5 Ini chapter lima

SMA RADIANT adalah salah satu sekolah di kota bandung, yg merupakan salah satu kota besar di indonesia. Sekolah ini sangat terkenal seantero indonesia, bukan hanya karena prestasinya, juga karena hal buruknya.

Sekolah ini dipenuhi oleh para berandalan yang memiliki Background yang bisa dibilang cukup mengerikan. bukan tanpa alasan kenapa mereka dimasukan kesini, itu karena adanya perjanjian yang disetujui oleh semua Organisasi dimasa lampau, yaitu siapa yang bisa menguasai sekolah ini maka berhak untuk menguasai wilayah ini.

Dan hal itu menyebabkan perang memperebutkan wilayah yang sangat brutal. Banyak korban jiwa berjatuhan bahkan warga sipil pun ikut menjadi korban. Akibat dari hal itu maka, dibuatlah peraturan yang tentunya dibuat agar bisa menciptakan balance.

Akibat dari banyaknya Organisasi yang menginginkan wilayah ini.

Dan ditambah peraturan mutlak dari Keluarga Levantein yang melarang adanya warga sipil yang menjadi korban karena perang memperebutkan wilayah antar Organisasi.

Menurut atau Musnah. Adalah pilihan yang diberikan oleh Keluarga Levantein.

Dengan kata lain, SMA RADIANT adalah medan perang baru untuk menguasai wilayah ini, maka banyak Organisasi yang melatih atau merekrut remaja yang kuat dari seluruh penjuru untuk masuk ke SMA RADIANT, mewakili Organisasi mereka untuk menguasai sekolah itu.

Sekolah ini dipenuhi oleh anak brandalan yang memiliki Background mengerikan yang memperebutkan Supremasi. Tidak aneh jika disekolah ini selalu ada perkelahian dan tawuran setiap harinya. Bukan tanpa alasan tapi karena adanya aturan mutlak. Yaitu mereka yang bisa menguasainya akan mendapatkan hak untuk menguasai wilayah ini.

Dan karena itu dibuatlah sebuah peraturan yang disetujui oleh semua Organisasi dikota ini.

Yang sebenarnya yg terjadi di SMA RADIANT sebenarnya amat sangat rumit.

Semuanya sudah teroganisir dengan sempurna, bahkan, pemerintah, dan petinggi disekolah pun tidak bisa melakukan apa-apa.

Pertarungan di sekolah ini juga sudah ditingkatan dimana orang dewasa pun sudah ikut campur. yang artinya untuk menguasai sekolah ini menjadi sangat sulit.

Disekolah itu terdapat ratusan kelompok dan organisasi, dan semuanya itu mempunyai satu tujuan yaitu untuk menguasai sekolah itu, tapi dari sejarah perjanjian itu dibuat dan ditunjuknya SMA RADIANT sebagai medan perang, tidak pernah ada yang bisa menguasainya. dan itu sudah seperti ketetapan, hukum mutlak disekolah itu.

Tapi keseimbangan itu telah hancur.

'PRIDE FALL' Kelompok yang berhasil menguasai sekolah itu dalam kurun waktu 2 tahun. kelompok yang beranggotakan lebih dari dua ratus orang, yang semuanya adalah anak SMA, Mereka bahkan berhasil bertahan dari gempuran beberapa Organisasi besar yang menghalangi mereka untuk menguasai sekolah itu, bahkan 'PRIDE FALL' dapat menghancurkan beberapa Organisasi diwilayah itu yang membuat kelompok itu menjadi Perhatian serius bagi Organisasi lainnya.

mereka berhasil membuat keajaiban. keajaiban yang tidak mungkin dilakukan oleh anak sma.

Yg membuat semua organisasi dan pemerintah ingin mendapatkan mereka.

'PRIDE FALL' kelompok yang berhasil menhancurkan hal mutlak sekalipun.

*****

Di atap sekolah SMA RADIANT terlihat 5 orang pemuda yang sedang terlihat santai. Mereka adalah para petinggi dari kelompok yang bahkan ditakuti oleh beberapa Organisasi besar. mereka adalah 'PRIDE FALL'.

"Eli ga masuk lagi?" Tanya seseorang berambut merah yang sedang asik melihat layar ponselnya.

"Gatau" Balas seseorang disebelahnya yang juga sedang asik bermain game diponselnya tersebut.

"ANJING KALAH MULU BANGKE", Kata Raka salah satu petinggi 'PRIDE FALL' itu kesal.

Pemuda berambut warna merah itu jengkel Karena dari tadi dia selalu kalah.

"Lu itu cupu anjing, main pou aja sana" Ejek seseorang disebelahnya yang memakai kacamata hitam bernama Vano.

Raka yang mendengar itu melihat Vano dengan jengkel.

"Main boneka aja sana ka" Celetuk Vino seseorang yang wajahnya terlihat sama Persis dengan Vano, yang membedakan keduanya hanya karena vano memakai kacamata. Jika tidak, bahkan orangtua mereka sendiri tidak akan bisa mengenali mereka.

"Kembar babi, bisanya cuma keroyokan"

Balas Raka jengkel.

Mendengar itu membuatnya semua yang ada disana tertawa.

"Diem anjing gue mo tidur"

Ucap seseorang yang terlihat sedang asik tiduran.

"Lu kalo mo tidur balik krmh sana anjing"

Jawab Raka kepada Fiki.

Fiki tidak membalas, dia memilih kembali melanjutkan tidurnya.

"Eh gue denger kelas satu di bantai abis'

Ucap Vano yang masih asik bermain gamenya.

"Iyah dari yang gue denger dari team Pencari Fakta, mereka cuma 5 orang". Balas Vino

"Ngapain Mikirin anak kelas satu, toh kita juga udah mau lulus" Jawab Raka.

"Gue harap Eli bisa nyari penerus kita, karena gue gamau kalau Organisasi kotor itu sampai menguasai wilayah ini" Balas Vano serius.

Mereka semua tau, jika mereka lulus maka mereka tidak punya hak lagi untuk memiliki wilayah ini. Bukan karena mereka haus akan kekuasaan, tapi karena mereka ingin melindungi tempat mereka dilahirkan, menjauhkan tempat ini dari semua yang memiliki motif jahat. Seperti para Organisasi yang ingin mendapatkan wilayah ini untuk melakukan bisnis kotor mereka, karena wilayah ini adalah lahan subur bagi bisnis gelap dan kotor.

Tapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa.

Karena hal itu sudah dibuat dalam peraturan yang dibuat oleh semua Organisasi. Hanya mereka yang menguasai yang memiliki hak akan wilayah itu, dan jika yang memimpin sudah lulus maka akan kembali menjadi semula. Yaitu menjadi wilayah yang diperebutkan kembali.

Jika mereka melawan maka semua Organisasi akan Benar-benar serius menghancurkan mereka, dan itu artinya mereka semua akan mati.

Karena tangan kosong dan balok kayu tidak bisa melawan peluru.

"Mereka kuat, kuat banget, gue kenal dua orang dari mereka"

Tiba-tiba Raden seseorang yang asik membaca majalah dan dari tadi hanya diam saja membuka mulutnya.

"Mereka itu monster, mungkin mereka setara Eli" Tambahnya serius.

Mereka yg mendengar itu melihat Raden dengan tatapan kaget, Mereka tidak percaya ada yang bisa sekuat Eli, tapi mereka juga tau kalau teman mereka ini tidak pernah mengatakan omong kosong.

"Menarik. Seenggaknya ada hal menarik sebelum kita lulus." Balas Fiki yang bangkit dari tidurnya dan berjalan meninggalkan teman-temannya karena sedari tadi dia ingin berak.

Dan dia sudah tidak bisa menahannya lagi.

************

Aku terbangun karena mimpi buruk dan indah. MIMPI YANG SANGAT BURUK!

DAN JUGA SANGAT INDAH!

Dua hal berlawanan yang menjadi satu.

Di dalam mimpi itu, aku sedang bersantai menikmati buku bacaanku, menikmati angin lembut dan dedaunan yang jatuh perlahan di atas rumput. Tapi tidak lama, muncul seorang cowok yang bertingkah aneh. Entah kenapa kehadirannya seolah membuatku merasakan kalau dia adalah musuh bebuyutanku dan dalam sekejap menerorku dengan tingkahnya yang menyebalkan.

Suara tawanya begitu manja dan menggoda saat aku tak tahu lagi bagaimana cara mengusir cowok brengsek itu, apalagi dia mengambil buku bacaanku.

Aku berdiri, mencoba merebut kembali bukuku. Hanya saja cowok itu begitu tinggi, sehingga aku melompat-lompat tapi tetap saja tak berhasil menjangkau tangannya.

Dengan jengkel, aku mengadah, memerhatikan siapa cowok menyebalkan yang mengusik kehidupanku.

Dan aku melihat Yoga—yang menertawakanku,

lebih tepatnya tawa yang terlihat sangat menggoda.

ASTAGHFIRULLAH, APA YANG SALAH DENGANKU?

Dari sekian banyak orang yang masuk ke dalam mimpiku, kenapa harus wajah tampan dan comlyable itu yang muncul? Sudah cukup dia mengusik kehidupanku, selalu membully ku disekolah dan sekarang pun dia mencoba mengusik mimpiku juga? Ini sudah keterlaluan! Apalagi, ini bukan sekali atau dua kali aku mempikan cowok menyebalkan itu! tapi sudah berkali-kali sampai-sampai aku tidak bisa menghitungnya lagi, otakku semakin mengkhawatirkan.

Karena hanya dia yang ada dikepalaku.

Jam dinding kamarku menunjukan pukul lima subuh. Masih ada waktu beberapa jam lagi untuk kesekolah dan melanjutkan tidurku. Tapi berkat mimpi itu, aku tidak lagi mengantuk.

Merasa tak ada gunanya lagi memaksakan diri untuk tidur, aku menyingkirkan selimut dan mencoba bangkit dari kenyamanan empuk tempat tidurku yang ntah kenapa sangat sulit, karena sepertinya kasurku ini memiliki gravitasi yang sangat tinggi.

Setelah perjuangan yang berat untuk bangkit dari kasur, aku mulai beranjak dari sana, tanpa sadar aku melirik jendela kamarku dan memberikan jari tengahku ke arah jendela di seberang sana. Jendela itu tertutup rapi, diberikan gorden yang juga tertutup dan lampunya padam.

Sejak Yoga pindah ke kamar itu, hidupku terasa lebih parah daripada digentayangi anak pesakitan yang meninggoy. Dengan langkah pelan aku menuju meja belajarku dan mencari-cari sesuatu untuk kubaca. Jika tak salah, majalah Shonen Jump yang baru aku beli beberapa hari yang lalu belum sempat habis kubaca. Karena kegiatan Osis yang amat sangat sibuk.

Majalah—

Tanganku menepuk dahiku.

"BABI" makiku pelan. Majalah itu sudah kulempar ke seberang jendela, kedalam kamar cecunguk itu. Bukan hanya majalah, Ternyata aku juga melempar benda-benda lain. Jam wekerku hancur berantakan, action figure bebeb Levi ku kini juga ada di sana.

Dan itu membuatku ingin menangis.

Semuanya karena Yoga!

Sekali lagi aku melirik ganas ke jendela Yoga, tanganku gatal sekali ingin melempar jendela itu dengan batu. Hanya saja, itu berarti, aku sudah siap diceramahi oleh orang tuaku karena memecahkan jendela kamar orang. Terlebih lagi, jarak jendela itu begitu mepet dengan jendelaku sendiri.

Aku ingin membalas cowok brengsek itu. Secepatnya!

*****

"Dira?"

"Hmm?"

"Lu punya gue ya."

"Hah, apa?"

"Gue pengen lu seutuhnya punya gue!"

Dira mengerjap kebingungan. Mereka saling tatap beberapa detik sampai kemudian Yoga terbahak lagi, sambil memegangi perutnya. Dira terlihat kesal. lagi-lagi cowok brengsek ini mempermainkannya.

Beraninya cunguk ini, tangan Dira naik keudara bersiap untuk memukulnya.

"Dah dah gue minta maap" Kata Yoga cepat lalu merangkulnya, Tersenyum manis sekali. Tangannya menepuk-nepuk bahu Dira dengan akrab. "Lu tau ga Dir, gue punya prinsip kalo udah gue kejar gabakal gue lepas!"

Lagi-lagi Dira mengerjap bingung. Yoga mengakui hal itu begitu saja dengan santai. Ada apa dengan anak ini sebenarnya? Apakah otaknya sudah tidak terpakai lagi? Dira menatap Yoga dengan dahi mengerut, bertanya-tanya dalam hati apa maksud dari pengakuan tanpa bantahan itu.

apa Yoga menyukainya?

Tapi pikiran itu menghilang setelah melihat Yoga semakin tersenyum lebar.

Melihat ekspresi muka Dira membuat Yoga tidak bisa menahan tawanya dan terbahak lagi.

"BANGSAD" Dira mencubit pipi Yoga keras-keras. "Gue udah bilang kan kalo gue benci banget denger ketawa lu"

"Aduh dir, sakit, ampun..," Yoga meringis saat Dira melepas cubitannya. Bekas cubitan Dira memerah di pipinya sedikit. "Hhmmpp" Dengus Dira.

Yoga melihat Dira sambil mengelus-elus pipinya.

Dira sedikit merasa kasihan.

Hanya saja, perasaan kasihan itu terbuang begitu saja saat Yoga kembali tersenyum lebar dan berkata, "Aaaw, what a cute expression!" dengan nada menyebalkan sambil mencubit pipinya, membalas perbuatannya tadi dan kabur begitu saja sambil terbahak-bahak.

Anjing! seharusnya gue udah tau, tu cunguk gak perlu dikasihani. Dira mulai menyesalinya.

"Brengsek, awas lu ya!"

Yoga benar-benar tahu bagaimana membalasnya.

****

'Gue pengen lu seutuhnya punya gue!' Dira menopang dagunya dengan malas, sama sekali tidak berkonsentrasi pada apa yang dijelaskan guru di depan sana. Pikirannya begitu sibuk mengulang perkataan Yoga. Kata-kata Yoga sedikit mengganggunya.

sudah beberapa bulan Dira mengenal Yoga, dan si cunguk itu berhasil membaca dirinya dengan begitu jelas seakan dirinya terbuat dari kaca tembus pandang, lalu dengan blak-blakan mengatakannya. Haruskah Dira peduli pada perkataan Yoga?

Well, bukan berarti Dira tidak peduli, hanya saja, segala sesuatu tidak semudah yang dipikirkan semua orang.

"Dira."

Tapi, tak bisa dipungkiri bahwa ada percikan aneh yang timbul saat Yoga mengatakannya. Sesuatu yang, gilanya, kebahagiaan.

"Dira."

Bukan berarti Dira tidak suka dengan cowok itu, dia hanya membenci apa yang di dilakukan cowok itu. walaupun menyebalkan tapi ntah kenapa Dira begitu bersyukur pada Tuhan—jika Dia ada—pada apa yang diberikan padanya saat ini. Dira juga sama sekali tidak menyesal bertemu dengan Yoga. Hanya saja, segala sesuatu berjalan lancar, mengalir seperti air, begitu mudah—di tempat yang salah.

"Dira, kalau mau melamun silahkan keluar!"

Dira mengerjap saat Pak Udin menimpuknya dengan buku. Laki-laki itu berdiri di sampingnya, tampak tidak senang, tapi juga tak terlihat marah.

"Ish bapak ganggu aja" gumam Dira tanpa sadar.

Hening.

TIDAKKKK! Dira memaki dirinya begitu mengetahui apa yang baru saja dia lontarkan. Pak Udin seperti kehilangan kemampuannya bicara dan wajahnya terlihat marah.

Dengan was-was Dira melirik teman-teman sekelasnya yang balas melihatnya dengan tatapan seperti mengatakan 'GG lu Dir'.

"Maap pak," Dira cepat-cepat meminta maaf sebelum keadaan tambah parah.

Pak Udin tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia malah menatap Dira lekat dan menilai. Tidak perlu diragukan lagi bahwa Pak Udin merasakan ada sesuatu yang aneh dari Dira. Dengan hati-hati, dia mengeksplorasi wajah Dira, mencari Sesuatu dari ekspresi wajah gadis itu. Tapi dia tak menemukan apa-apa.

"Bangun dan jawab soal yang ada dipapan tulis." Perintah Pak Udin.

Dira berdiri, melihat ke arah papan tulis sebentar lalu menjawabnya dengan benar.

Anak-anak zaman sekarang benar-benar membutuhkan penanganan ekstra. Tapi Pak Udin tidak terlalu yakin bagaimana menangani Dira. Sejak pertama mengenal Dira dia tahu kalau gadis ini sangat berbakat.

Seusai pelajaran, Pak Udin membereskan peralatannya.

sementara seluruh siswa sudah mulai berisik. Dari tempatnya, Pak Udin dapat melihat Dira kembali sibuk dengan dunianya sendiri. mata menerawang melihat keluar jendela, dan salah satu tangan menopang dagunya. Apakah anak itu punya masalah?

Tapi, begitu teman-teman sekelasnya menanyainya tentang seseorang, wajah tanpa ekspresi itu menghilang, berubah menjadi senyuman ceria penuh kebahagiaan.

Pak Udin yang melihat itu tersenyum, dia tahu kenapa gadis itu sekarang. Karena dulu dia pernah merasakannya saat pertama kali bertemu dengan istrinya.

Setelah mengambil bukunya, dia melangkah keluar menuju ruang guru.

"Lu kenapa Dir?" Intan bertanya saat melihat tingkah aneh sahabatnya.

"Gada kok." Dira menjawab cepat, meletakan peralatannya ke dalam tas, dan bangkit dari tempat duduknya.

"Lu yakin?" Tanya Intan tidak percaya.

Dira menghela napas. Intan tak mungkin bisa dibohongi.

"Fine. That was something happened."

"About what?" tanyanya sambil mengikuti Dira ke kantin.

"About Yoga."

"Hah, emang Yoga kenapa?"

"Just… Dahlah males gue bahasnya." Dira menghela napas. dan mempercepat langkahnya.

Intan menatap heran sahabatnya itu.

"Lu aneh Dir"

"Diem Ntan!" Perintah Dira

Intan menyeringai melihat sahabatnya itu

"Kayaknya gue tau deh," kata Intan dengan senyum lebarnya.

Dira melirik Intan.

"Diem," kata Dira lagi tanpa melihatnya.

Intan mengangguk kecil lalu mengikuti Dira memasuki area kantin.

"I don't like him," gumam Dira.

"I hate him," Lanjutnya, lalu menghabiskan pesanannya dengan cepat

Intan mengangguk-angguk. dia juga dengan cepat menghabisi makanannya.

"Habis ini kita mau kemana Dir?"

"Ke ruangan Osis, Lu harus temenin gue," kata Dira cepat.

"Gak." Balas Intan singkat.

"Kalo lu ga ikut, gue bakalan pake toa di ruangan Osis buat ngasih tau keseluruh sekolah kalo lu suka ama Nathan." Suara Dira mendesis mengancam Intan.

Intan yang mendengar itu seketika membatu.

Merasa senang karena melihat reaksi sahabatnya itu Dira pun bangkit dan menarik tangan Intan untuk ikut dengannya.

Mereka berjalan cepat-cepat menuju Ruangan Osis, dan saat mereka melewati koridor panjang yang menuju ruangan Osis, mereka melihat Yoga berjalan sendirian menuju Bukit dibelakang sekolah.

"Emang ganteng parah si Yoga." Intan bergumam, mengamati Yoga.

Tapi tak lama mereka melihat dua orang mendatanginya: Nathan dan Riki.

Intan yang melihat Nathan terlihat sangat senang.

Nathan dan Riki mengejarnya dari belakang, menyerahkan sesuatu. Yoga tertawa, menepuk-nepuk bahu Nathan dan Riki sambil memegangi perutnya.

"Anjay, BL threesome's impian gue" Gumam Intan yang ntah kenapa di anggukan oleh Dira.

Ternyata bukan hanya mereka yang melihat hal itu, karena sebagian siswa yang lewat juga ikut-ikutan melihat mereka bertiga.

"Gilaaaa kak Nathan ganteng banget Dir!" Girang Intan.

Dira hanya mengiyakan.

Sepanjang jalan Dira dan Intan tak henti-hentinya bercerita apa yang terjadi jika mereka bertiga Benar-benar BL, bisik dan tawa mereka berlanjut sampai mereka tiba di Ruangan Osis.

________________

Lopyu all from Zhaa. 🥰

avataravatar
Next chapter