoga beberapa detik, lalu berkata, "Hai." Tapi saat melihat Beya dia berkata, "Aiiih, lucunya!" dan ingin menyentuh pipinya yang menggoda itu.

Yoga sesegera mungkin menjauhkan Beya dari jangkauan Dira. Cewek itu meliriknya dengan jengkel.

"Maa, abang lapar." Yoga memperat gendongannya pada Beya. Beya sendiri meletakan kepala mungilnya ke leher Yoga.

"Oh, iya, kita belum makan ya, Maaf ya sayang" Balas Yona.

"Dira, apa kamu tahu dimana ada restoran di dekat sini?"

"Oh, tahu, Tante."

Dira pun memberikan alamat rumah makan langganannya, yang katanya bisa menyediakan seluruh makanan di muka bumi dan semesta dalam waktu singkat dan bisa dipastikan akan menggugah selera sehingga yang pernah kesana tidak bakal mau mencari rumah makan lain.

dan setelah berterima kasih, Yona dan keluarganya meninggalkan tempat itu.

Yoga tersenyum kecil padanya saat berbalik yang membuat wajah gadis itu memerah, dia merasa bahwa pertemuan mereka sepertinya akan berlanjut ke pertemuan-pertemuan lainnya yang mungkin akan memberikan hal baru dalam hidupnya. Atau mungkin dalam hidup keduanya.

Lopyu all from Zhaa

avataravatar
Next chapter