3 3. Dark Blue Past

"Berani sekali cewek cupu sepertimu bilang suka padaku? Kau gila? Apa kau tidak pernah berkaca? Dasar aneh!" teriak Utakata saat Hinata menyatakan cinta padanya.

Utakata adalah cowok cool kakak kelasnya yang jadi idola sebagian mahasiswi kampusnya termasuk juga Hinata. Bahkan gadis itu sudah jatuh cinta pada cowok berambut hitam dan bermata coklat itu sejak Hinata melihatnya pertama kali saat MOS dulu.

Tapi ternyata ketampanan Utakata berbanding terbalik dengan kebaikan hatinya. Dengan teganya dia menolak Hinata dan menyebarkan berita itu ke seluruh kampus. Hinata sampai hampir tidak mau masuk kuliah karena malu. Untung saja ada Neji, kakaknya yang merupakan kandidat terkuat pimpinan dojo keluarga Hyuga. Pria tampan berambut hitam panjang itu menghajar Utakata sampai masuk rumah sakit, lalu memaksa cowok itu minta maaf pada Hinata. Tapi sejak saat itu, Hinata tidak pernah berani menyatakan perasaannya pada siapa pun. Hinata selalu memendam perasaannya saat dia jatuh cinta pada seseorang hingga perasaan itu hilang dengan sendirinya.

Proyek bersama perusahaan Uchiha dan Haruno dikerjakan bersamaan dengan proyek pembukaan cabang perusahaan Uchiha di Konoha. Kedua proyek itu membuat Hinata sebagai asisten Sasuke sangat sibuk.

Rapat hingga tengah malam sudah menjadi keseharian Hinata, tidak jarang dia bahkan sampai lupa makan. Tapi karena dia bekerja untuk orang yang disukainya, Hinata tidak merasa keberatan sama sekali.

Hanya bersama Sasuke sudah membuatnya senang. Seperti saat ini, Hinata mengikuti rapat bersama Sasuke. Mereka membahas rancangan gedung baru Perusahaan Uchiha. Berlembar-lembar cetak biru mereka teliti dan bahas dengan mendetail. Hinata yang sebenarnya sudah kelelahan berusaha untuk tetap bisa konsentrasi meski dia sudah menguap berkali-kali. Saat dia melihat wajah Sasuke yang juga terlihat lelah, Hinata makin berusaha bertahan.

"Sebaiknya kalian lanjutkan besok saja. Bagaimana kalau sekarang kita makan saja." ajak Sakura yang tiba-tiba muncul di pintu ruang rapat. Maklumlah, kantor sementara perusahaan Uchiha ada di salah satu lantai di gedung perusahaan Haruno. Sakura kasihan melihat wajah lelah Hinata.

"Kau benar Sakura. Kita kan memang belum makan malam." Sasuke menyetujuinya. Setelah itu mereka bertiga pergi ke restoran 24 jam dan makan di sana.

Sasuke dan Sakura tampak sangat menikmati malam mereka. Hinata yang sebenarnya sudah ingin pulang dan tidur, terpaksa memakan makanannya dengan terpaksa meski menu pilihan Sasuke untuk mereka tidak disukainya.

Hinata melihat bosnya itu semakin dekat dengan Sakura. Hal itu membuat perasaan Hinata makin tidak nyaman. Hinata bertanya-tanya apakah Sakura tertarik pada Sasuke? Tapi siapa juga wanita yang tidak terpesona pada ketampanan bosnya itu. Hinata melihat Sasuke duduk berdampingan dengan Sakura, keduanya begitu serasi. Mereka juga sama-sama pemilik perusahaan. Apa mungkin dirinya masih punya kesempatan? Hinata jadi pesimis pada nasib perasaannya pada bosnya itu.

Begitu sampai di rumah Naruto, Hinata langsung lari ke kamar mandi tanpa menyapa Naruto yang duduk di ruang tengah, lalu memuntahkan semua makan malamnya di toilet.

"Apa kau tahu buang-buang makanan itu mubazir namanya." ejek Naruto dari luar pintu kamar mandi.

"Lain kali jujurlah pada dirimu sendiri. Jangan melakukan hal yang tidak kau sukai hanya untuk membuat orang lain terkesan padamu." tambah Naruto.

Hinata merasa sangat kesal mendengar ucapan Naruto yang terkesan menggurui itu. Tapi dia tidak berkata apa pun. Setelah membersihkan diri Hinata masuk ke kamarnya sambil membanting pintu kamarnya.

Hinata kaget melihat segelas teh panas sudah ada di meja kecil di samping ranjangnya. Apa Naruto yang membuatkan dia teh? Kalau begitu dia akan berterima kasih pada pemuda pirang itu besok, pikirnya.

Hinata meminum teh itu. Rasa manis dan hangat teh itu segera membuatnya nyaman, perut dan tubuhnya menjadi hangat. Hinata jadi heran pada Naruto. Kenapa pemuda itu bisa tahu apa yang dia butuhkan? Kenapa juga tiba-tiba Naruto jadi perhatian padanya? Hinata kaget dengan pemikirannya itu. Perhatian? Mungkin saja Naruto hanya sedang kumat baik hatinya, batin Hinata. Tanpa sengaja Hinata melihat secarik kertas yang ternyata sejak tadi ada di bawah gelas teh itu.

'Hargailah dirimu sendiri' Itulah sebaris kalimat yang tertulis di kertas itu. Itu adalah tulisan berantakan Naruto, Hinata sudah hafal bentuk tulisan bergaya dokter milik Naruto. Hinata mengernyikan dahinya bingung. Apa maksud tulisan Naruto itu? Hinata menggelengkan kepalanya bingung. Mungkin bukan apa-apa, batinnya. Hinata segera tidur setelah menghabiskan tehnya.

Hinata menatap foto Sasuke yang diambilnya diam-diam di layar ponselnya. Dibelainya gambar wajah yang selalu dia kagumi itu dengan perlahan. Hinata lalu mendesah.

"Kenapa kau tidak bilang saja pada Uchiha itu kalau kau sangat menyukainya?"

Suara Naruto mengagetkan Hinata. Gadis itu segera mematikan layar ponselnya. Saat menoleh dia melihat Naruto sedang meminum kopi sambil bersandar di dinding ruang makan di belakang Hinata.

"Melihat milik orang tanpa ijin itu tidak sopan tau!" teriak Hinata kesal dan malu karena tertangkap basah memandangi foto bosnya itu. Naruto tersenyun masam.

"Bukankah kau mengambil foto itu secara diam-diam juga?" balas Naruto telak.

Hinata gelagapan. Tidak menduga Naruto bisa menyadari hal memalukan yang telah dilakukannya. Wajahnya sampai merah padam.

"I-itu bukan urusanmu!" teriak Hinata marah menutupi rasa malunya. Naruto duduk di kursi di depan Hinata.

"Aku tidak menyalahkanmu Hinata. Semuanya sah dalam urusan cinta." katanya kalem.

"Tapi kalau boleh kusarankan kau harus segera menyatakan perasaan mu pada bosmu itu. Orang setampan dan sekaya Sasuke akan menarik ratusan wanita untuk mendekatinya. Aku yakin kau juga sudah tahu itu. Jadi cepatlah bertindak sebelum ada wanita lain yang mendapatkannya lebih dulu." saran Naruto.

Hinata tahu apa yang dikatakan Naruto itu benar adanya. Hampir tiap hari memang ada saja wanita yang menyatakan perasaan pada bosnya itu.

"Atau jangan-jangan kau takut ya?? Kau sudah 27 tahun kan? Masih tidak berani untuk pacaran?" ejek Naruto.

"Aku tidak takut! Aku akan menyatakan perasaanku hari ini juga!!" teriak Hinata.

Amarah Hinata langsung tersulut mendengar ejekan Naruto itu. Gadis itu langsung menyambar tasnya lalu pergi ke kantor dengan perasaan kesal.

Sepeninggal Hinata, Naruto merutuki dirinya sendiri. Kenapa dirinya malah mendorong dan menyemangati Hinata, gadis yang disukainya, menyatakan perasaan pada Sasuke? Bagaimana kalau Sasuke menerima Hinata? Naruto jadi uring-uringan sendiri.

Hinata melihat Sasuke yang sedang berbincang akrab dengan Sakura di kantin kantor saat istirahat siang. Sesekali percakapan mereka diselingi dengan tawa ceria. Hinata baru menyadari bahwa baru kali ini Sasuke menanggapi wanita yang mendekatinya dengan sikap terbuka. Selama ini Sasuke selalu menghindari wanita yang pernah menyatakan perasaan dan lalu ditolaknya. Sakura adalah wanita pertama yang berhasil mendekati Sasuke tanpa mendapat reaksi penolakan dari bosnya itu. Apakah itu artinya Sasuke sudah menerima Sakura?

"Prang!" Tanpa disadari Hinata menyenggol gelas kopinya hingga terjatuh di lantai dan pecah berkeping-keping.

"Ma-maaf..Maafkan saya." Dengan gugup dan tergesa-gesa Hinata memunguti pecahan gelas itu.

"Ah!" jerit Hinata saat salah satu ujung tajam pecahan gelas itu melukai telapak tangannya.

"Kau berdarah Hinata! Ayo cepat ke rumah sakit!" seru Sasuke yang tiba-tiba saja sudah memegang tangan Hinata yang terluka.

"A-aku tidak apa-apa, Boss." jawab Hinata gugup. Dia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Sasuke.

"Jangan membantah Hinata. Lihat! Darahmu banyak sekali yang keluar. Sasuke-san cepat antar Hinata ke rumah sakit! Tidak jauh, hanya di ujung jalan. Cepatlah! Darahnya mengalir terus!" jerit Sakura cemas.

.....

Dokter wanita berambut hitam pendek bername tag Sizune Kato itu membalut luka di telapak tangan Hinata dengan rapi.

"Kau harus menjaga lukamu tetap kering dan kau harus kesini lagi untuk periksa dan mengganti perbanmu." ucap dokter itu.

Setelah mengucapkan terima kasih Hinata keluar dari ruang rawat. Sasuke segera menghampiri Hinata sambil membawa obat yang barusan dia tebus di apotik rumah sakit.

"Hinata? Kenapa kau ada di sini?"

Tiba-tiba suara yang sangat familier di telinga Hinata terdengar. Hinata terkejut melihat Naruto berjalan cepat menghampirinya. Naruto melihat tangan kanan Hinata yang dibalut perban.

"Kenapa tanganmu ini?! Apa sudah diperiksa?!" tanya Naruto cemas sambil memegang tangan Hinata yang terluka. Dia mengamati perban di tangan Hinata dengan teliti.

"Hinata tadi terkena pecahan gelas tapi sudah diperiksa dan dijahit. Ini obatnya.", terang Sasuke sambil memperlihatkan tas plastiK kecil berisi obat. Dia tersenyum melihat rasa cemas yang ditunjukkan Naruto pada Hinata.

"Syukurlaah.. Kau harus menjaga lukamu tetap kering. Mengerti?", nasehat Naruto. Hinata memutar bola matanya.

"Iya-iya Aku tahu. Sekarang bisa lepaskan tanganku? Sakit tau!", kata Hinata sambil berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Naruto.

"Maaf.. Habisnya aku sangat cemas tadi. Hehe." Naruto melepaskan tangan Hinata sambil tersenyum malu.

"Makanya kau itu harus hati-hati! Jangan berbuat ceroboh! Kau jadi terluka seperti itu kan?!" teriak Naruto tanpa sadar.

"Apa hakmu memarahiku? Hah?! Lagian ngapain kamu di sini?!", Hinata jadi emosi diteriaki oleh Naruto. Dia kan sedang terluka, kenapa masih kena marah juga?

"Tentu saja karena aku sedang bekerja! Kau tidak lihat seragamku?", jawab Naruto.

Hinata melihat Naruto yang memakai jas putih. Di lehernya tergantung stetoskop. Lho?! Tapi bukankah itu alat yang biasa digunakan untuk memeriksa detak jantung oleh seorang dokter? Apakah Naruto adalah seorang..

"Ti-tidak mungkin... Kau tidak mungkin.. Apa benar kau ini seorang dokter?! ", tanya Hinata sambil mengerjapkan matanya tidak percaya.

"Kau ini!! Memangnya kenapa kalau aku seorang dokter?!", teriak Naruto marah.

Apakah sebegitu anehnya kalau dirinya bisa jadi seorang dokter. Dia sudah bekerja dan belajar sangat keras untuk menjadi seorang dokter. Makanya Naruto sedikit sedih dan tersinggung dengan ketidak percayaan Hinata itu.

"Jadi Naruto-san seorang dokter? Wah! Anda hebat sekali!" puji Sasuke takjub.

Hinata melihat Naruto dari ujung rambut pirangnya, tubuh atletisnya yang berbalut jas putih, celana hitam, hingga ujung sepatu ketsnya. Hinata lalu teringat adegan porno Naruto yang tanpa sengaja beberapa kali dia lihat. Dokter tapi suka berbuat mesum!

"Benar-benar tidak pantas." guman Hinata tanpa sadar. Naruto melotot mendengarnya.

"Apa kau bilang? Tidak sopan! Kau ini memang harus diberi pelajaran!"

Baru saja Naruto mengulurkan tangannya untuk menjitak kepala Hinata saat seorang dokter muda dengan rambut dikuncir ke atas dan wajah malas menghampirinya.

"Kepala rumah sakit memanggil. Kita disuruh datang ke kantornya." ucap dokter itu lalu pergi begitu saja.

"Sebaiknya kau cepat. Dia tampak sedang marah." tambah dokter itu. Naruto berjengit.

"Iya-iya, aku kesana! Dasar nenek tua itu!" gerutu Naruto.

Dengan langkah tergesa Naruto pergi meninggalkan Hinata. Tapi beberapa saat kemudian Naruto kembali.

"Aku akan membalas penghinaanmu!" teriak Naruto pada Hinata.

"Itu kenyataan kan? Seorang playboy sepertimu mana pantas jadi seorang dokter!" balas Hinata.

"Ish! Kau ini!" Naruto berteriak jengkel.

"Dokter Namikaze!" dokter muda tadi memanggil Naruto.

"Iya-iya!"

Naruto lalu berjalan tergesa mengikuti dokter muda temannya yang ternyata sudah sampai di ujung koridor hingga akhirnya Naruto harus berlari menyusulnya. Sasuke tersenyum melihat tingkah Hinata dan Naruto itu.

"Kau dan Tuan Naruto itu.. Kalian berdua benar- benar akrab ya?" komentar Sasuke sambil tersenyum.

.....

Hinata sedang membicarakan soal penyeleksian suplier barang untuk kantor cabang baru perusahaan Uchiha saat Sakura tiba-tiba masuk ke ruang kantor Sasuke.

"Uchiha-san, boleh aku bicara denganmu?", tanya wanita berambut pink itu

"Tentu saja. Silahkan." Sasuke menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursinya.

"Maksudku bicara berdua saja." kata Sakura lagi dengan menekankan kata berdua. Hinata mengerjap kaget sesaat lalu sadar apa yang sedang terjadi.

"Kalau begitu saya pamit keluar dulu. Permisi." Cepat-cepat Hinata bangkit dari kursinya lalu berjalan tergesa keluar dari ruang kantor Sasuke.

Hinata merasa tertohok dengan pengusiran tidak langsung Sakura itu. Hatinya terasa sangat sakit. Selama ini dialah orang yang selalu ada di dekat Sasuke, berdiskusi, saling bertukar pendapat dan berdebat, walaupun hanya terbatas pada masalah pekerjaan. Selama ini Hinata lah orang yang sangat dipercaya Sasuke. Hanya kepada Hinata Sasuke selalu mencurahkan uneg-unegnya, baik soal pekerjaan maupun soal para wanita yang mendekatinya. Lalu setelah kehadiran Sakura, Hinata merasa tersisih dan merasakan Sasuke semakin menjauh darinya.

Hinata sangat sedih. Air matanya mengalir membasahi wajah putihnya. Dia membelai foto Sasuke di layar ponselnya. Wajah tampan bosnya itu terlihat memburam karena air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

"Hinata? Kau menangis?" tiba-tiba Naruto sudah berdiri di hadapan Hinata.

Hinata mendongak menatap wajah Naruto. Hinata langsung menghambur ke arah Naruto. Dia memeluk tubuh Naruto erat. Sesaat Naruto terkejut mendapat pelukan dari gadis yang disukainya itu. Tapi dia segera balas memeluk tubuh mungil gadis yang gemetar karena menangis itu.

Hinata menangis dalam pelukan Naruto. Ingin rasanya dia mengatakan semua perasaan sedihnya pada pemuda pirang itu, tapi hanya tangisannya yang keluar dari bibirnya serta air matanya yang mengalir tanpa henti. Entah berapa lama Hinata menangis, tapi perlahan perasaannya menjadi sangat lega. Gadis manis itu lalu melepaskan pelukannya.

"Maaf.. Maafkan aku..", Hinata mengambil tissue dari dalam tasnya lalu mengusap air mata di wajahnya.

"Sudah puas menangisnya? Kenapa kau menangis? Apakah Sasuke menyakitimu?", tanya Naruto langsung.

"Tidak kok. Aku hanya sedang merindukan keluargaku saja.", jawab Hinata bohong. Naruto memutar bola matanya mendengar jawaban Hinata itu.

"Sudah jelas kau menangis sambil melihat foto Sasuke. Masih saja mungkir?", tanya Naruto kesal.

"Aku..aku tidak apa-apa kok. Perempuan memang sering menangis kan?", jawab Hinata sambil terus mengusap wajahnya.

Naruto menatap wajah Hinata. Kedua mata beriris ungu Hinata terlihat berkaca-kaca. Kedua pipinya terlihat memerah karena di usap berkali-kali dengan tissue. Hidung mungil Hinata juga berwarna merah dan juga bibir mungil berwarna cherry itu. Hinata terlihat begitu rapuh dan sedih.. Tapi sekaligus terlihat sangat cantik. Naruto tidak bisa menahan dirinya. Dia meraih wajah Hinata lalu mencium bibir gadis manis itu.

Hinata hanya terpaku merasakan ciuman Naruto yang menghanyutkannya. Hinata tidak berontak maupun melawan saat Naruto mulai melumat bibirnya dengan bernafsu. Selanjutnya lidahnya menginvasi rongga mulut mungil Hinata yang hangat, menjilat dinding mulutnya dan geliginya yang rapi. Naruto menghisap bibir dan lidah Hinata dan membuat gadis itu hampir kehabisan nafas karena ciuman panasnya.

" Hhh..", Hinata mendesah halus saat Naruto beralih menciumi leher putih Hinata, menjilat, menggigit dan menghisapnya hingga meninggalkan tanda kemerahan.

Naruto memeluk tubuh mungil Hinata lalu membawanya ke sofa terdekat. Dengan cepat kancing-kancing blus putih yang dipakai Hinata sudah terbuka, memperlihatkan gundukan dua payudara besar Hinata yang tersembunyi di balik bra sewarna kulitnya. Naruto menelan ludahnya saat tangannnya menyingkap bra yang dikenakan Hinata ke atas. Dua buah payudara besar yang kencang dengan dua puting kemerahan membuat kedua mata Naruto membola, takjub akan keindahan yang ada di depannya. Naruto membelai kedua payudara besar itu dengan kedua tangannya.

"Ahh.."

Desahan lirih Hinata terdengar mengalun merdu di telinga Naruto. Membuat lelaki pirang itu ingin mendengarnya lagi. Naruto meremas payudara Hinata pelan.

"Aahhh...." desahan Hinata semakin keras.

Naruto menjilat puting kemerahan Hinata membuat tubuh mungil itu menggeliat, desahan Hinata juga semakin kencang. Naruto semakin bernafsu untuk mencumbu gadis manis itu. Namun kemudian Naruto terkejut saat dia melihat wajah Hinata yang basah oleh air mata. Hinata menangis.

Pemandangan wajah Hinata dengan ekspresi sedihnya yang penuh air mata seakan membuat Naruto merasa baru saja tersambar petir. Naruto tersadar lalu segera menghentikan cumbuannya.

"Apa yang baru saja aku lakukan?! Hinata sedang sangat sedih tapi aku malah.." Naruto merasa ingin membenturkan kepalanya ke dinding terdekat saat menyadai perbuatan bejat yang hampir dilakukannya pada Hinata.

"Maafkan aku.", kata Naruto lalu pergi meninggalkan Hinata begitu saja dan masuk ke kamarnya.

Hinata langsung membenahi pakaiannya yang berantakan karena perbuatan Naruto. Kenapa dia melakukannya? Apakah Naruto hanya iseng atau sekedar kebiasaannya sebagai playboy yang suka bercinta dengan semua wanita? Hinata mengusap air mata yang kembali mengalir tanpa henti di wajahnya.

avataravatar
Next chapter