webnovel

18 Aku Ingin Menyentuh Dirimu!

"Ayo Viona, kita pergi dari sini." Kata Randika sambil tersenyum.

Viona, yang masih bingung dengan apa yang telah terjadi, mengangguk dan mengikuti Randika. Namun pada saat ini, seorang polisi mendekatinya dan sepasang mata cantik menatap Randika tanpa berkata apa-apa.

Setelah beberapa saat dia mengatakan, "Kau! Kau ikut denganku!" Kata Deviana sambil meraih tangan Randika.

"Randika…" Viona terlihat takut kalau Randika akan dibawa pergi.

"Tidak apa-apa, tunggulah aku di sini." Kata Randika untuk menghibur Viona.

Mengikuti Deviana, mereka berdua sudah berada di bagian samping restoran tanpa ada siapa-siapa selain mereka berdua. Randika pun berkata sambil tersenyum. "Ada apa? Apa kau ingin memujiku karena aku berhasil menyelamatkannya tepat waktu? Ataukah aku mendapatkan medali dan kau ingin menyerahkannya? Asal kau tahu saja, aku selalu menolong orang tanpa pamrih. Itu gayaku dan aku berusaha menjadi pria jentelmen."

Deviana mengerutkan dahinya, "Kau pikir ini hanya lelucon? Siapa sebenarnya dirimu?"

Randika sedikit kaget mendengar pertanyaannya. "Siapa aku? Tentu saja aku adalah aku. Siapa lagi memangnya?"

Deviana menatap Randika lekat-lekat. "Jangan kira kau bisa menipuku. Asalkan kau tahu saja, jika tadi tidak berjalan seperti sekarang ini, kau mungkin sudah mendapatkan ganjarannya."

Randika menghela napas, "Ganjaran? Maksudmu hukuman? Aku hanya melihat seseorang telah menyelamatkan perempuan itu dari todongan pisau pelaku. Bukankah harusnya orang tersebut mendapatkan pujian ataupun medali?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan." Nada suara Deviana sedikit meninggi. "Sepertinya kau percaya diri bahwa kau bisa melumpuhkan pelaku?"

"Oh tidak kok." Kata Randika sambil menggelengkan kepalanya. "Kalau aku tidak bisa melakukan hal sekecil itu, mungkin lebih baik memesan tanah dan mengubur diriku sendiri."

Penyanderaan dengan sebuah pisau menyusahkan Ares sang Dewa Perang? Dia pernah membantai 1000 orang suruhan mafia italia seorang diri. Kalau dia tidak bisa menyelesaikan masalah sepele ini, dia tidak pantas menyandang nama besarnya seperti sekarang. Jangan remehkan orang yang berada di daftar 12 Dewa Olimpus.

"Itu maksudku." Kata Deviana dengan suara dingin. "Orang sekalibermu sudah dapat dibandingkan dengan satuan khusus. Sebagai penegak hukum di kota ini, aku berhak memeriksa identitasmu."

Dibandingkan dengan satuan khusus kota ini membuat Randika sedikit kecewa. Ketika Arwah Garuda mendatangiku pun mereka memakai bahasa sopan padaku. Dan sekarang dirinya dibandingkan dengan satuan khusus kota ini?

"Apa maksudmu?" Randika berusaha terlihat bingung. "Ada apa dengan identitasku?"

Kemudian suara yang dipenuhi ejekan keluar dari mulut Randika, "Ataukah kamu sedang memakai wewenangmu sebagai pihak hukum agar dapat mengenalku dan menjadi dekat denganku? Kau juga mengincar kesucianku? Aku tahu bahwa aku tampan tetapi bisa-bisanya kau berbuat sejauh ini?"

Deviana kembali mengerutkan dahinya. Pria ini benar-benar tidak tahu diri.

Randika menatap polisi wanita ini dengan ekspresi datar. "Jika kau ingin pria kuat untuk memenuhi harimu maka aku tidak akan melawan. Baiklah jika kau ingin memilikiku, kita lakukan di sini sekarang juga. Aku harap dengan ini kau puas dan tidak mencari-cariku lagi. Dan kalau bisa jangan berbuat seperti ini lagi, biarkan aku menjadi yang terakhir."

Setelah mengatakan itu Randika melepas bajunya, dia pun juga terlihat menutup matanya.

Apabila orang-orang melihat situasi mereka berdua yang ada di pojokan restoran ini, entah cerita apa yang akan menyebar. Randika benar-benar pandai menyudutkan orang.

Deviana menggelengkan kepalanya. Dia tidak tahu apa yang ada di kepala pria ini. Dia lalu memutuskan untuk meninggalkan Randika dan mengurungkan niatnya untuk menanya-nanyainya. "Pakai dulu bajumu!"

"Apa? Baiklah." Randika pura-pura kaget dan kembali mengenakan pakaiannya.

Deviana lalu berkata dengan nada dingin, "Jangan mengalihkan pembicaraan lagi. Aku hanya akan bertanya satu pertanyaan lalu kita selesai. Jika kau tidak mengerti situasimu sekarang maka kau akan kuanggap sebagai orang berbahaya."

"Orang berbahaya?" Randika mengerutkan alisnya dan mengatakan. "Permisi ibu, apakah aku melakukan hal buruk? Apakah aku merampok bank atau menjarah toko perhiasan? Ataukah aku ditangkap karena telah melecehkan perempuan? Bahkan jika kau polisi, kau harus memiliki bukti sebelum berbicara yang tidak-tidak. Jangan mengintimidasiku, aku adalah warga negara yang taat akan hukum."

Deviana menjadi murka ketika mendengarnya. Dia telah menjadi polisi beberapa lama dan tidak pernah bertemu dengan orang semacam Randika. Selama ini, orang-orang selalu bekerja sama dengannya ketika dia bertanya tetapi hari ini Randika malah menyerang balik dirinya.

"Kemampuanmu itu sudah melebihi orang biasa. Hal ini bisa membahayakan dan menimbulkan keresahan masyarakat. Jadi aku hanya ingin kau bekerja sama denganku dan ikut denganku kembali ke kantor."

"Kau juga sepertinya tidak mengerti situasimu sendiri." Kata Randika sambil menggelengkan kepalanya. "Kau tidak bisa mengatakan bahwa setiap orang yang tidak secara sengaja melempar garpunya adalah orang jahat. Bukankah kalau begitu setiap orang yang ada di restoran ini juga tersangka? Kau hanya berasumsi saja. Sebagai satuan penegak hukum, apabila kau menuduh seseorang bukankah itu perlu bukti? Jika kau asal menuduh tanpa adanya sebuah bukti, bukankah itu sudah menjadi kasus pencemaran nama baik?"

Deviana merasa bahwa kesalahan dia berbicara dengan pria ini. Kemampuan pria ini dalam memutar balikkan kata benar-benar sangat hebat dan dirinya bukan saingannya.

Jika kau tidak punya apa-apa, jangan kau ganggu aku!

Deviana kemudian menatap kembali Randika, "Jadi kau tidak akan bekerja sama denganku?"

"Aku akan menuruti kata-katamu. Bukankah kau ingin aku kooperatif?" Kata Randika dengan senyum nakalnya.

"Kau!" Deviana sudah merasa dirinya di ambang batas kemarahannya.

"Kalau begitu, tolong ikut aku ke kantor jika kamu ingin membantuku." Kata Deviana dengan suara dingin. Dia juga meraih borgolnya.

"Tidak! Apa yang akan kau lakukan…" Randika pura-pura merasa takut. "Aku lebih baik mati daripada ikut denganmu."

"Keputusan itu bukan ada di tanganmu." Setelah berkata demikian, Deviana segera berlari ke arah Randika. Dia sudah bertekad untuk membawa Randika kembali dengannya.

Tangan kanannya menahan tangan Randika, tangan kirinya menggenggam borgol berusaha memakaikannya ke Randika. Sedangkan Randika hanya berdiri diam ketika Deviana berlari ke arahnya.

Ketika tangannya hendak terborgol, dia menarik tangannya dan menahan tangan Deviana. Deviana pun bereaksi tepat waktu dan berhasil menghindar. Namun di saat dia mengelak, Randika masih sempat menggenggam tangannya. Deviana tidak menyangka bahwa orang ini sangat cepat. Randika lalu menarik tangan Deviana dan menahan erat tangannya.

Randika merasa bahwa tangan ini sangat halus dan lentur.

Randika merasakan kelembutan kulit Deviana sambil terus beraksi. Dia lalu meraih borgol yang digenggam Deviana dan memakaikannya padanya.

"Dasar bajingan!"

Deviana benar-benar terkejut. Dia tidak menyangka bahwa dia akan tertangkap. Dia lalu menendang Randika di perutnya dengan lututnya.

"Hahaha! Ternyata kau hebat juga." Randika mengelak dan memuji Deviana yang masih sempat berpikir untuk melawan dirinya.

Serangan lutut itu hanya mengenai udara kosong. Di saat itu juga, Randika sudah berada di belakang Deviana. Dia lalu mengangkat tinggi tangannya lalu hendak meraih tangan Deviana satunya. Dia hendak memborgol kedua tangan wanita cantik ini.

Deviana mengerti bahwa gerakan pria yang membelakanginya ini sangat krusial. Ketika dia ingin berputar badan, dia merasakan bahwa pihak lain telah menahan dirinya dan dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa.

Hanya dengan begitu saja, Randika berhasil memborgol kedua tangan Deviana di balik punggungnya.

Setelah memastikan bahwa Deviana sudah benar-benar tidak bisa melawan, Randika berjalan ke depannya dan menatapnya sambil tersenyum. "Bagaimana rasanya? Apakah ini pertama kalinya kau berperan menjadi penjahat?"

"Dasar bajingan, lepaskan aku!" Tatapan mata Deviana sangat berapi-api.

"Kalau aku tidak mau bagaimana?" Randika tersenyum ketika melihat polisi yang tidak berdaya ini.

Karena tangannya di borgol di belakang punggungnya, dada milik Deviana dalam keadaan membusung dan terlihat membesar.

Wah ternyata perempuan berdada besar kembali muncul di hadapannya. Randika bingung siapa yang terbesar di antara mereka bertiga.

Randika kemudian mendekat dan memeriksa siapakah yang terbesar di antara Inggrid, Viona dan polisi satu ini. Karena dia belum pernah memegang semua gunung besar itu, dia tidak bisa memutuskan siapa pemenangnya.

Melihat bahwa Randika sedang memperhatikan badannya secara dekat, Deviana merasa bahwa dia telah dilecehkan. "Dasar pria bajingan! Lepaskan borgol ini dan aku menghajar otak mesummu itu!"

Randika kemudian menghampiri telinga Deviana, di saat seperti ini pun perempuan ini masih meronta-ronta. "Apakah kau berpikir aku akan menurutimu? Apakah kau pikir aku bodoh?"

Sambil berkata demikian, Randika membelai pipi Deviana. Karena di belakangnya adalah tembok, Deviana tidak bisa pergi ke mana-mana.

"Aku tidak menyangka bahwa polisi sepertimu sangat memperhatikan penampilanmu hmmm Deviana?" Randika menikmati momen ini, momen di mana dia bisa menggoda seorang wanita cantik. Ketika Randika sedang asyik membelai pipinya, Deviana hendak menggigit tangan tersebut!

Tetapi pada saat itu terjadi, Randika berhasil mengelaknya.

"Kukira kau angsa putih yang cantik, siapa mengira bahwa kau ternyata seekor anjing." Kata Randika. Saat ini tatapan mata Deviana sangatlah dingin dan dia tidak menahan dirinya untuk tidak mencabik-cabik Randika hidup-hidup. Selain ayahnya yang dulu suka mengelus rambutnya, tidak ada yang pernah menyentuh dirinya!

"Baiklah, baiklah tidak akan kuulangi lagi." Randika terlihat sedang tersenyum nakal. "Aku tidak akan menyentuhmu lagi."

Setelah berkata seperti itu, Deviana terlihat sedikit tenang. Tiba-tiba Randika malah mencubit pelan pipinya.

"Wah empuk sekali! Aku suka!" Kata Randika sambil tersenyum dan Deviana merasa dirinya telah lengah. Bisa-bisanya pria ini melakukan hal itu lagi.

Di saat itu juga, Deviana terlihat berusaha menanduk Randika. Randika segera menahan tubuh perempuan ini dan menahannya di tembok.

"Pria macam apa kau!" Kata Deviana dengan tatapan mata yang berapi-api. Dia menatap mata Randika yang sedang ada di hadapannya ini. Dia tidak bisa bergerak. Dia masih berpikiran untuk melawan kembali dengan menendang pria ini.

Kali ini, Randika sudah tidak mau repot-repot dan membebaskan Deviana.

"Sentuh aku sekali lagi maka kau akan menerima akibatnya!" Deviana yang sudah bebas sedikit merasa lega bahwa dia sudah tidak terborgol.

Randika di lain sisi masih tersenyum, "Aku aslinya tidak puas hanya menyentuh mukamu saja, aku ingin….."

��Ha? Kau mau menyentuh apa lagi?" Deviana merasa bahwa dirinya belum boleh merasa lega dan mengambil langkah mundur.

"Aku ingin sekali meremas bokongmu." Randika segera menghilang bagai asap dan sudah berada di bagian belakang Deviana sambil memegangi pinggangnya.

"Dasar pria mesum! Kau harus mati!" Deviana yang kaget melihat sosok Randika yang menghilang, segera merasakan tangan Randika yang ada di pinggangnya.

Karena Randika memegang pinggangnya dengan kuat, Deviana tidak bisa berputar. Randika mengambil kesempatan ini untuk menghirup udara di sekitar leher Deviana. "Hmmm.. harum sekali kamu!"

"Dasar bajingan! Mesum!" Dia merasa bahwa Randika adalah pria terberengsek yang pernah dia temui.

"Karena aku mesum, tidak ada salahnya aku memegangnya sekarang. Lagipula aku juga tidak ingin mati dengan perasaan menyesal." Kali ini Randika memegangi bokongnya. Dia meremas pantat itu dengan sekuat tenaga.

"Kau!" Deviana benar-benar tidak habis pikir. "Aku akan memastikan kamu mendapatkan ganjarannya!"

"Oh? Apakah kau yakin bisa?" Randika kembali tersenyum nakal. Kali ini matanya terfokus pada dada milik Deviana.

"Kau… Apa yang akan kau lakukan?" Deviana menoleh ke belakang dan melihat senyum lebar milik Randika.

"Tidak apa-apa. Aku hanya takut sebelum hukuman itu tiba, aku masih tidak ingin mati dengan penuh penyesalan." Kata Randika sambil menyentuh pelan dada milik Deviana.

Deviana ingin melawan orang ini tetapi dia bahkan tidak bisa membalikkan badannya. Apabila dia masih berusaha melawan dan berkata aneh-aneh, dia merasa bahwa kali ini target pria ini adalah dadanya.

"Hmmm? Apakah kau sudah tenang?" Kata Randika ketika melihat bahwa perempuan ini sudah pasrah dengan keadaannya.

"Baiklah kalau begitu, kita akhiri di sini saja. Sampai bertemu nanti." Randika tidak suka dengan wanita yang tidak memiliki reaksi sama sekali. Oleh karena itu dia tidak ragu untuk meninggalkannya.

"Tidak ada kata lagi, ingat itu baik-baik!" Deviana benar-benar marah. Dia lalu menggertakan giginya ketika melihat sosok Randika yang semakin menghilang.

Next chapter