webnovel

Berubah?

"Rasanya ada yang beda sama elo sekarang deh Mi!" kata Sisi suatu hari.

"Beda gimana maksudnya?".

" Apa ya? Gue juga ngga bisa bilang dimana bedanya, tapi gue merasa lo sekarang agak beda."

"Ih gimana sih lo, bilang beda tapi ngga tahu bedanya dimana."

Sisi tak menanggapi perkataan Mimi, dia malah sibuk memperhatikan sahabatnya itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Hei, lo kenapa sih? Kok sampai gitu banget ngeliatin guenya?".

" Ya gue lagi nyari jawaban itu. Apa yang bikin lo beda."

"Terus dapat jawabannya? Gue makin cakep ya? Itu kan bedanya?" kata Mimi sambil memainkan alisnya menggoda Sisi.

"Ish kepedean lo!" kata Sisi sambil menepuk bahu Mimi dengan buku, lalu pergi meninggalkan Mimi.

Sementara Mimi hanya tertawa geli melihat sikap Sisi. Tak lama diapun beranjak menyusul sahabatnya itu.

Kini mereka sudah duduk di kantin menunggu pesanan makanan mereka datang. Sisi sibuk dengan ponselnya sementara Mimi sedang menulis sesuatu di buku catatannya.

"Duduk berdua, tapi kok diam-diaman?" sebuah suara mengalihkan mereka dari kesibukan masing-masing. "Aku boleh gabung ya?" tanya pemilik suara itu, yang ternyata Alan.

Melihat siapa yang menyapa, Sisi seperti kehilangan suaranya. Dia menatap takjub sosok dihadapannya.

"Ooh silahkan Lan!" kata Mimi menjawab pertanyaan Alan sekaligus memecahkan kecanggungan.

Alan duduk mengambil tempat di hadapan Mimi. Sementara Sisi masih belum mengeluarkan suara sama sekali. Tampaknya dia benar-benar kaget tiba-tiba Alan duduk bersama mereka. Sementara sumber kebisuan Sisi tampak biasa saja.

"Sisi, are you okay?" bisik Mimi ditelinga Sisi.

Seketika Sisi tersadar, lalu cepat-cepat menguasai dirinya.

"Tumben mau nongkrong disini Lan?" kata Sisi akhirnya, setelah kesadarannya benar-benar pulih.

"Iya, lapar soalnya," kata Alan sekenanya.

"Dikirain kamu robot yang ngga pernah makan. Sepanjang aku kenal kamu, aku cuma pernah lihat kamu minum, tapi ngga pernah lihat kamu makan," kata Sisi lagi.

Alan tertawa mendengar jawaban Sisi, "Aku memang jarang makan disini. Kalaupun beli makan disini biasanya dibungkus, lalu aku makan di tempat lain."

"Nah sekarang kenapa kamu tiba-tiba nongkrong disini?".

" Lagi bosen aja, tiba-tiba lihat kalian, ya kepikiran untuk gabung aja. Boleh kan?".

"Oooh, dipikir kamu kangen sama aku," kata Sisi dengan senyum jahilnya.

Alan hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Kalian cuma berdua?".

" Bertiga! Kan kamu juga disini,' koreksi Sisi.

"Iya, maksud aku sebelum aku gabung."

"Iya, baru berdua, paling ngga lama lagi mahluk-mahluk itu juga nongol gangguin kita."

"Mahluk-mahluk?" tanya Alan bingung.

"Maksudnya Edo, Tama dan Irfan," jelas Mimi.

"Ooooh... " kata Alan.

"Nah kan panjang umur, tuh mereka datang," kata Sisi.

Tampak orang-orang yang mereka maksud tengah berjalan ke arah mereka.

"Lho ada elo Lan?" tanya Edo, saat mereka tiba di dekat mereka.

"Iya, bolehkan sekali-kali gabung?" tanya Alan.

"No problem Bro! Malah makin rame." kata Edo lagi.

"Kalian udah pada pesan makanan?" tanya Irfan.

"Udah," jawab Mimi, Sisi dan Alan serempak.

Tama duduk di samping Alan, kemudian menatap sepupunya itu. Sepertinya dia tahu kenapa tiba-tiba sepupunya itu bergabung dengan mereka. Namun dia berusaha tak mengambil pusing.

"Pulang aku nebeng kamu ya Tam!" kata Alan. Kebetulan aku ada janji mau ketemu Rani."

Tama mengangguk sebagai jawaban.

"Kalian saling kenal? Gue pikir Tama ngga punya teman lain kecuali kita," kelakar Irfan.

"Mereka sepupu," jawab Mimi. Yang diikuti anggukan Tama dan Alan.

"Hah? Sepupu? Kok lo ngga pernah cerita? Eh, tapi bukannya sepupu lo itu katanya namanya Pram?" kata Edo bingung.

"Pram itu aku, Pramudya Alano lengkapnya," jelas Alan.

"Ooo, Pram itu elo? Kok Tama bisa ngga tahu?" tanya Edo lagi.

"Ya karena aku emang ngga pernah tahu kalau di kampus dia pakai nama tengahnya," jawab Tama.

"Mimi sekarang tambah feminin ya? Kayaknya sekarang sering pakai rok terus. Tambah cakep deh jadinya!" gombal Irfan sekaligus mengalihkan pembicaraan mereka.

"NAH ITU DIA JAWABANNYA!!" tiba-tiba Sisi berteriak dan mengangetkan yang lain.

"Apa sih lo Si? Sampai teriak-teriak gitu?" kata Edo sambil mengelus dadanya.

"Feminin, itu maksud gue tadi Mi! Tadi gue ngga kepikiran itu," kata Sisi.

Semua menatap Sisi dengan bingung, karena tak mengerti arah pembicaraan Sisi.

"Gini lho, tadi gue bilang sama Mimi, kalau rasanya sekarang ada yang beda sama dia. Tapi gue sendiri ngga terlalu ngeh apa yang bikin beda. Pas tadi Irfan bilang feminin, baru gue inget deh!" kata Sisi menjelaskan.

"Ngga ada yang salah kan? Gue perempuan pakai rok ya wajar. Kalau kalian yang laki-laki pakai rok baru aneh!" jawab Mimi santai.

Tama dan Alan saling lirik, mereka tak berkomentar soal perubahan Mimi. Tapi dalam hati mereka sedikit paham, apa yang membuat Mimi berubah.

"Ngga salah kok, bagus malah. Gue jadi makin susah move on jadinya," kata Irfan sambil mengedipkan matanya.

"Dasar, centil lo!" kata Sisi sambil melempar tissue ke arah Irfan.

---

Mimi bukannya tak menyadari perubahan dirinya, bahkan dia sangat sadar, karena dia memang yang memiliki inisiatif untuk berubah. Belakangan ini dia sering mengikuti kajian-kajian bersama Rani. Sedikit banyak hatinya mulai terketuk untuk berubah kearah yang lebih baik. Tapi semua berproses, tak mau terburu-buru. Dia berharap pada saatnya nanti, hatinya akan semakin mantap untuk melakukan suatu keputusan besar.

"Bun, kalau aku pakai jilbab gimana?" tanya Mimi saat sedang duduk bersama Bunda di depan televisi.

"Serius kamu mau pakai jilbab Mi?" Bunda malah balik bertanya.

"Belum Bun, aku kan baru nanya dulu," kata Mimi.

"Ya kalau benar kan Alhamdulillah Mi. Ayah dan Bunda pasti akan bahagia sekali."

Mimi tersenyum kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu Bunda.

"Do'akan aku ya Bun! Supaya hatiku mantap," kata Mimi yang dijawab dengan usapan sayang Bunda di kepalanya.

Malamnya saat Mimi tengah asyik membaca buku novel yang dibelinya beberapa waktu lalu. Terdengar suara notifikasi pesan masuk dari ponselnya.

PR : Hai Mimi, aku semakin senang melihat perubahan kamu belakangan ini. Membuat aku semakin yakin tentang pilihan hatiku. Semoga kita sama-sama bisa jadi lebih baik kedepannya. Aku tak tahu apa keinginanmu kedepannya. Tapi aku tahu apa keinginanku. Aku ingin, kamu jadi bagian di masa depanku nanti.

Mimi tak menjawab pesan itu. Terbayang wajah Alan yang diduganya sebagai si pengirim pesan.

"Seandainya dia adalah lelaki kabutku, maka aku mohon, hadirkan rasa cinta dihatiku disaat dia menjemputku nanti," kata Mimi dalam hati.

Malam semakin larut, Mimi menutup buku bacaannya dan beranjak tidur. Ada doa dan harapan yang teruntai malam itu. Semoga dirinya bangun dalam keadaan lebih baik esok harinya.

Malam itu, Mimi kembali bermimpi tentang dia lelaki kabutnya...

Next chapter