webnovel

Perjalanan Menuju Markas

Arya tampaknya sudah tidak berpikir dengan akal logikanya, ia sudah berada di dalam pesawat bersama Richard yang belum sehari dikenalnya. Irma pun ikut dengannya, tapi sikapnya lebih tenang dibandingkan Arya yang masih tampak gelisah di dalam pesawat.

Richard terlihat pulas, menikmati tidurnya. Harus Arya akui, ini kali keduanya ia menaiki pesawat pribadi. Pertama kalinya, mengingatkan kembali kenangan menaiki pesawat bersama sang presiden. Arya meniupkan udara di mulutnya, ingatan yang tidak ia inginkan mulai bermunculan dan membuatnya menjadi sesak.

"Apa sekarang kau jadi mabuk udara?" Sindir Irma yang duduk menghadapnya. Arya membetulkan posisi duduknya, mengalihkan pandangannya ke sisi jendela. Melihat pemandangan awan yang bergerumul dan bergerak mundur dengan perlahan.

Seorang pramugari cantik dengan rambutnya yang pendek berwarna merah, menghampiri dengan senyumnya yang menawan. Tangannya sibuk memegangi sebuah teko dengan cangkirnya. "Selamat Siang, saya harap anda semua menikmati perjalanan ini." Ucapnya seraya menuangkan air ke dalam cangkir. Dengan hati-hati, pramugari itu memberikan cangkir pertama kepada Irma dan setelahnya kepada Arya.

"Terimakasih." Ucap Irma sopan, sedangkan Arya memberikan senyuman sebagai balasannya. "Silahkan diminum, ini teh spesial yang tersedia di pesawat ini. Akan sangat nikmat jika anda meminumnya dalam keadaaan hangat." Ucap pramugari tersebut kemudian berlalu meninggalkan Arya dan Irma.

Untuk beberapa detik, Irma menatap Arya yang juga menatapnya tanpa berkata apa-apa. Irma pun berdeham dengan keras, dan mengambil cangkir tehnya. Arya yang sepertinya juga salah tingkah di depan Irma, ikut serta mengambil cangkir yang ada di depannya dan meminumnya dengan cepat. Sedangkan Irma meminumnya dengan perlahan.

Ternyata benar apa kata pramugari tersebut, rasa tehnya memang berbeda dan nikmat diminum pada saat hangat. Arya kembali meminumnya dan menghabiskan dengan cepat.

"Aku akan ke toilet sebentar." Ucap Irma yang sudah menghabiskan lebih dulu tehnya. Baru dua langkah Irma berjalan, tangan kanannya sudah terlihat memegang keningnya dengan erat. Sedangkan tangan kirinya berpegangan pada sandaran kursi.

"Irma kau tidak apa-apa?" Arya mendekatinya dan mulai khawatir, "Sial Tehnya." Ucap Irma pelan dan masih menahan sakit.

Hanya selang beberapa detik, Arya menjadi paham apa maksud dari Irma. Ia sendiri pun sudah merasakan kepalanya sudah mulai berat, rasa pusing dan muntah menjadi satu. Arya melihat Irma sudah ambruk dan pingsan.

"Irma? Irma..." Ucap Arya memcoba membangunkan Irma yang tidak bergerak sama sekali. "Aaacchhhh....." Arya mulai merasakan pusing yang amat sakit, pandangannya mulai berputar. Dia masih bisa melihat dengan jelas Richard yang sudah terbangun dari tidurnya.

Richard memberikan senyuman lebarnya, dan tampak tidak terlalu khawatir dengan kondisi mereka berdua. "Richard...??" Ucap Arya mencoba menghampiri Richard, tapi lagi-lagi langkahnya terhenti karena rasa sakitnya sudah mulai menyerangnya.

"Jangan ditahan Arya." Richard menunduk dan melihat wajah Arya yang sudah pucat. "Hhh.... Sudah mau sampai ya." Richard berdiri tegak, dan terlihat pramugari tadi menghampiri Richard, dan tersenyum memandang Arya.

"Sial... apa yang kau lakukan!!" Ucap Arya kesal dan mulai mengumpat kasar.

"Kau bantu urus yang perempuan dan aku yang pria." Richard tampak tidak peduli dengan Arya yang masih kesal. Arya pun sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya, kesadarannya pun perlahan menghilang dan ia pun pingsan.

Arya yang tidak sadarkan diri, tidak merasakan apa-apa. Matanya sangat berat untuk digerakkan, sesaat ia seperti merasa sedang terbang dan merasakan banyak angin yang sedang menimpa dirinya dengan kuat.

Richard mengambil seember air didekatnya, dengan cepat ia mengguyur Irma dan Arya yang masih terbaring.

Air itu cukup sukses membangunkan mereka berdua, Arya masih menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Sedangkan Irma berhasil untuk bangkit dan duduk, walau Irma sendiri pun masih memegangi dahinya.

Arya bisa merasakan sinar matahari menimpa tubuhnya, kali ini ia berhasil membuka matanya dengan lebar. Berkali-kali ia mengusap kedua matanya, bertanya pada dirinya apakah ia masih bermimpi. Baru benerapa saat yang lalu, ia berada di dalam pesawat. Sekarang dia sudah berada di atas sebuah kapal kecil.

Hamparan laut yang luas menjadi pemandangan didepannya. "Selamat datang, " Sapa Richard dengan senang, Richard sudah berpenampilan berbeda, ia sudah menggunakan pakaian selam lengkap dengan tabung yang sudah terpasang di punggungnya. Tidak lama ia melemparkan dua pakaian selam ke arah Arya dan Irma.

"Kenakan ini! Sebentar lagi kita akan tenggelam. Hahaha."

Arya dan Irma memandang Richard dengan aneh. "Dimana kita?" Tanya Arya sambil memandangi pakaian selamnya. "Apa yang kau lakukan kepada kami, dan siapa pramugari itu? Seharusnya aku tau kalau dia berbohong." Irma mulai kesal, bahkan ia menendang pakaian selamnya sendiri.

"Wo...wo... Tuan dan Nyonya harap tenang. Dan kamu.. " Richard menunjuk ke arah Irma, "Pramugari itu tidak bohong bukan, tehnya memang benar nikmat saat hangat bukan?" Richard kemudian berpaling dan memandang ke arah dalam kapal, terlihat seorang pria tua dengan kaos putih sedang mengamati hamparan laut yang luas. Pria itu tampak mengisap cerutu yang tidak ia bakar, dan tampak serius mengendalikan roda kemudi.

"Hei Fred, apa kita sudah mau sampai?" Tanya Richard. "Kau lihat awan gelap itu, seperti biasa aku tidak bisa mendekat. Kau dan teman-temanmu bersiaplah." Teriak Pria tua itu dengan santai.

Arya dan Irma memandang sebuah gumpalan awan hitam yang pekat dan bergulung-gulung bagaikan ombak. Ditambah dengan petir yang sering kali menyambar, membuat pemandangan yang seram.

"Cepat kalian kenakan, atau kau lebih suka bersama dengan Fred? Kebetulan SSU sedang membutuhkan orang untuk menggantikannya, dia benar-benar harus segera pensiun!" Teriak Richard, mengimbangi suara gemuruh petir.

"Sialan kau Richard!! Staminaku masih sama seperti dulu." Ucap Fred lebih kencang mendengar sindiran Richard.

Arya dan Irma pun dengan segera mengenakan pakaian selam mereka, pikiran mereka masih bingung dan masih belum menemukan jawaban apapun.

Suara gemuruh petir semakin sering terdengar, awan hitam mulai bergulung-gulung dan hujan mulai turun dengan deras. "Kalian, cepat kesini." Teriak Richard yang sudah berada diujung kapal.

Arya dan Irma dengan langkah cepat menghampiri Richard, yang sudah mengenakan selang dan kacamatanya. Wajah mereka masih tertimpa guyuran air hujan yang bertambah deras.

"CEPAT PAKAI !!waktu kita tidak banyak." Ucapnya seraya membantu Arya dan Irma memasangkan selang pernafasan ke mulut mereka.

Next chapter