webnovel

Sebuah Tugas Part2

Arya tetap mengikuti langkah Irma yang membawanya ke lantai lima. "Tentunya sudah banyak yang berubah, kau yang tidak terlalu memperhatikan keadaan sekitarmu." Ucap Irma masih dengan senyuman.

Lift terhenti di lantai 2, dan dua orang dengan kaos loreng masuk dengan terburu-buru. dua orang tersebut langsung menatap Irma, dan seketika mereka langsung memberikan hormat. "Siang Bu." Ucap mereka serentak, Irma sedikit memberikan senyuman, dan membalas hormat mereka.

"Kalian habis latihan ya? menembak?" Tanya Irma kembali. "Ya Bu, hari ini komandan banyak memberikan pelatihan kepada kami. Untuk persiapan." Ucap pria yang tubuhnya agak sedikit pendek dibandingkan dengan temannya.

Temannya yang tinggi memandang Arya dengan teliti dan tanpa berkedip. Terlihat sekali ia sangat berpikir, "Ahhhh.... anda komandan Arya dari Pasukan Elite 10 bukan." Tebak pria itu menyengir lebar.

"Ahh.. aku bukanlah komandan lagi." Ucap Arya tidak nyaman, dan kaget pria itu bisa mengenal wajahnya. Padahal wajah Arya sudah cukup berantakan dengan bewoknya yang tebal, dan rambut ikalnya yang sudah kelewat gondrong.

"Ahh sayang sekali, saya salah satu penggemar anda. Saya sudah banyak mendengar cerita tentang anda." Pria itu masih berdecak kagum memandangi Arya. Arya memegang bahu pria tersebut dengan cukup keras, "Tidak semua cerita yang kau dengar itu benar nak."

Lift pun terhenti di lantai lima, Irma dan Arya pun langsung keluar dari lift. Walaupun Arya yakin masih bisa mendengar bisik-bisik mereka di dalam lift.

"Hei.. apa benar Arya yang itu?"

"Iya benar, dia satu-satunya orang yang berhasil menemukan bom yang hampir membunuh nyawa presiden kita."

"Lihat kan, kau masih setenar dulu." Ucap Irma masih terus mengarahkan Arya menuju suatu tempat. "Meraka masih muda, hanya mendengar yang bagus-bagus saja." Jawab Arya tidak merasa tersanjung.

Langkah kaki mereka pun terhenti di sebuah pintu cokelat, sudah lama sekali Arya tidak bertemu dengan mantan atasannya yang arogan. Terakhir kali mereka bertemu pun berujung dengan perkelahian, dan Arya mendapatkan dua jahitan di bibirnya, dan tiga jahitan di pelipis kirinya. Kejadian yang sudah cukup lama, tapi tiba-tiba Arya seperti kembali merasakan rasa sakitnya kembali.

"Selamat siang Arya, lama sekali tidak berjumpa." Ucap Pria dengan tubuh tegap dan besarnya, disertai dengan suara berat khasnya.

"Siang pak." Ucap Irma seraya memberikan hormat dengan sigap.

"Siang pak Jendral." Cibir Arya, dengan sapaan datarnya. Pria tersebut sedikit menyeringai, melihat Arya yang tampak masih mendendam kepadanya.

Pandangan Arya teralihkan dengan sosok pria bule yang duduk di depan Agung, rambut pirangnya seperti sebuah lampu yang menyinari ruang kerja yang tidak terlalu luas itu. Pria bule itu berdiri dengan tegap, Arya cukup kaget dengan seberapa tingginya pria tersebut.

Pria itu mengulurkan tangannya yang cukup panjang. Memberikan senyuman kepada Arya yang baru saja tiba. "Ahhh siapa lagi dia, dan ada apa ini. Firasatku sangat tidak nyaman." Ucap Arya dalam hatinya.

"Alexander Richard." Ucap Richard menyebut namanya sendiri, dan masih mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Arya. "Arya Dwi Guna." Jawab Arya sedikit mendongak menatap wajah Richard.

"Arya, ini Mr.Richard. Dia tidak bisa berbahasa Indonesia. Aku harap kau masih sejago dulu dengan kemampuan bahasa asingmu." Ucap Agung yang ikut berdiri.

"Senang berkenalan dengan anda Mr.Arya." Richard mulai melepas jabat tangannya. "Silahkan duduk semua, mari anggaplah rumah sendiri." Ucap Agung dan mereka semua kembali duduk.

"Jadi?? ada apa gerangan sebenarnya?" Arya menatap curiga ke arah Agung dan Richard.

"Mr. Agung, aku harap kita menggunakan bahasa yang sama. Agar tidak ada kesalah pahaman." Ucap Richard tampak tidak mengerti dengan perkataan Arya. Arya mendekatkan tubuhnya ke arah Richard.

"Anda siapa? dan apa tujuan anda?" Tanya Arya sinis, dam Richard langsung tertawa mendengar ucapan Arya. "Hahaha, aku suka dia." Richard mulai berkelakar, sedangkan Irma yang berdiri di samping Agung atasannya, serta merta memberikan tatapan sinis ke arah Richard.

"Aku dengar, kau menguasai lima bahasa asing. Seseorang dengan lulusan mahasiswa bahasa asing terbaik, IQ yang tinggi, selalu mendapatkan beasiswa. Tapi kau memutuskan untuk menjadi seorang tentara. Menarik sekali." Richard tampak memuji, tapi Arya merasa Richard sedang mempelajari dirinya.

"Arya, Mr. Richard adalah seorang wakil kepala SSU. Dia datang kesini, khusus untuk menemui kamu. Dan dia akan membantu kita dalam memecahkan kasus kematian Dokter Rachmat." Jelas Agung, mata Arya langsung semakin lebar ketika mendengar kata SSU.

"SSU? Apa maksud anda Pak?" Tanya Arya dengan datar, berusaha menjaga intonasi suaranya agar tidak terlihat terlalu tertarik dengan arah pembicaraan mereka.

"Tunggu Mr.Agung, cukup sampai disitu informasinya." Richard menggeser badannya, dan menatap dengan serius ke arah Arya.

"Jadi Mr.Arya, apa anda sudah mulai tertarik? Karena kalau anda sudah mendengar dan mengetahui walau itu hanya sedikit saja." Richard mendramatisir suaranya sendiri, "Anda tidak bisa mundur, sama sekali tidak bisa mundur. Atau nyawa anda yang menjadi taruhannya." Richard menyeringai lebar. Sedangkan Arya menatap tajam ke arah Richard

***

Matahari sudah berada tepat diatas mereka, bahkan tidak ada angin yang bertiup. Tempat itu benar-benar lebih kacau dari sebelum Tim X datang dan berhasil menangkap Tetia. Gaia memperhatikan puing-puing bebatuan, sesekali ia masuk ke dalam rumah yang kosong.

Tapi ia belum menemukan apapun, informasi yang ia dapatkan Tetia berada di dunia manusia, bahkan Gaia tak habis pikir untuk apa Tetia bekerja sama dengan manusia? Apa sebenarnya yang sedang ia lakukan? Bahkan ayahnya sendiri, tidak banyak memberikan informasi. Mulut ayahnya masih tertutup rapat, dan hanya memberikan perintah untuk membawa pulang Tetia.

"Huhhhh... disini panas sekali. Aku heran dengan para manusia. Kenapa mereka tampak tidak peduli dengan dunia mereka yang semakin panas." Eros terus menggerakkan tangannya. berharap ada banyak angin yang bisa menimpa tubuhnya yang sudah mulai berkeringat.

"Gaia, boleh kugunakan mantraku?" Eros melihat Gaia yang masih menatap gurun pasir yang sangat luas.

Gaia hanya memberikan tatapannya yang tajam ke arah Eros, yang langsung membuatnya terbungkam dan tidak berani lagi untuk melanjutkan keluhannya. "Gaia disini. aku menemukan sesuatu." Teriak Evander dari kejauhan.

Mereka berdua pun langsung mendekati Evander, yang tampak menunjuk sesuatu. "Apa ini? Jejak Tetia?" Tanya Gaia penasaran, ikut memandang arah yang ditunjuk oleh Evander. Evander menyentuh semacam lendir yang mengering dan bercampur dengan pasir.

"Dia merubah wujudnya, dan dia sedang terluka." Ucap Evander sambil mengendus pasir yang ia genggam.

"Apa dia benar-benar terluka?" Gaia mulai terlihat khawatir kemudian melirik ke arah Eros. "Eros, bisa kau lakukan sekarang. Waktu kita tidak banyak." Perintah Gaia, Eros pun langsung memberikan senyumannya yang lebar.

Next chapter