7 Konfrontasi

Tiga bulan kemudian.

Sheila baru saja mempersiapkan makan malam untuk Adyatma. Sudah tiga hari ia tinggal di rumah putranya, namun hari ini ia harus menghadiri pesta perayaan pernikahan salah satu temannya sehingga ia harus meninggalkan Adyatma sendirian. Sudah satu bulan sejak putusan pengadilan meresmikan perceraian putranya dengan Chelsea. Namun, sudah beberapa bulan sejak putranya itu menyendiri.

Sepertinya sejak Adyatma mengetahui cerita yang sebenarnya tentang Rain, ia mulai menutup diri. Sheila cukup sibuk dengan kegiatan-kegiatan amal dan pekerjaan yang tidak bisa ia tunda, sehingga baru sekarang ia benar-benar bisa menemani putranya itu. Saat ia tiba di rumah Adyatma tiga hari yang lalu, ia melihat putranya itu tertidur di sofa dengan sebuah buku di pelukannya. Ia bisa melihat dengan jelas bahwa putranya itu baru saja menangis. Tidak hanya itu, Adyatma juga terlihat lebih kurus. Hati Sheila seperti tersayat melihat betapa hancurnya anak laki-laki satu-satunya itu.

Semenjak ia tinggal di rumah Adyatma, putranya itu tidak pernah menangis lagi dan Sheila pun memastikan Adyatma makan dengan teratur. Sheila hanya bisa berharap kalau keadaan Adyatma akan membaik seiring dengan berjalannya waktu.

Setelah makan malamnya siap, Sheila mengirim pesan kepada Adyatma yang sedang dalam perjalanan pulang. Ia terpaksa pergi lebih dulu tanpa menunggu Adyatma pulang karena acaranya akan segera dimulai.

{Mama berangkat ya, jangan lupa makan}

{Oke}

Sheila menghela nafas setelah menerima jawaban singkat dari Adyatma. Ia pun pergi dengan mobil yang sudah menunggunya sejak tadi.

***

Adyatma masuk ke dalam rumahnya yang sepi. Sekitar tiga bulan lalu, ia memutuskan untuk pindah kembali ke rumah yang pernah ia tempati bersama Rain. Entah mengapa ia memutuskan hal itu. Mungkin ia berpikir akan sedikit lebih dekat dengan wanita itu jika ia pindah ke sana.

Setelah pindah, asisten rumah tangga hanya akan datang di pagi hari saat dia telah pergi ke kantor dan pulang sebelum dia kembali ke rumah. Oleh karena itu, ia lebih sering sendirian di rumah itu sampai akhirnya Sheila memutuskan untuk tinggal di sana. Awalnya ia enggan membiarkan Sheila tinggal karena ia bukan anak kecil yang masih perlu diurus oleh ibu mereka, tetapi keras kepalanya Sheila mengalahkannya. Walaupun ia tidak mengatakannya, tapi keberadaan Sheila sedikit meredakan kesepiannya karena meskipun rumah yang saat ini ia tempati tidak sebesar rumah yang ia tempati bersama Chelsea, tetap saja ia merasakan kesepian ketika berada di sana.

Hari ini, seperti biasa ia mandi dan kemudian makan malam. Setelah itu, ia memeriksa beberapa pekerjaan yang masih belum selesai di ruang kerjanya dan kemudian pergi tidur. Rutinitasnya begitu teratur sampai membuat dirinya sendiri kadang tidak sadar telah melakukannya.

Bukan hanya dirinya, Bagus pun sadar akan perubahan bosnya yang sekarang lebih seperti robot dan bukan manusia. Tapi karena apa yang terjadi di kehidupan pribadi Adyatma seperti tidak memiliki dampak pada pekerjaannya yang masih tetap sempurna, Bagus pun tidak bisa mengatakan apa-apa. Ia hanya berharap kalau waktu akan menyembuhkan Adyatma.

Adyatma bersiap untuk tidur dan memejamkan matanya. Seperti biasa, ia tidak bisa langsung tertidur. Wajah Rain dengan senyum manisnya selalu muncul ketika ia memejamkan matanya. Membuatnya berharap wajah itu akan ia temui bahkan dalam mimpi.

Tiba-tiba saja ia mendengar suara pecahan kaca yang membuatnya kembali membuka mata. Ia yakin sekali kalau itu bukan Sheila. Adyatma pun keluar dari kamarnya dan perlahan turun ke lantai satu. Ketika ia menuruni tangga, Adyatma bisa melihat seseorang duduk di sofa di ruang keluarga. Setelah lebih dekat, ia pun mengenali siapa orang itu.

"Chelsea?"

Chelsea pun menoleh ke arah Adyatma.

"Hai, suamiiii."

Gaya bicaranya yang berantakan menyadarkan Adyatma kalau Chelsea sedang mabuk. Ia pun melihat kekacauan yang telah dibuat Chelsea, figura yang memuat foto pernikahannya dengan Rain hancur dan serpihan kacanya berserakan di lantai. Melihat perhatian Adyatma yang tertuju pada foto itu, Chelsea pun berdiri secara tiba-tiba yang membuatnya sempat kehilangan keseimbangan.

"Kenapa lo pasang foto itu!" Chelsea berteriak sambil menunjuk ke arah foto yang telah ia lempar ke lantai.

"Seharusnya gue yang tanya kenapa lo ada di sini!"

"Kenapa?! Emang gak boleh, gue punya kuncinya berarti gue boleh ke sini!"

Adyatma ingin menyeret wanita di hadapnnya keluar dan mengusirnya tapi ia tidak mungkin membiarkan Chelsea pergi dalam keadaan mabuk. Adyatma yang kesal berteriak dan menggenggam rambutnya dengan keras.

"Dulu lo enggak pernah teriak sama gue. Lo cinta sama gue Dy!"

"Dulu! Itu dulu sekarang kita udah pisah!"

"Kenapa! Karena cewek sialan yang udah mati itu!"

"Tutup mulut lo ya!" Adyatma berteriak sambil menunjukkan jarinya kea rah Chelsea membuat wanita itu terkaget dan terduduk kembali di sofa.

"Kalo bukan karena lo yang suka sama gue duluan, gue enggak mungkin kayak gini sekarang!"

Chelsea mengambil sesuatu dari tasnya. Adyatma terlambat menyadari hal itu dan ketika ia sadar, Chelsea sudah mengarahkan pistol ke arahnya.

"Chels."

"Hidup gue hancur gara-gara lo."

Adyatma mengangkat kedua tangannya dan berusaha mendekati Chelsea secara perlahan.

"Jangan mendekat!"

Terdengar suara tembakan. Adyatma berhenti bergerak dan memejamkan matanya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia sadar kalau tembakan Chelsea meleset. Ia mengembalikan perhatiannya kepada Chelsea dan mencari celah untuk mengambil pistol dari tangan wanita itu.

"Lo yang selingkuh dari gue Chels."

"Enggak!... Gue sama Bryan udah pacarana duluan tapi karena lo nembak gue, Bryan nyuruh gue nerima lo!"

Pengakuan Chelsea itu membuat Adyatma kebingungan.

"Maksud lo?"

"Semuanya udah direncanain sama Bryan dan keluarganya. Seharusnya gue bisa hidup bahagia sama Bryan, tapi semuanya hancur gara-gara lo. Gara-gara lo sekarang Bryan ninggalin gue. Enggak cuma itu lo juga ngancurin karir gue. Puas lo!"

Pengakuan Chelsea itu membuat Adyatma semakin bingung. Ia tidak bisa percaya kalau tidak hanya Bryan tapi juga keluarganya terlibat dalam kekacauan yang menimpanya. Tapi belum sempat ia memikirkan semuanya, Sheila masuk ke dalam rumah.

Sheila yang melihat Chelsea dengan pistol berteriak mengagetkan Chelsea yang mangalihkan pistolnya ke arah Sheila. Adyatma yang melihat hal itu bergerak cepat ke arah Sheila untuk melindunginya. Hal terakhir yang ia dengar adalah suara tiga kali tembakan dan ia pun terjatuh. Hal terakhir yang ia lihat adalah wajah Sheila yang bercucuran air mata.

Adyatma berusaha tetap membuka matanya tapi ia tidak sanggup. Saat ia memejamkan matanya, ia bisa melihat Rain yang tersenyum ke arahnya.

[Rain… Apa sekarang aku beneran bisa ketemu kamu.]

Pikiran itu membuatnya tersenyum dan ia pun tidak ingin membuka matanya lagi.

avataravatar
Next chapter