5 Terungkap

Sudah satu minggu berlalu sejak pertemuannya dengan Kayla dan pagi ini orang tuanya kembali dari Australia. Awalnya, Adyatma ingin langsung menemui mereka di bandara tapi akhirnya ia mengurungkan niatnya dan memutuskan untuk ke rumah orang tua nya saat makan malam.

Selama satu minggu ini, Adyatma dihadapkan pada kenyataan yang tidak ingin ia akui. Setelah ia menemui orang tuanya, ia yakin akan semakin kecewa, itu mungkin salah satu alasannya menunda-nunda pertemuan itu.

Hasil penyelidikan dari private investigator kepercayaannya mengkonfirmasi bahwa Kayla tidak membohonginya, Chelsea dan Bryan benar-benar berselingkuh di belakangnya dan mereka bahkan sudah memiliki hubungan spesial sejak sebelum ia menikah dengan Chelsea.

[Gimana bisa gue enggak sadar kalau dua orang terdekat gue ngebohongin gue selama ini. Pasti mereka nganggap gue bodoh banget]

Adyatma hanya bisa tersenyum miris menghadapi situasinya saat ini. Tapi itu bukanlah yang terburuk. Private investigatornya tidak berhasil menyelidiki siapa pendonor matanya sampai tuntas, yang artinya ada orang yang sengaja menutupi identitasnya pendonornya, dan orang tersebut cukup berkuasa. Meski tidak berhasil menyelidiki identitas pendonornya, private investigatornya menemukan fakta bahwa Rain meninggal di hari yang sama dengan hari ia dioperasi. Ketika mendengar hal itu, Adyatma terkejut, ia tidak percaya kalau Rain sudah meninggal. Meskipun mereka sudah tidak pernah bertemu lagi, Adyatma selalu mengira kalau Rain sudah hidup bahagia di suatu tempat.

Kenyataan tentang Rain yang sudah meninggal memberinya firasat tentang siapa pendonornya. Hal itu membuatnya merasa takut. Takut jika firasatnya benar, itu artinya wanita itu berkorban lagi untuknya padahal selama ini ia sudah sering melukainya. Sepertinya pengkhianatan Chelsea adalah karma untuk dirinya yang telah melukai Rain.

Adyatma sudah mendapat alamat pemakaman tempat Rain dimakamkan tetapi ia belum memiliki keberanian untuk ke sana. Suasana hatinya benar-benar kacau. Ia bahkan tidak bisa fokus dalam bekerja dan membuat kesulitan bawahannya. Mereka pasti sudah mengira ada yang tidak beres dengan dirinya karena ketidakprofesionalannya selama seminggu terakhir. Untungnya, Chelsea sedang menyelesaikan syuting film di Lombok sehingga ia berhasil menghindari konfrontasi langsung dengan istrinya itu. Ia bahkan tidak menelpon Chelsea seperti biasanya dan ironisnya istrinya hanya mengiriminya pesan dan sama sekali tidak curiga dengan perubahan sikapnya. Mengingatkannya bahwa selama ini dialah yang lebih banyak berusaha dalam hubungan mereka. Entahlah, mungkin saat ini istrinya itu sedang bersenang-senang dengan Bryan, mengingat pria itu sedang berada di Lombok juga untuk urusan bisnis. Setelah ia menyelidiki mereka berdua ternyata mereka sering sekali berada di kota yang sama di waktu yang bersamaan dan selama ini ia tidak pernah curiga. Lagi-lagi Adyatma menghakimi kebodohan dirinya.

Pak Toni yang sudah menghentikan mobil di depan rumah orang tua Adyatma kebingungan karena Adyatma terlihat melamun dan tidak kunjung bergerak untuk keluar dari mobil.

"Pak, kita sudah sampai."

Adyatma tersadar dari lamunannya dan menoleh keluar jendela, benar saja mereka sudah sampai. Ia membuka pintu dan keluar.

[Ini dia. Sekarang semuanya enggak bisa gue hindari lagi].

***

Setelah makan malam keluarga, Adyatma meminta orang tuanya untuk berbicara di ruang kerja milik papanya. Saat ini, Agung, duduk di sofa utama dan istrinya, Sheila duduk di sofa sebelah kirinya, sementara Adyatma berada di sofa sebelah kanannya.

Pasangan suami istri itu tau ada yang tidak beres sejak mereka bertemu dengan putra sulung mereka tersebut. Sheila terlihat sangat khawatir dengan Adyatma dan menoleh kepada suaminya untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Melihat kode dari istrinya, Agung berdeham keras yang membuat Adyatma akhirnya mengalihkan pandangannya dari meja kepada orang tuanya.

"Jadi, apa yang mau kamu bicarain?"

Adyatma memandang papanya, kemudian mamanya, dan akhirnya menanyakan apa yang paling ingin ia ketahui dari mereka.

"Siapa pendonor mata aku?"

Terdengar tarikan nafas kaget dari Sheila, sementara Agung terlihat tenang.

"Kenapa kamu nanyain itu lagi?" Jawab Agung sambil mempertahankan tatapan mata dengan Adyatma. Ia sadar kalau putranya sudah mengetahui jawaban pertanyaannya sendiri.

Melihat mata papanya, Adyatma jadi semakin yakin kalau firasatnya benar. Ia mengalihkan matanya lagi dan menunduk ke arah meja.

"Rain… Rain yang donorin matanya buat aku."

Adyatma terdengar sangat sedih dan di telinga orang tuanya hal tersebut terdengar sangat memilukan.

"Oh, Ady." Sheila tidak bisa menahan air matanya.

Selama beberapa waktu, hanya tangisan Sheila yang terdengar dari ruangan itu. Kemudian, Agung beranjak dari sofa menuju meja kerjanya, ia mengambil sesuatu dari laci meja dan memandang benda itu cukup lama. Ketika ia kembali duduk di sofa, Sheila menoleh ke arah suaminya. Agung tidak tega melihat istrinya yang berlinangan air mata, tapi ini sudah waktunya. Waktunya surat ini sampai ke tangan Adyatma.

Ia memberikan amplop tersebut ke Adyatma yang mengambilnya dengan tangan gemetar.

[Ini dia. Ini pasti surat yang dimaksud Kayla.]

"Itu dari Rain."

Mendengar Agung mengkonfirmasi dugaannya, dengan tangan gemetar akhirnya ia membuka amplop tersebut. Matanya terbelalak melihat kertas yang memiliki noda merah yang ia yakini adalah darah. Beberapa bagian dari suratnya luntur karena basah. Dia yakin sekali kalau penulis surat ini menangis ketika menulisnya.

Perlahan, ia pun membaca surat tersebut. Tanpa ia sadari, setetes air mata jatuh ke kertas tersebut, kemudian seperti bendungan yang rusak, air mata Adyatma mengalir dengan derasnya. Ia memeluk surat itu dengan sangat erat. Kemudian ia merasakan pelukan dari mamanya. Sheila beranjak dari tempat duduknya untuk memeluk putranya, satu-satunya cara yang ia tahu untuk memberikan dukungan pada putranya itu.

Ini pertama kalinya sejak Adyatma masih kecil, ia menangis di hadapan orang tuanya. Agung hanya bisa menghela nafas dan membiarkan anak dan istrinya saling meluapkan perasaan mereka.

***

{Babe, hari ini gue pulang.}

Adyatma tidak membalas chat WA dari Chelsea dan memasukkan handphone nya kembali ke sakunya. Sudah dua hari berlalu sejak pembicaraannya dengan kedua orang tuanya. Malam itu, dia menginap di kamar lamanya untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Dan untuk pertama kalinya, ia memimpikan Rain. Wanita itu tersenyum bahagia sambil melambaikan tangannya ke arah Adyatma seolah-olah mengatakan bahwa semuanya bukan salahnya. Adyatma terbangun dengan wajah penuh air mata.

Setelah hari itu, ia memutuskan untuk mengambil cuti dan hari ini ia memberanikan diri untuk ke makam wanita yang sudah berkorban untuknya. Ia menaruh buket bunga yang ia bawa di makam Rain. Buket bunga yang dipilihkan oleh penjual bunga karena ketika ditanya, Adyatma tidak tau apa yang akan disukai oleh Rain. Ia hanya bisa tersenyum miris menyadari betul kalau Rain tahu semua hal yang ia sukai.

Duduk di samping nisan bertuliskan "Afra Rainey Keysa", Adyatma hanya bisa mengelus namanya di nisan itu. Tanpa ia sadari, ia kembali menangis, hal yang sering ia lakukan selama beberapa hari ini.

"Maafin gue, Rain. Maafin gue."

Tidak mau kehilangan kendali akan perasaannya di makam Rain, Adyatma berlari keluar pemakaman. Ia berlari ke arah salah satu pohon di luar area pemakaman, dan memukulkan tangannya ke pohon itu berkali-kali sambil berteriak. Langit seperti bersedih bersama dengan pria itu, tiba-tiba saja hujan turun. Awalnya hanya rintikan hujan namun kemudian menjadi semakin deras, membasahi tubuh pria yang kini berjongkok di bawah pohon dengan tangan berlumuran darah.

Bagus yang menemani Adyatma hari itu tidak bisa tinggal diam lagi. Ia mengambil payung dan menuju ke arah Adyatma. Setelah beberapa waktu, Adyatma akhirnya seperti tersadar dan Bagus pun menuntun bosnya itu kembali ke mobil.

avataravatar
Next chapter