(Kyoto, 17 Desember)
Hari berikutnya, mereka berempat tampak duduk di bagian ruang pertemuan bar itu.
"Kita berencana akan pergi ke tempat lain lagi, bukan, untuk membuat sebuah serum, bagaimana jika kau ikut?" tanya Roland.
"Ah, itu benar, kau bisa menjadi pembantu kami dan kamu akan tenang jika hidup bersama-sama.... Jadi, Rafid, bagaimana? Apakah kau ingin ikut dengan kami?" tanya Kachi padanya.
"Maafkan aku, tapi sebelumnya, bolehkah aku tahu kenapa kalian buru-buru ingin pergi ke Kyoto? Bukannya di sana tempatnya tidak aman dan di sini lebih aman?"
"Kau bilang di sini aman, aku tadi baru saja diterkam zombie, dan asal kau tahu, ya, papan iklan itu harus dimatikan meskipun listrik di sini belum padam. Kau harusnya tidak menyia-nyiakan listrik yang nantinya tidak akan dibayar. Jika cahayamu yang terlalu mencolok itu terus berlanjut, maka banyak zombie yang bisa melihat itu akan kemari dan langsung menyerangmu, apalagi tempatmu ini yang sangat kecil dan tidak kokoh jika diserang banyak kawanan zombie!" Roland langsung menyela, dan hanya menatap dengan sangat kesal karena melihat keberanian Rafid hanyalah sekecil biji tumbuk.
Sebelumnya, di malam itu. Roland ada di luar penginapan. Dia melihat bahwa papan iklan yang mencolok itu masih menyala.
"Haiz... Kenapa itu tidak mati-mati? Padahal internet di dunia ini sudah mati, apakah listrik di sini tidak mati sama sekali? Aku jadi ingin mengeceknya di sana," Roland lalu berjalan ke sana dan melihat dari dekat.
Tapi tiba-tiba saja, ia tidak tahu bahwa di belakangnya ada satu zombie yang akan menyerangnya.
Roland mendengar sesuatu dan menjadi terkejut melihat zombie itu akan menyerangnya.
"Ahkkk!!" ia berteriak terkejut dari dalam. Line yang ada di sofa sedang menutup mata menjadi membuka matanya, hanya dia yang mendengar teriakan jantan Roland itu.
Ia lalu segera berdiri dan berlari keluar. Ia melihat Roland di pojok oleh makhluk itu di bawah. Mereka seperti bergulat.
Line mengambil pisaunya dari lengan dan langsung melesatkan pisaunya seketika mengenai kepala zombie itu, membuat zombie itu mati di tempat dan Roland bisa bernapas lega.
Ia berdiri dengan terengah-engah menatap Line.
"Apa yang terjadi? Apa kau payah? Di mana senjatamu? Keluar begitu saja!" tanya Line dengan serius.
"Aku hanya kebetulan kemari dan rupanya zombie itu terpancing oleh cahayanya dan melihatku. Mungkin alhasil dia menerkamku seperti itu," balas Roland.
Hal itu membuat Line terdiam hingga akhirnya kilas balik itu selesai.
---
"Baiklah, jika kau memang meremehkan aku, sebenarnya aku sengaja menaruh hal yang mencolok di depan penginapanku karena aku ingin memuji nyaliku sendiri dengan memancing mereka. Awalnya aku ingin menghabisi mereka satu per satu ketika mereka datang kemari, karena itulah aku bermaksud membuat diriku ini tetap mencolok dan bersiap-siap menyerang dari dalam penginapan ini. Kau pikir aku hanya sebatas nyali biji tumbuk saja? Jangan remehkan aku meskipun kau itu seorang militer. Dari awal aku bertanya padamu, kenapa kamu ini tidak memakai liontin militermu? Karena aku tahu bahwa kalung yang dipakai kalian berdua memang sama meskipun aku belum melihat pangkat kalian," balas Rafid dengan kesal hingga hal ini ditelan oleh perdebatan antara Roland dan dia.
"Huh.... Apa yang kau maksudkan?! Apa kau ingin bertarung denganku? Siapa yang meremehkanmu duluan?! Aku tidak meremehkanmu, aku hanya memberitahumu bahwa hal itu bahaya untuk keselamatanmu sendiri nantinya. Karena itu sangatlah mencolok, kau pikir makhluk-makhluk itu tidak bisa melihat, tuli, dan yang lainnya. Mereka memanglah makhluk yang ganas, monster tiada tanding, tapi apakah kau memancing dirimu sendiri yang tidak sayang nyawamu dengan meremehkan keadaan dan kelemahan makhluk-makhluk itu untuk mengalahkan tubuhmu sendiri? Itu adalah sesuatu yang salah dan akan menjadi sia-sia nantinya. Jadi, kau bocah, jangan meremehkan aku hanya karena aku ini kuat dengan masuk militer!!" Roland langsung terbawa emosi begitu saja.
"Hah, apa yang kau maksudkan? Apakah kau mencoba memancingku, mengatakan bahwa militer itu adalah hal yang lemah? Mereka semua hanyalah diinjak-injak oleh kekuasaan pemimpin mereka sendiri yang nantinya akan korupsi dengan suruhan pimpinan mereka sendiri. Masuk neraka juga mengaku bahwa mereka disuruh oleh pimpinan mereka sendiri. Mereka sama saja menyalahkan pimpinan mereka pada pimpinan mereka tidaklah sepenuhnya salah. Kemiliteran hanyalah kesalahan besar yang hanya mendidik anggotanya menjadi keras pada orang lain yang lemah di depannya!" Rafid terus memancing perdebatan itu di depan Roland.
"!!.... Kau bocah, apa yang kau bilang tadi, apakah itu patut disebut sopan?!"
"Berhentilah memanggilku bocah, aku juga tampak tua lebih darimu. Kau pikir dengan tampangku ini aku bisa disebut bocah? Yang seharusnya bocah itu adalah kamu!!"
"Dasar sialan, kau ini ingin bertarung banget!!" Roland kembali berteriak padanya dan muncul perdebatan yang sangat panjang membuat Kachi terkejut dari tadi melihat mereka berdebat.
"(Bagaimana ini, jika aku biarkan terus mereka akan berkelahi di sini, itu tidak bisa dibiarkan, sangat bahaya untuk sosiologi nantinya. Aku harus menghentikan mereka,)" Kachi menjadi kewalahan akan menenangkan mereka.
"Hei, hei, hentikan dulu, ini tidaklah seperti yang harus kita lakukan. Ini tidak mungkin terjadi karena yang mulai berdebat itu bukan salah satu di antara kalian. Jadi, berhentilah berdebat dan janganlah mengaitkan perkataan kalian dengan perkelahian. Itu sangatlah tidak pantas didengarkan. Hentikan!! (Jika begini caranya, aku tidak akan bisa mengatasi mereka karena mereka benar-benar mengabaikanku. Salah satu caranya, aku harus mendekat ke tengah-tengah mereka dan mendorong mereka untuk menjaga jarak agar mereka juga tak lepas kendali masing-masing,)" Kachi akan mendekat tapi Line menarik tangannya, membuat Kachi terkejut menatapnya.
"Line? (Dari mana dia tadi? Kenapa terlambat sekali datang? Akhirnya dia datang kemari, pasti dia bisa melerai, tapi...)" Kachi terdiam ketika melihat wajah Line yang sangat serius dan alis yang tebal marah. Pandangan tajamnya hanya menuju ke Roland saja.
Ia lalu melepas tangan Kachi dan berjalan ke depan Roland.
Roland melihat Line di depannya menyilangkan tangan, dia tidak bisa berkata apa-apa membalas perdebatan yang dilakukan olehnya dan Rafid.
"Cepat katakan padaku lagi, cepatlah sekali lagi. Biarkan aku melihat ini!!" teriak Line dengan tegas pada Roland yang terdiam menahan tangannya yang sudah mengepal gemetar tak tahan akan melepaskan pukulan, tapi tidak di depan Line.
Line menatap dengan tatapan yang sangat tajam berdiri di depan tepat Roland yang masih saja terdiam.
"Apakah kau pikir militer itu harus dibawa dalam hal ini? Apakah kau tidak mau mengakui bahwa kesalahan militer adalah yang terbesar dari pemimpin? Jika kau tidak merasa begitu, terimalah saja dan jangan mulai berdebat dengan membawa kejelekan dan keburukan orang lain, apalagi dia akan membawa keburukan kemiliteranmu sendiri," kata Line. Ia terus menambah kalimatnya.
"Hah, apa kau bilang lagi? Tapi dia yang mulai duluan, dia meremehkan kemiliteran..." Roland menjadi tidak terima.
"Katakanlah sekali lagi, bilanglah kalimatmu itu padaku. Keluhkan semuanya padaku dan jangan ada kata-kata satupun terlewat. Biarkan telingaku mendengarmu!!" Line berteriak sangat tegas pada Roland yang akhirnya Roland terdiam menatap tajam padanya. Hingga kini hanya sebatas menutup tajam pada Line.
"Kau itu hanyalah bidak kuda, bisa memakan tapi tidak bisa menelan!!" Line menambah lagi dengan kata-kata yang sangat kasar dalam artian tegas pada Roland.
Lalu ia menoleh pada Rafid yang ada di belakangnya.
"Apa kau mau memarahi aku juga? Memangnya siapa kau?!" Rafid malah meremehkan Line karena dia sudah terpancing emosi dari tadi.
Tiba-tiba saja Line menarik kerah baju Rafid, membuat Rafid terkejut menahan tangan lain.
"Lepaskan aku, kamu sialan!! Aku tidak akan memaafkanmu. Bebaskan aku sekarang!!" Rafid memberontak tapi tangannya sangat kuat dengan memegang baju kerahnya.
"Aku tanya padamu, apakah bagus kau meremehkan kemiliteran di depan anggota militer yang sangat bagus ini? Kamu pikir apakah itu adalah hal yang sangat sopan ketika akan, perlakuanmu ini benar-benar tidak pantas untuk sebagai seorang sipil yang tidak punya kuasa hak untuk mendemo kemiliteran di depan kita berdua. Kamu pikir kita berdua hanyalah anggota militer yang sangat amatir. Kamu hanya belum tahu akan kekuasaan militer di dunia ini, bahkan di alam semesta ini. Militer memang tunduk pada kuasa perkataan pemimpin, tapi mereka memiliki cap kekerasan dalam diri mereka, diajarkan ketegasan, diajarkan cara bertarung, bertahan hidup dan jika sudah pensiun mereka akan melakukan apa yang mereka mau, membunuh orang sepertimu yang telah meremehkan masa lalu mereka yang sangat pahit sehingga mereka menjadi seseorang yang bisa dikagumi!! Sekali lagi aku akan berkata, kamu seperti sialan menyedihkan!!" kata Line, dia langsung memukul pipi Rafid hingga Rafid terjatuh. Hal itu membuat Rafid terkejut memegang pipinya dan menyeret badannya dengan tatapan yang tajam.
Tapi tatapannya menjadi melebar tak percaya melihat mata Line yang sangat-sangat mengerikan. Dia seperti melihat sesuatu yang sangat mengerikan dengan aura membunuh yang sangat kuat.
"(Apa ini? Kenapa aku merasakan aura yang sangat-sangat aneh sekali? Ini seperti aku sedang dimangsa oleh harimau yang sangat buas. Kenapa ini begitu menyakitkan padahal aku belum diapa-apakan olehnya hanya dipukul saja?)" Rafid terdiam membisu hingga akhirnya dia berdiri dan langsung menundukkan badannya, seketika berteriak, "Aku benar-benar minta maaf!!" ia membungkukkan badan seraya berteriak minta maaf pada Line yang menyilangkan tangannya.
Itulah kuasa dari seorang Line, raja dari segala hewan buas yang harusnya dihormati. Dan juga pria terhormat dari segala-gala pria.
Line lalu menoleh ke Kachi yang terdiam menatap itu tadi. Kachi masih tidak percaya dengan apa yang terjadi dan ia dengar dari perkataan Line.
"(Apa.... Apa itu tadi? Kenapa aku begitu bingung sekali? Apa yang terjadi dan apa yang dia katakan? Aku benar-benar tidak mengerti membuat mereka berdua diam dari perdebatan mereka...)" pikirnya dengan sangat-sangat membingungkan. Dia tidak tahu bahwa Line bisa setegas itu pada mereka berdua yang telah berdebat dengan kemarahan mereka masing-masing.