webnovel

Bab 33 Apakah Dia Gay?

Declan tidak menyadari bahwa matanya tidak bisa beralih dari senyum remaja muda itu dan cahaya mata pemuda itu yang tampak bersinar indah. Ia bahkan merasakan jantungnya berdebar-debar karena senyum pemuda itu.

Apa-apaan ini? Kenapa dia malah berdebar-debar terhadap seorang anak remaja lelaki??

"Tuan Black? Tuan Black!"

Declan berdehem beberapa kali untuk membebaskan diri dari lamunannya. "Kau bisa pergi."

"Uhm… tentang pelajaran tambahan itu."

"Kita akan mulai…"

"Bisakah kita mulai hari ini?" untuk kesekian kalinya, Kaylee menyela kalimat Declan dan menanyakan sesuatu yang tidak terduga.

"…" Declan tidak suka ada orang yang menyela pembicaraannya. Meskipun Nicholas Larson adalah penyelamatnya dan merasa berhutang budi kepada bocah ini, Declan tetap tidak suka anak ini menyela ucapannya.

Tapi… kenapa dia tidak merasa kesal sama sekali? Dia bahkan tidak menegur pemuda ini dan membiarkan Nick menyela ucapannya berulang kali.

Ditambah lagi, sepasang mata hitam yang bersinar seperti binta di malam hari, serta suaranya yang dipenuhi dengan ekspektasi tinggi, membuatnya, entah kenapa, tidak bisa menolak permintaan pemuda ini.

Sayangnya, dia ingat dia telah mengadakan rapat bersama para manajernya yang bekerja di perusahaannya, dan dia hampir terlambat, jadi dia harus menolak permintaan ini.

"Aku berencana untuk memulainya minggu depan. Tetapi jika kau ingin memulai lebih cepat, kita bisa mulai besok."

"Benarkah?"

"Sekarang pergilah. Aku masih punya urusan." Declan berusaha mengusir pemuda ini tanpa pandang bulu.

Entah kenapa, hatinya terasa seperti bom yang bisa meledak kapan saja jika terus bersama Nick.

Kaylee yang tidak tahu apa-apa akibat perbuatannya yang mengagumi seorang idolanta, sama sekali tidak menyadari kesan tipis bahwa Declan mengusirnya dan tidak tersinggung oleh ucapan kasar pria itu.

Sebagai gantinya, Kaylee merapikan lembaran musik idolanya dan menyimpannya di folder kuning.

Kemudian dia mengucapkan selamat tinggal untuk pergi dan keluar. Tapi saat dia membuka pintu, Kaylee teringat sesuatu.

"Mister Black,"

Declan, yang telah menghela napas lega saat Kaylee menjauh darinya, sekarang menjadi kaku di tempatnya.

Kenapa namanya terdengar sangat manis saat Nicholas memanggil namanya?

Declan melirik pemuda dengan alis terangkat seolah bertanya, "Ada apa lagi?"

"Saya lupa mengatakan sesuatu. Black Moon adalah idola saya, dan sekarang, Anda adalah profesor favorit saya."

Jleb!

Seolah-olah Declan bisa mendengar suara anak panah cinta menusuk jantungnya saat dia melihat senyuman semanis madu dan ekspresi bersinar seperti matahari terbit di ufuk timur.

Declan mengangkat satu tangan dan bergerak ke dada kirinya saat pintu kantornya tertutup rapat. Dia bersumpah dia masih bisa merasakan detak jantungnya yang cepat!

Apa ini?

Mengapa hatinya bergetar dihadapan bocah ingisan ini? Dia bahkan tidak merasakan denyutan seperti ini ketika dia bersama Roe!

Mungkinkah dia menutup hatinya begitu lama pada seorang wanita sehingga preferensinya mulai berubah? Apakah dia sekarang menjadi gay seperti rumor yang disebarkan oleh para mahasiswi yang tidak menyukainya?

Tidak. Itu tidak mungkin.

Pasti hanya kebetulan.

Nicholas adalah penyelamatnya delapan tahun lalu, dan selama ini, Declan mengira Nick adalah seorang gadis. Selama delapan tahun, dia memikirkan gadis itu dan mencoba yang terbaik untuk melacak keberadaan gadis itu di New York.

Itu sebabnya, ketika dia menemukan bukti kuat bahwa Nick adalah penyelamatnya, hatinya tanpa sadar kembali ke perasaannya delapan tahun lalu.

Dia harus menghindari Nick agar tidak terjerumus ke dalam perasaan ilegal ini.

Demi Tuhan, dia itu pria normal. Ibunya akan pingsan jika beliau tahu dia menyukai sesama jenis meskipun dia cukup yakin dia menyukai perempuan.

Declan masih memikirkan hal ini meskipun dia sudah berada di ruang rapat perusahaannya. Ia mendengar berbagai laporan seperti proyek kerjasama dengan perusahaan di Inggris mulai menunjukkan keuntungan atau cabang perusahaan di kota lain mulai melemah.

Telinganya mendengarkan kemajuan dan saran mereka, tetapi otaknya tidak dapat berkonsentrasi pada pertemuan ini.

Dia bahkan tidak merespon ketika salah satu dari mereka meminta pendapatnya tentang peningkatan saham di perusahaan A yang lebih berhasil daripada perusahaan B.

Declan melirik direksi, yang kini menatapnya dengan heran dan menegakkan tubuhnya sambil berpura-pura merapikan lengan kemejanya yang kusut.

"Kirimkan surat pengajuan itu padaku, dan aku akan melihat apakah itu akan membawa manfaat bagi kita. Mari kita selesaikan rapat ini."

Para direktur saling melirik dengan kebingungan terhadap atasan mereka. Tidak biasanya Declan Black mengakhiri pertemuan tanpa kesimpulan yang pasti. Yang lebih tidak biasa lagi, pria itu melamun di tengah rapat dan tidak mengkritik kinerja masing-masing divisi.

Mereka merasa bingung pada saat yang sama, merasa sangat lega. Untuk hari ini, telinga mereka diselamatkan dari kritik keras sang CEO, dan mereka diizinkan untuk meninggalkan ruangan ini lebih cepat.

Declan tidak peduli dengan tatapan para manajernya dan segera bangkit dan meninggalkan ruangan. Setelah menyerahkan sisa pekerjaannya kepada asistennya yang setia, Declan menghubungi kedua temannya.

Tepat pukul empat sore, Declan sudah menghabiskan tiga gelas margarita saat kedua temannya datang ke bar favoritnya.

"Hei, Deck. Sungguh tidak biasa kau minum pada hari kerja. Kupikir kau tidak suka mabuk pada waktu kerja?"

Tanpa menjawab pertanyaan sahabat berambut platinum itu, Declan berdiri dan memeluk pemuda itu membuat Axelard terpana.

"Uhm… apa yang kamu lakukan?"

Declan melepaskan pelukannya dan menoleh ke seorang wanita berambut madu dengan mata hijau yang indah dan memeluk wanita itu dengan erat.

Wanita yang dipeluknya tertawa kecil dan membalas pelukan Declan dengan tangan terbuka.

"Sudah kuduga. Aku lebih suka memeluk seorang gadis daripada pria."

"Apakah kau ingin menantangku?" Harry McKenzie menggerutu, merasa sedang dijadikan obat nyamuk. "Kapan kalian akan saling berpelukan seperti itu?"

"Bagaimana caranya? Dia bahkan tidak membiarkanku pergi." wanita itu mencoba mendorong Declan untuk melepaskan diri, tetapi Declan menolak melonggarkan pelukannya.

Declan menggelengkan kepalanya sambil mengencangkan pelukannya. "Biarkan aku memelukmu seperti ini sebentar."

"Ugh! Carilah kamar." geram Harry seolah dia adalah anak kecil yang sedang merajuk karena merasa dibuang. Harry berjalan menuju bartender dan bertanya dengan santai. "Berapa banyak yang dia minum?"

Bartender itu menunjukkan tiga digit jarinya, membuat Axelard memutar matanya.

"Louisa, dia mabuk."

"Aku tidak mabuk." bantah Declan.

"Sepertinya memang iya." terkikik Louisa menyetujui komentar Harry.

Next chapter