2 Ini chapter dua

Aku deg-degan. Tentu saja seperti itu, karena aku baru saja melihat sosok Tampan, imut, dan comlyable banget—beberapa jam lalu—dalam jarak begitu dekat. Dalam sekejap aku bisa mengingat kembali ketampanan wajahnya, bagaimana dia tersenyum kecil kepadaku, sinar matanya yang teduh, lesung pipinya yang menggemaskan dan bau tubuhnya yang terasa begitu dekat.

Bibirku tersenyum lagi.

~Ohayou.. onii-chan..~

Ringtone ponselku merusak segalanya. Merengut, aku meraba-raba kantung celana dan mengeluarkan ponselku.

Intan calling…

Dalam sekejap, bibirku kembali tersenyum. Terbayang segera wajah sahabatku. Si Cerewet dan nyebelin tapi aku sayang: Intan.

Tanpa menunggu lama, aku segera mengangkat teleponnya.

"Halo, to the point aja, gausah basa basi DP diawal, no anal dan wajib pake kondom!"

Jawabku jahil.

"Halooo ini Lonthe ya" kata suara lembut intan di seberang. "Berapa mba perjamnya?" lanjutnya.

Sambil mengangguk semangat, aku menjawab, "Iyah, untuk short time 100juta kalo longtime 300juta."

"Dira tolol" balas temenku kesal.

Aku yang mendengar itu tertawa terbahak-bahak

"Kenapa Intan sayang, rindu ya ama Dira yang imut dan cantik ini!?"

"Gak" balasnya singkat padat dan jelas.

lalu menambahkan "Tugas kemaren dah lu bikin belum Dir!?"

Deg~

Aku yang mendengar itu seketika panik

"Tugas apa njir, gue lupa. Sumpah pake banget!"

"Tolol, lu Osis macam apa sih anjing, makanya jangan ngelonhte trus sayang" "Yaudah gue kerumah lu kita kerjain bareng" lanjutnya.

yang membuatku semakin menyayangi sahabat tercintaku ini.

Btw~

Sebagai anggota Osis Koordinator Kedisiplinan Siswa. yang sampai sekarang aku masih bingung kenapa aku bisa bergabung dengan Osis, aku bertugas mencatat siswa yang terlambat masuk sekolah, menggantikan tugas guru BP dalam batas-batas tertentu, sekaligus menasehati mereka bahkan berhak memberikan hukuman. Jika siswa telambat sampai lima kali, maka bukan lagi pihak Osis yang menangani siswa itu, tapi guru. Dengan begitu, pekerjaan Osis jadi lebih banyak dari pada yang seharusnya yang membuatku kesal setiap kali aku berpikir kenapa aku bisa bergabung dengan Osis.

*********

"Iya, Kak."

"Kalo gitu, kita ketemu besok aja di depan gerbang ya. Sekalian aku mau lihat apa proposal itu masih ada yang salah atau nggak. Tapi kayaknya itu nggak perlu, deh. Dira kan bisa diandalkan ya?"

Kata ketua Osis.

Pujian ketua Osis sialan ini memmbuatku ingin membunuh seseorang.

"Udah ya, Dir."

Eeeeh?

Trek. Tut. Tut. Tut.

Begitulah Kak Aslam. Dia hanya mengucapkan hal-hal yang penting saja yang selalu membuat hariku menjadi suram.

Aku merengut, memonyongkan bibirku dan berjalan menuju meja belajarku.

Di atas meja belajarku tertumpuk buku-buku pelajaranku: kamus bahasa Inggris, KBBI, matematika, fisika, kimia, biologi, dan kesukaanku yaitu Manga anime dan sebuah action figure bebeb Levi Attack On Titan letakan di atas sana sebagai penyemangat kecilku. Ada kaktus kecil juga di sana. Kaktus adalah tanaman yang mudah sekali dirawat karena tidak terlalu butuh perhatian penuh. Oleh sebab itu aku suka merawatnya, bukan berarti aku pemalas yaa!! hehe.

Kamarku tidak terlalu besar. Well, jika dibandingkan dengan kamar teman-temanku, kamarku cukup besar juga sih.hehe

Tempat tidurku ada di tengah ruangan, dengan bagian kepalanya tertempel manis di dinding, berselimut putih, berkasur empuk yang memiliki tingkat gravitasi paling tinggi dimuka bumi, karena jika udah rebahan jadi gak mau bangun lagi. hehe

Jendela balkonku bertirai putih besar, lembut. Di dekat tempat tidurku juga ada jendela besar—tidak sebesar jendela yang ada di balkon, tapi menghadap ke jendela tetangga yang baru pindah.

Kamar di sebelah sana itu, dulu, dulu sekali bahkan saat nenek moyangku belum lahir, ditinggali oleh seorang anak perempuan pesakitan yang akhirnya meninggoy. 😱

Lalu seluruh keluarganya pindah dari sana. Kadang, jika aku terbangun pada malam hari, aku melihat ada bayangan yang bergerak perlahan di depan jendela. Mungkin saja si anak pesakitan itu masih menghantui kamarnya. Jadi aku sering membayangkan siapa yang tahan tinggal di kamar berhantu itu.

Belum lagi aku membayangkan itu, jendela kamar itu sudah terbuka dan Yoga, si cowo tampan, imut, keren, dan comlyable itu muncul dari balik jendela di seberang sana dengan tubuh dan rambut basah yang... unch~.

Yoga membuka jendela kamar dengan tangan kanannya masih memegangi jendela dan tangan yang satunya memegangi rambutnya yang basah.

Matanya berkedip saat melihatku dan aku juga melongo bengong melihatnya.

Maaf, reaksiku itu normal yaa! karena cowok itu hanya memakai selembar handuk saja di sana.

Bagian atasnya tidak terbalut selembar kain apapun, menunjukan tubuhnya yang benar-benar atletis, dengan otot-otot sempurna di bagian perut. Dadanya bidang, dengan tetes-tetes air meluncur turun perlahan (Bayangin ya gurl 😘), Visual yang sangat mematikan.

Kulit cowok itu ternyata benar-benar bagus: pucat lembut, bersinar mengalahkan kulitku yang sawo matang—kulit Indonesia punya—dengan warna yang sama dari ujung rambut sampai—karena aku hanya melihat sampai sebatas lutut—lututnya dan tidak ada kulit yang tampak belang.

Karena baru selesai mandi, wangi dari sabunnya menguar ke arahku karena angin menghembusnyakannya dengan lembut.

Aku terlalu terkejut melihatnya. Dan terlalu terpesona melihat makhluk menganggumkan yang sekarang berdiri di depanku dalam jarak kurang lebih setengah meter.

Kemudian, Yoga, cowo ganteng,imut,manis, dan comlyable, bergerak perlahan dan tersenyum manis sekali, sehingga aku bisa melihat pesona seksinya seakan dia adalah karakter anime yang menjadi nyata yang menjadi impian semua gadis, mungkin juga cowok penyuka anime diplanet ini.

"Kyaaaa Hentai....," Candanya dari seberang.

Lalu akupun sadar. Apa yang kulakukan? Melihat seorang cowok setengah telanjang yang ada di depanku tanpa berkedip! Apa aku sudah gila? Bagaimana mungkin aku bisa kehilangan kendali seperti itu?

apakah dunia memang tidak baik-baik saja?.

Jantungku berdegup cepat tak karuan sementara aku buru-buru berbalik, memunggungi Yoga. Wajahku memanas dan tanganku dengan cepat memegang kedua pipiku. Napasku terasa sesak karena bayangan tubuh Yoga tak hilang juga dari kepalaku.

"Dira ternyata suka ngintip ya?" kata Yoga lagi.

Sebenarnya tuduhan itu benar adanya bahkan batinku mengiyakannya, apa ada makhluk didunia ini yang tidak tergoda melihat cowo itu.

Kejadian itu sangat tak terduga. Aku sama sekali tak menduga kalau dia adalah orang yang akan tinggal di kamar angker itu.

tapi aku tidak boleh jadi cewe murahan maka dari itu aku bersikap kesal ayo kita bermain playing victim karena wanita tak pernah salah.

Menggerutu, aku berbalik dan mengecak pinggang.

"Ini kamar gue!"

"Lah ini juga kamar gue," balas Yoga tenang, sengaja menyisir rambutnya yang basah dan mengedip genit.

"Kalo gitu ada kesempatan dong ngeliat lu telanjang dada ya?" lanjutnya.

Ini sudah sangat kurang ajar walaupun itu terdengar seksi saat dia mengatakannya.

Ayo lanjutkan act jadi korban.

Beraninya tetangga baru itu berkata seperti itu kepadaku walaupun aku suka mendengarnya, hehe.

Kuambil hal terdekat yang terjangkau oleh tanganku dan kulempar padanya.

Cowok itu menunduk cepat sekali dan kembali tertawa.

"Ambil barangnya ke kamar gue kalo mau ya?" kata Yoga dan dia menghilang di balik jendelanya.

Menyebalkan!

Tanganku mengepal. Ternyata tingkahnya tidak semanis wajahnya. Apa-apaan bergaya seperti itu di kamarnya? Memangnya tak ada kamar mandi ya sampai dia harus berpenampilan seperti itu?

Umm tapi kenapa aku berharap dia tidak punya kamar mandi?

astaghfirullah ada apa denganku!?. 🥵

Aku memelototi jendela kamarnya yang masih terbuka dengan raut kebencian.

"Masih ngintip juga?" kepala Yoga muncul dari balik sisi jendela.

"Gue nggak ngintip!" balasku jengkel.

"Kalo gitu balik badan sana," kata Yoga. "Gue mau lepas handuk. Lu mau lihat!? rawr"

balasnya seksi.

ARGHH! Baru kali ini aku mendapati rasa kesal dan suka disaat bersamaan seperti ini pada cowok! Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku mendapati diriku disuruh-suruh di kamarku sendiri, oleh seorang cowok yang baru dikenal dan seksi dan tampan dan imut. Parahnya, dia baru saja pindah di sebelah rumahku!

"Eh kelepas!" kata Yoga, dengan sengaja melepas handuknya.

Sambil berteriak jengkel, aku menutup wajah dan berlari keluar kamar sambil memaki-maki dia.

Tawa Yoga juga masih menggiringku saat aku kabur menyelamatkan harga diri ini agar tidak menoleh kebelakang.

**************

DUNIA INI TERLALU SEMPIT!

Mataku terbelalak sementara mulutku terbuka lebar ketika melihat Yoga—si anak tetangga baru brengsek yang tampan dan penuh pesona dan comlyable, berkeliaran di pekarangan sekolahku, dengan menggunakan seragam sekolahku.

Rambut hitamnya acak-acakan dan terlihat sangat seksi, dasinya dilonggarkan, dengan sengaja dia menggulung lengan bajunya, sehingga mau tak mau aku melihat jam tangannya yang mahal.

Semua yang ada pada cowok ini benar-benar bersinar. Wajahnya, pakaiannya, asesorisnya, gayanya, bahkan cara dia berjalan sungguh menarik perhatian.

Senyumnya penuh kemenangan saat melihatku dan matanya berkilat-kilat jahil.

Aku hanya diam membisu melihatnya lewat dari gerbang sekolah.

"Selamat pagi, Tetanggaaa" katanya.

Tersadar, aku bertanya setengah takjub.

"Ngapain lu disini?"

Dia mengedip saat menjawab, "Lah gue murid baru di sini."

Murid baru? Aku sama sekali tak mendengar kabar soal murid baru. Biasanya masalah ini akan dibahas di Osis. Paling tidak, ada gosip mengenai kepindahannya. Apalagi yang pindah adalah seorang anak kaya raya, yang kebetulan tampan pula—dan tinggal di sebelah rumahnku. Ini benar-benar mimpi terindah dalam hidupku, hehe.

"Antar gue ke ruang kepsek yuk? Dia bilang gue harus ngelapor ke dia dulu. Gue ga tahu kantornya dimana!?" katanya dengan nada yang terdengar seperti menyuruhku.

Aku baru mengenalnya kemarin. Dan sekarang dia berani menyuruh-nyuruhku lagi? Aku memelototinya dengan kebencian yang tanggung-tanggung karena, jujur saja aku suka melihatnya, sambil mengingat kejadian yang takkan terlupakan kemarin.

Malam itu aku tidur dengan mimpi yang sangat indah untuk pertama kalinya.

hehe.

Wajah Yoga mendekat dan aku tak mundur. hump ayo maju lagi kalau berani.

Dia menunduk menatapku yang hanya sedadanya.

KLARIFIKASI: Bukan aku yang pendek tapi dia yang ketinggian.

lalu tersenyum menawan lagi. "Kenapa? Masih ingat soal kemarin itu, Nona Genit?" bisiknya perlahan.

"Ap—"

"Diraa!"

Itu suara Kak Aslam, Si Ketua Osis sialan itu berjalan ke arahku. Dia menatap heran kearah Yoga. Tapi dia cepat-cepat kembali dan bicara padaku.

"Proposalnya?" kata Aslam.

"Oh, itu ada di kelas, Kak," jawabku cepat.

"Oh, ya udah deh. Nanti aku kekelasmu."

"Aku harus siap-siap buat upacara bendera," Tambahnya.

Cowok sialan itu pun melambai dan masuk ke sekolah.

Saat aku dengan asiknya mengumpat Ketua Osis sialan itu didalam hati, terdengar suara yang menurutku sangat seksi di dekat telingaku.

"Hmm, Lu benci banget ama dia yaa ampe ngatain dia dalam hati!."

Jantungku langsung berdetak cepat tak karuan dan keringat dingin membasahi keningku. Dengan cepat aku menjauhi Yoga yang dengan tepat bisa membaca perasaanku dan juga tingkahku. Aku tak ingin cowok itu sok tahu dengan kehidupanku. Aku tak ingin Yoga masuk ke dalam kehidupanku. Dan aku tak ingin dia ada di dekatku!

Maaf tuhan aku berbohong ,aku sebenarnya sangat mauuu 😫.

Tapi aku melirik was-was padanya.

Cowok itu tampak senang, seolah mendapatkan hadiah dari Giveaway.

Dia tersenyum penuh kemenangan, matanya berkedip-kedip dan tangannya digosok bersemangat.

"Sok tahu!" kataku sengit.

Alisnya menaik. "Jadi lu suka dia?"

"Mana mungk—"

"Kan bener!" katanya memotongku, dia menunjukan ekspresi bahagia yang dimataku itu terlihat bagai malaikat 😌.

Aku menganga lagi, terlalu terkejut untuk membalas. Apa aku memang semudah itu dibaca?

Anjir ketawa aja dia ganteng banget!.

Tapi, karena Yoga tertawa sampai nyaris menangis, aku seketika menghapus pikiran itu.

Aku, Dira, gadis paling jenius seangkatanku, tak mungkin sangat mudah dibaca.

Pasti itu hanya salah satu tingkah menyebalkan dari cowok tak tahu diri, yang sering bertingkah bodoh tapi keren dan tampan dan comlyable ini. Yang hanya ingin menggangguku.

Maka, dengan penuh harga diri, aku menarik dasinya.

Yoga berhenti tertawa dan menatapku keheranan.

"Gue bakal hapus tuh ketawa sinting dari muka lu!" bisikku ganas.

Yoga mengerjap sesaat dan diam dalam beberapa detik.

Bagus. Kurasa dia mulai merasakan "aura haki"-ku. Aku, yang merupakan Koordinator Kedisiplinan Siswa, yang memiliki reputasi tinggi yang sangat kubanggakan dalam mengubah sampah negara yang tidak tahu diri menjadi orang baik hati, rajin menabung dan tidak sombong. Tidak ada seorang pun siswa/siswi di sekolah ini yang tidak takluk padaku. Dan aku punya integritas tinggi yang akan membuat Cowok brengsek ini menyesal karena berani menertawakanku dan juga membalas perbuatannya kemarin.

Tapi, dia akan kuampuni jika dia meminta maaf ,berlutut didepanku dan melakukan Harakiri.

Masalahnya, Yoga seorang murid baru. Dia tidak tahu soal reputasi dan julukanku. Dia juga tak tahu soal sepak terjangku.

Dia tak tahu apapun tentangku.

Jadi, ketika aku menantangnya seperti itu, dia hanya melihat auraku saja dan malah tersenyum nakal dan tidak takut apapun seolah berkata "Dih emang lu siapa sih?" padaku.

Walau para anak buahku dan semua siswa di sekitar kami mundur saat melihat auraku, Murid baru brengsek ini tampak biasa-biasa saja dan tidak tertekan aura haki rajaku. Lalu, sesuatu hal terjadi, dia berkata dengan nada genit penuh manja yang membuat bulu kudukku meremang dan anehnya seperti ada Kupu-kupu didalam perutku.

"Ihhh ayang Dira gemoy banget deh!,"

"oke gue mo lihat gimana cara lu ngelakuinnya." lanjutnya

Cecunguk ini beraninya dia

AARGG!!

"Mau lu apa sih anjir"

Persetan dengan Jaga Image, sekarang aku benar-benar kesal 😤.

"Kalo lu mau ribut ayok bilang aja, gue ga takut ama lu anj. Gini-gini gue Sabuk Hitam Karate yaa!" Kata Dira dengan memasang Kuda-kuda siap menerjang.

"Oke gue minta maaf" Jawab Yoga sambil mengangkat kedua tangsnnya "Gue gamau ribut ama lu dir!," lanjutnya

Aku yang melihat muka memelasnya tiba-tiba entah kenapa kehilangan semua amarahku.

"Yaudah tapi jangan diulangi lagi"

"Tapi gue dimaafin kan dir!?" katanya memastikan.

Aku menghela nafas panjang lalu melihatnya dengan tatapan serius milikku.

Dan aku melihatnya, kilatan jahil dimatanya yang membuat amarahku kembali memuncak .

"Yogaaa lu mau mati ya!" kataku ganas dan mencoba memukulnya.

Dia menghindari semua pukulanku dan terus tertawa, tawa yang tadinya terdengar merdu sekarang malah sukses membuatku kesal setengah mati.

Lopyu all from Zhaa

avataravatar
Next chapter