10 Setitik Rasa

Anastasia baru saja kembali ke kediamannya lima belas menit setelah kepergiannya. dengan kereta kuda tadi. Aries yang sedang duduk di ruang tamu hanya menatap putri bungsunya itu bingung. Pasalnya Anastasia tak biasanya bersikap seperti ini. Apalagi jika ia berencana berkunjung ke istana dan bertemu pangeran Felix. Bisa dipastikan putrinya akan betah berlama-lama di istana. Tapi ada apa dengan Anastasia saat ini? Bukannya sibuk mengejar sang pangeran, gadis itu malah terlihat dongkol dengan wajah semerah tomat.

Berulang kali ia menghentakkan kaki di lantai marmer. Kadang bersedekap atau meletakkan tangan di kedua pinggangnya marah-marah.

Aries yang tak tahan melihat tingkah Anastasia, akhirnya menghampiri putrinya itu lalu mengusap lembut puncak kepalanya hingga membuat Anastasia menoleh.

"Ayah, sejak kapan ada di sini?" tanyanya kaget.

Aries cuma tersenyum sembari menuntun putrinya untuk duduk di kursi. "Cukup lama, mungkin sebelum kau masuk ke rumah lalu mulai menghentakkan kaki dan marah-marah imut seperti marmut."

"Ayah! Aku tak seperti itu tahu." Pipi Anastasia menggembung yang langsung ia tutupi dengan kedua telapak tangannya.

"Lantas?" tanya Aries mulai menggoda putrinya. Ia ingin tahu hal apa yang membuat putrinya jadi bertingkah layaknya ABG yang baru saja merasakan cinta.

"Eum, hanya ..."

"Hanya?" ulang Aries.

Muka Anastasia mulai memerah, sekelebat bayangan pria berambut pendek seputih salju itu mampir di pikirannya. Terlebih tatapan yang ia layangkan, tajam menusuk namun membuat jantung Anastasia tak bisa berhenti berdebar-debar kencang.

Seolah tahu, Aries langsung tersenyum lebar. Apa mungkin pangeran Felix mulai membalas perasaan putrinya? pikirnya.

"Ah ayah! Aku kan jadi malu tahu!" teriak Anastasia keras seraya berlari cepat menaiki tangga menuju ke kamarnya.

Aries hanya geleng-geleng kepala melihat putrinya yang tengah dilanda perasaan kasmaran itu.

Sesampainya di kamar, Anastasia langsung menutup pintu kamarnya kencang. Tubuhnya ia sandarkan di balik pintu dengan tangan yang sedari tadi memegangi dadanya yang kembali bergemuruh. Senyumnya lebar dan bayangan pria itu kembali hadir membuatnya salah tingkah.

Ia lantas menari-nari girang. Mengambil sebatang mawar di atas vas lalu menghirup aromanya dalam-dalam. Bibirnya terus tersenyum seraya menyenandungkan lagu-lagu cinta.

"Perasaan apa ini? Kenapa aku terus mengingat dia dan kenapa ... aku tak merasakannya ini sebelumnya pada pangera n?" ucapnya pelan.

Huft, Anastasia menghela napas pendek. Dirinya lantas melangkah ke arah balkon lalu berdiri cukup lama di sana.

Dipandanginya jajaran kebun mawar merah yang tengah berkembang membuat hatinya semakin tak karuan.

"Ah, kakak! Dia pasti tahu siapa pria kecil bermuka cantik itu," pekiknya penuh semangat.

©©©

Leona baru saja terbangun di saat hari menjelang senja. Tubuhnya terasa pegal semua dan begitu panas. Ia ingin segera mandi dengan air hangat lalu makan malam sepuasnya. Tapi, sesuatu di atas meja menarik minatnya. Segera gadis itu bangkit untuk mengecek kotak berwarna silver dengan pita merah di atasnya. Di sudut kanan kotak itu ada sepucuk surat dan beratas namakan dirinya.

"Hadiah untukku? Tapi dari siapa?" monolog Leona kalut.

Kepalanya menoleh ke kanan-kiri tapi keberadaan Lea tak ada.

Akhirnya ia putuskan untuk membuka surat itu lalu membacanya. Rupanya benar, hadiah itu untuk dirinya. Lucunya ini berasal dari Putra Mahkota sombong itu.

Leona hampir saja terbahak keras saat melihat seragam kebesaran untuknya. Ukuran ini sih, cocok sekali di pakai si kepala merah bata atau Duke Azril.

"Kau sudah bangun?" tanya Lea baru saja kembali dari luar.

Gadis itu terburu menghampiri Leona yang terkikik geli di tempatnya sembari menunjukkan seragam kebesaran itu.

"Kau tahu Putri, kakakmu benar-benar wah sekali," sarkas Leona. Ia berjalan menuju cermin di dekat lemari lalu mencoba seragam kebesaran itu.

"Aku tahu bagaimana susahnya dia  membuatkanku seragam ini. Jadi aku akan memakainya, tentunya sesuai gayaku." Leona tersenyum penuh arti.

.

Pagi-pagi sekali Leona sudah berkunjung ke kediaman Felix. Jika bukan karena pesan yang diantarakan pengawal untuknya, dia mana mau datang ke kamar pria di pagi buta. Terlebih sombong seperti Felix yang minim ekspresi itu. Uh, bukankah lebih baik menenggelamkan diri di atas bantal dan bergumul di balik selimut hangatnya?

Tepat di ujung koridor langkahnya harus dihentikan oleh teriakan Lucas. Mau tak mau Leona harus membalikkan tubuhnya untuk menyapa pelatihnya seraya memamerkan senyum tiga jari ala pepsodent.

"Ada urusan apa kau ke sini?" tanya Lucas tak santai. Pria itu bahkan menatap Leona sengit seolah dia rival bebuyutannya.

"Menjadi Kasim Yang Mulia." Mata Lucas melotot. Buru-buru ia menutup mulut Leona dengan tangan kanannya lalu menghimpit Leona ke sudut tembok.

"Kau sudah gila, huh?" tanya Lucas. Ia semakin menatap Leona jijik dan kesal.

"Eum, yeu begituu. Apeu tuanu Lucasu mau mencobau?" kata Leona tak jelas. Mulutnya masih dibekap Lucas.

"Kau bicara apa sih?" kata Lucas semakin kesal. Wajahnya memerah siap meledak. Namun, sentuhan Leona di atas punggung tangannya membuat Lucas bergidik.

Secepatnya ia melepas bekapan tangannya lalu mendorong Leona menjauh dari sisinya.

"Kau!" teriaknya marah, Leona malah mengerling genit ke arahnya. Sengaja menggoda.

"Jauh-jauh dariku!" katanya, Leona tertawa.

Apa ia tidak salah dengar? Toh, selama ini Lucas yang sering membuat masalah dengan dirinya? Dan sering mendekat lalu pergi tanpa diundang layaknya jelangkung. Dasar pria muda pikun.

"Baiklah-baiklah, saya akan menjaga jarak maksimal 2 centi dari anda." Lucas mendelik.

Hampir saja pria itu menjitak kepala putih Leona yang berbalut wik, jika saja pangeran Felix tak segera muncul. Untungnya Felix datang di saat yang tepat. Pria berambut emas itu segera menahan tangan kanan Lucas dengan ekspresi tajam siap memakan orang.

"Apa yang akan kau lakukan dengan pengawal pribadiku, Jenderal?" tanyanya ketus.

Lucas menatap majikannya tidak percaya. "Apa, pengawal pribadi? Bu-bukannya Leon ini ksatria pribadi Putri Lea tuan?"

Felix tak menggubris ucapan Lucas dan malah menatap ke arah Leona. Pria itu menyuruh Leona untuk segera ke ruang makan. Dirinya berencana sarapan pagi bersama sebelum melakukan perburuan di hutan. 

"Aku ingin mengajakmu berburu," kata Felix di sela-sela makan. "Mungkin ini pertama kalinya untukmu berburu dengan pihak kerajaan, tapi aku harap kau mengajak hewan pelindungmu ikut untuk berjaga-jaga."

Alis Leona menukik. "Hewan pelindung?" ucapnya. Felix dan Lucas saling pandang.

Sebenarnya Leona tahu apa arti hewan pelindung karena saat menanyakan Omelas, Felix pernah menyela sedikit topik itu. Namun, dia belum tahu dan seperti apa hewan pelindung miliknya. Lagi pula kata Felix hanya orang-orang  dari Nort Vale yang memiliki hewan pelindung. Apa iya, Leona yang berasal dari Axteas bisa memiliki hal menakjubkan itu?

"Maaf yang Mulia, tapi sepertinya saya ditakdirkan untuk tidak memiliki hewan pelindung," ucap Leona tegas.

avataravatar
Next chapter