12 Cryos Forest

Hari mulai menggelap dan Leona belum juga menemukan titik terang dalam menelusuri hutan salju ini. Semua tampak sama di pandangan, hanya pepohonan Cemara dan hamparan salju putih yang menutupi tanah.

Ia bingung. Jika matahari terbenam ia tidak akan lagi mengetahui arah mata angin. Jadilah, dia mengumpulkan beberapa batang kayu kokoh untuk dijadikannya rumah pohon kecil-kecilan. Antisipasi saja, kalau-kalau ada hewan nokturnal yang mencari mangsa. Untung saja sebelumnya ia tahu bagaimana cara memanfaatkan tumbuhan rambat untuk dijadikan tali.

Disaat matahari mulai tenggelam di ufuk barat, ia langsung naik ke atas rumah pohon. Bermalam di sana tanpa adanya penerangan sama sekali.

Paginya saat cahaya matahari mulai memasuki celah-celah rumah pohonnya. Ia mendengar suara seseorang. Tidak, tidak hanya satu melainkan sekelompok orang.

Buru-buru Leona mengintip dari balik celah kecil rumah pohonnya untuk melihat siapa mereka.

"Sial!" kesal pria berkepala plontos. Ia menancapkan kampaknya di batang pohon tempat dimana rumah pohon Leona berada.

"Masa batu sihir ini hampir habis, tapi kita belum juga menemukan hewan itu," ujar pria plontos itu.

Leona menaikkan satu alis, mulai tertarik dengan pembicaraan mereka. Batu sihir? batinnya.

"Kau benar tuan, kita benar-benar tak beruntung, karena menukar 500 koin emas untuk masing-masing satu batu sihir." Si pria berbadan kekar menanggapi.

Leona masih mengamati mereka dalam diam.

"Kita harus cepat, bagaimana pun juga kita harus menemukan hewan langka itu sebelum besok sore. Jika kita terlambat kita bisa mati di negeri sialan ini." Pria kepala botak kembali berujar.

Ia mengeluarkan sebuah batu pipih berbentuk bulat dari balik saku bajunya. Dari kejauhan Leona bisa melihat ukiran kuno yang tertulis di batu itu. Seperti batu biasa yang sudah bertuliskan aksara kuno berkekuatan magis.

"Lalu untuk apa kita menangkap elf tak berguna ini?" sahut anggota yang lain.

"Dari kabar yang beredar dia bisa menambah sedikit mana, jadi masa batu sihir itu akan lebih lama dari seharusnya." Mendengar penjelasan itu yang lain hanya ber-oh ria tak terkecuali Leona.

"Tapi bos, kulihat dia tak memiliki kekuatan sama sekali. Apa kita habisi saja dia?" sela si cungkring.

Dia mendorong Elf itu kasar,  hingga jatuh tersungkur mencium tanah bersalju.  Banyak sekali luka memar sekaligus lebam di sekujur tubuh anak itu. Tapi mereka tak peduli dan malah menyeretnya untuk kembali berjalan layaknya seorang budak.

Elf itu hanya diam diperlakukan tak manusiawi. Dia hanya menatap sendu tanpa berbicara apapun pada mereka.

Leona yang melihat semua kejadian itu merasa iba. Dia jadi teringat kenangan kelam sewaktu neneknya baru saja meninggal. Banyak sekali keluarga nenek yang menjarah harta bendanya dan membuatnya tertindas. Bahkan untuk makan sehari-hari saja dia pernah mengemis atau menahannya sampai beberapa minggu.

"Ini tidak bisa dibiarkan!" tangannya mengepal.

Lalu tanpa basa-basi ia langsung meloncat keluar dari rumah pohonnya membuat para perompak itu kaget. Sayangnya karena terlalu gegabah ia jadi tertangkap setelah melayangkan tinju pada ketua perompak itu.

"Dari mana anak ini datang? Apa dia juga berasal dari bangsa Elf?" tanya si pria plontos. Dia menatap mata semua anak buahnya tajam.

"Kukira dia bukan dari bangsa Elf, meski mukanya begitu cantik. Eum, sepertinya bocah lelaki ini salah satu penduduk Frozen Sea yang tak sengaja singgah di hutan," jelas si pria berbadan kekar.

"Kau tahu dari mana dia penduduk asli Frozen Sea?" tanya pria plontos.

"Bos, apa kau tak lihat dia tak membutuhkan     colstone untuk bertahan di tempat ini seperti kita? Lihat, rambutnya saja berwarna putih. Kudengar orang-orang Frozen Sea memiliki warna rambut putih salju dan kulit putih sebagai ciri khasnya." Si kekar menjelaskan lagi.

Leona baru menyadari, jika ia terpental jauh hingga masuk ke wilayah Frozen Sea. Seharusnya ia tidak bisa masuk ke sini karena ada batas antar dimensi yang sengaja dibuat sebelum bulan purnama tiba. Tapi kenapa dirinya bisa masuk? Terlebih ia sama sekali tidak memerlukan colstone itu. Aneh, ini benar-benar aneh.

"Kita sudahi saja teori-teorimu yang tidak jelas itu. Semakin lama kita berdiam di tempat ini semakin habis juga waktu kita menemukan hewan itu." Pria plontos mulai mengkomando anak buahnya untuk segera pergi.

Tak lupa ia juga membawa Leona untuk ikut, dengan cara mengikat tangan  gadis itu dengan tali tambang persis seperti pria elf. Mereka berdua lalu di gelandang bersama menuju arah timur.

©©©

Felix dan pasukannya belum berhasil menemukan Leon. Padahal mereka semua sudah menyusuri tiap-tiap pelosok World Tree tak terkecuali daerah hulu maupun hilir sungai. Tapi nihil, jejak Leon seakan hilang di telan badai semalam.

Ya, semalam. Saat Felix dan para pasukannya memilih bermalam dan mendirikan tenda. Badai petir tiba-tiba muncul. Hal itu membuat Felix dan pasukannya memilih untuk tetap di dalam tenda tanpa menginjakkan kaki keluar.

"Pangeran!" teriak Lucas.

Pria itu menenteng sebuah busur lengkap dengan tempat anak panah yang dibawa Leon kemarin menuju Felix. Melihat hal itu Felix hanya diam membatu di tempatnya. Untuk sesaat dunianya terasa berhenti bergerak.

"Pangeran? Apa kau mendengarku?" tanya Lucas sembari melambaikan tangan di depan wajah Felix.

Ini memang terlihat tak sopan, tapi Lucas sudah biasa melakukan hal itu padanya.

"Dimana kau menemukan benda itu?" tanya Felix buru-buru. Dia tidak ingin terlihat baru saja terbengong karena suatu hal.

"Di dekat perbatasan. Di sana juga ada Poky, kuda cokelat yang ditunggangi Leon kemarin," jelas Lucas.

"Kalau begitu, cepat selidiki daerah perbatasan. Aku tak ingin kejadian beberapa tahun silam terulang lagi." Felix menatap Lucas dingin sebelum membalikkan tubuh lalu pergi.

Ya, Felix tidak ingin orang sejenius Leon hilang apalagi sampai ditemukan oleh orang-orang Frozen Sea.

©©©

Leona melihat lelaki elf itu menggigil disampingnya setelah sekian lama mereka berjalan dan akhirnya bisa berhenti untuk  beristirahat.

Matanya terpejam bibirnya berwarna pucat kebiruan dan suhu tubuhnya semakin dingin. Mungkin karena perbedaan suhu di Frozen Sea yang lebih dingin ketika malam akibat di selimuti salju abadi. Itu membuatnya jadi semakin kasihan.

Berbeda dengan dirinya yang masih punya simpati, para perompak itu justru berpesta minuman keras di dekat api unggun jauh dari tempatnya duduk. Mereka memang sengaja mengikat Leona dan lelaki elf itu di sebuah pohon tak jauh dari tempat mereka beristirahat.

Inisiatif Leona membuka luaran seragamnya lalu dipakaikan kepada elf itu. Membuat si elf  membuka mata lalu menoleh ke arahnya.

"Kurasa kau lebih membutuhkannya sobat," ucap Leona.

Bibirnya menyunggingkan senyum simpul yang entah mengapa membuat perasaan elf itu menghangat.

"Dengar kau tidak perlu takut sekarang. Ada aku di sini yang akan melindungimu lalu membawamu kembali pulang ke rumah." Leona berucap lagi sembari menggenggam tangan si elf erat, menyalurkan kehangatan.

Awalnya lelaki elf itu tersentak kaget karena perlakuan Leona dan menatapnya tak percaya. Tapi sekali lagi Leona menjelaskan padanya.

"Jika kau menganggapku sama seperti mereka, kau salah besar. Apa kau pernah dengar kisah sang rusa yang sengaja memasukkan dirinya ke lubang buaya?"

Lelaki elf itu menggeleng.

"Rusa pasti punya alasan untuk mengorbankan dirinya ke lubang buaya, seperti menyelamatkan hewan lain misalnya?" Lelaki elf itu tertegun yang hanya dibalas dengan senyuman lebar namun penuh arti dari Leona.

"Jadi, apa kau sudah tahu maksud dari perkataanku?" tanya Leona.

avataravatar
Next chapter