webnovel

Batu Petuah dan Awal Pertemuan

Langit keunguan berhiaskan sinar bintang-bintang. Sosok dua bulan tegas berpendar terang. Dibawah kebesaran angkasa, tumbuh-tumbuhan, makhluk-makhluk yang tidak lepas dari daratan, dengan khusyuk menjalani kehidupannya.

Ini adalah malam istimewa. Terutama bagi orang-orang di Aklesia, kerajaan terbesar milik manusia.

Karena pada hari ini cahaya dari dua bulan bersatu, menaungi sebuah batu keramat. Batu yang memiliki nubuat mengenai masa depan, yang menentukan takdir alam semesta.

Bongkahan besar setinggi tiga puluh kaki, luasnya setara sepuluh orang dewasa dengan tangan terbentang. Permukaannya sehalus berlian yang diasah dengan teknik terbaik. Ukiran-ukiran misterius, memantulkan cahaya bulan dengan cara yang aneh. Membentuk sebuah tulisan yang kini dapat dipahami. Sebuah catatan yang sudah dinanti-nantikan.

Lelaki paruh baya berpakaian putih, jubahnya tampak seperti kain yang tergantung pada tiang kecil, dengan beberapa atribut keagamaan, berdiri tepat di depan batu tersebut. Ia adalah rahib yang menjaga ajaran kepercayaan setempat. Penyembah ramalan para bintang.

Gemetar menahan rasa takjub, membaca bait demi bait. Sampai akhirnya ia menyelesaikan tugasnya, membaca aksara kuno yang hanya keluar pada hari ini saja. Pria itu membalik badan. Menghadap kearah ribuan penduduk yang berkumpul, menarik nafas panjang melalui mulut keriputnya, sementara orang-orang bersiap mendengarkan apa yang akan dia katakan, sang rahib mulai melantunkan isi dari nubuat suci.

"Sang Bintang. Pemilik cahaya agung. Dengan kasihnya, turun ke dunia."

"Ia akan menegaskan yang salah dan benar. Mendirikan tonggak kekuasaan. Bagi yang berada dalam rangkulannya akan selamat. Siapapun yang tidak maka binasa.

"Kegelapan muncul pada bayang-bayang Sang Bintang. Bintang Kegelapan. Melawan Sang Bintang-"

Mulutnya terkatup tanpa melanjutkan. Satu-demi satu keringat bercucuran. Canggung, matanya melirik ke pria berambut biru di sebelahnya, yang terlihat seperti orang penting bahkan melebihi sang rahib.

Pria itu mengangguk sembari menutup mata. Menyerahkan sisanya pada sang rahib, yang juga membalas anggukannya dengan yakin.

"Kegelapan. Adalah Sang Bintang Malam. Sementara Sang Bintang, kita mengenalnya sebagai sang Fajar.

"Sang Bintang Malam akan membawa mala petaka kepada kita. Ia akan mendirikan tonggak kekuasaannya sendiri, lalu menyapu habis setiap makhluk.

"Karena itu, Aklesia, akan berusaha menemukannya lebih dahulu. Sebelum ia sempat bergerak, kita akan menghabisinya.

"Era perang dimulai.

"Perang para Bintang."

...

...

...

Sementara itu,

Beberapa mil dari kerajaan Aklesia. Ardyan Lie membuka matanya sambil mengerutkan alis karena sakit kepala. Mungkin penyebabnya adalah karena kepalanya terbentur sesuatu atau tidur terlalu lama. Lie mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum dia terbangun di tempat ini. Usahanya berakhir sia-sia

"Aku masih bisa mengingat namaku atau akal sehat yang dimiliki manusia pada umumnya. Tapi kenapa aku tidak bisa mengingat informasi lain selain itu? Kerusakan memori sebagian?" Dia bergumam pada dirinya sendiri.

"Tapi itu tidak terlalu penting sekarang. Masalahnya adalah ... di mana ini?! Dan mengapa aku berbicara sendirian seperti karakter protagonis dalam novel murahan?!"

Dia berdiri dan kemudian menggelengkan kepalanya. Sekali lagi, dia menatap pemandangan luar biasa di depannya. Langit sangat biru seperti lautan. Bahkan di antara kecerahan matahari, beberapa cahaya bintang bisa terlihat dengan jelas. Dataran di depannya berupa lautan rumput dengan beberapa bukit menjulang di kejauhan.

"Apakah ini surga? Syukurlah. Meski aku tidak terlalu religius banget, tapi siapapun, entah Buddha atau Yesus, terima kasih sudah menerimaku di sini."

Lie merasakan sesuatu mendekat. Dia fokus pada indra pendengarannya untuk mendeteksi gerakan dari dalam rerumputan. Tubuhnya reflek memasang posisi bertarung, siap bertempur atau melarikan diri jika itu adalah binatang buas atau makhluk yang tidak terduga.

Seorang pemuda menampakkan diri karena kamuflasenya telah ketahuan. Orang itu memiliki rambut abu-abu berponi lurus di dahinya.

Dia mengenakan pakaian lengan panjang dengan pelindung di dada, celana panjang hingga mata kaki yang dibungkus oleh sepatu bot. Hal yang menjadi perhatian Lie adalah, pemuda itu memegang busur dengan anak panah mengarah padanya.

"Erckh Nadan krouch Inan?" Pemuda itu berkata dalam bahasa yang tidak bisa dia mengerti.

Lie mengangkat tangannya untuk menunjukkan bahwa dia menyerah. Setelah terdiam beberapa detik, Lie berinisiatif membuka obrolan, "Er ... kamu bisa bahasa manusia?"

Tentu saja Lie tahu ini bukan bumi tempat dia tinggal. Ucapannya hanya lah spontanitas karena kesunyian yang canggung diantara mereka. Lie cukup mengerti bahwa mereka tidak akan pernah bisa melakukan komunikasi kecuali dia belajar bagaimana berbicara dalam bahasa pria itu.

"Ya, aku bisa," jawab pemuda kuda poni lurus itu..

"OMG," jawab LIe, "ternyata tempat ini masih di bumi!" Lanjutnya.

"Bumi? Apa kau bercanda? Kita ada di Terra, tanah Aklesia!"

"Apa..."

Kata-kata pemuda itu membuat Lie semakin bingung. Tapi pertama-tama, Lie berpikir untuk melakukan sesuatu terhadap senjata yang mengarah kepadanya.

Berusaha memberikan kesan ramah, Lie terus berbicara, "ah, maaf. Aku baru saja bangun di tempat ini tanpa ingatan. Aku tidak tahu apa-apa dan tolong ... ehehe, itu senjata yang berbahaya. Jangan tunjukkan itu padaku," kata Lie dengan bahasa halus dan nada rendah.

Dalam sekejap, Lie menurunkan pinggangnya dan kemudian membenturkan bahunya ke pinggang pemuda itu. Pada saat yang sama, dia mengangkat kaki pria itu dengan kedua lengannya sambil menambahkan tekanan menggunakan bahunya.

Keduanya jatuh ke tanah, tetapi Lie sudah memastikan bahwa dia akan mendapatkan posisi superior - posisi di atas. Dengan segera ia menduduki dada pemuda itu

"Maafkan aku, tapi aku tidak mau menyerah tanpa bertarung," dia mengejek pemanah muda itu.

Setelah itu, dia berbicara dengan sombong dengan wajah menyeringai, "dunia ini seperti yang diceritakan Novel isekai Jepang dan rata-rata mereka jarang menambahkan detail beladiri pada World Building-nya! Kuberi tahu ya, teknik yang barusan kugunakan adalah bagian dari Brazilian Jiujitsu! "