8 BAGIAN 8

"Kau lama sekali Xel" sambut seorang pria dengan setelan jas hitam yang keren, senada dengan rambut miliknya.

"Willy?" Panggil Axel tercengang dengan kehadiran seseorang yang sudah lama tidak ia temui

"Apa kabar Xel?" Kini ia kembali disambut dengan seorang wanita yang mempunyai paras yang mirip dengan orang tadi.

"Lilly?"

Axel diam sejenak. Berusaha memutar kembali otaknya tentang kedua orang ini. 'Kenapa mereka ada disini?' Batinnya

Willy dan Lilly Morgen, sepupu Axel yang sudah lama tidak ia jumpai. Bahkan pamannya sendiri ---River Scott tidak mau memberitahu Axel kemana perginya kedua orang ini.

Asal kalian ketahui saja, Willy dan Lilly adalah kembar identik pria-wanita. Kadang mereka tak segan segan untuk bertukar peran, Willy jadi Lilly ataupun sebaliknya. Tapi itu tak sulit bagi Axel untuk membedakannya. Ia punya akses atau kata sandi tersendiri yang hanya ia ketahui.

"Kalian dari mana saja?" Axel nampak menahan tangisnya.

Willy tersenyum. "Apa ayahku tidak memberitahumu?" Tanyanya.

Axel menggeleng, masih dengan muka polosnya yang sedikit terlihat bodoh.

"Paman?" Panggil Axel melas

River Scott langsung mengalihkan pandangannya. "Kau tidak pernah bertanya padaku, jadi aku juga tidak salah kalau tidak memberitahumu kan?" Katanya

"Ah benar. Aku tidak pernah bertanya pada paman" sahut Axel dengan nada lesu

Mereka semua tertawa melihat kelakuan Axel yang seperti anak kecil. "Duduklah. Mari kita kenang kembali masa masa dulu" kata Jordan

*

Sore itu menjadi sore terbaik yang dimiliki Axel. Semua keluarga besarnya berkumpul untuk makan bersama, membahas semua hal kecuali urusan bisnis. Ibunya Axel dan Ibunya si kembar juga hadir meskipun mereka sedikit terlambat.

"Kau semakin tinggi, hampir mirip dengan Willy" ucap Lilly yang duduk disebelah Axel.

"Tentu. Kau juga semakin cantik, Lilly" puji Axel

"Bagaimana jika besok kita pergi bersama?" Cetus Willy dengan semangat.

"Maaf Willy. Aku besok ada kencan dengan Anthony" kata Lilly menanggapi.

"Kalau kau bagaimana, Xel? Ada acara?" Willy langsung mengalihkan pandangannya kearah Axel yang asik menikmati makanannya.

"Tentu. Akan aku habiskan waktuku besok denganmu... seharian penuh, Willy" ucap Axel sambil menyeringai.

"Lego!!!!" Sahut Willy dengan semangat.

Kata 'Lego' berasal dari kata Let's Go. Lego itu sendiri sering kali digunakan oleh Axel dan Willy ketika masih kecil, saat mereka sedang membuat rencana atau menyembunyikan sesuatu.

* * * *

"Apa kau mau mampir kekantorku?" Tanya Axel pada Willy yang ada di depannya.

"Tidak bung. Aku baru saja mendarat di kota ini dan aku ingin menyapa teman temanku dulu" jawab Willy

"Baiklah" ucap Axel

Kedua pria itu berbincang sepanjang jalan, masih mengungkit kejadian masa lalu.

"Jadi, kemana saja kau selama ini? Kau bekerja? Penampilanmu berubah sekali"

"Umm ya. . .Aku di rekrut oleh kenalanku, mengerjakan hal hal yang mungkin tidak aman bagi sebagian orang hahaha" jawabnya berbelit belit.

"Jadi pekerjaan apa itu?" Axel masih penasaran

"Maaf. Aku tidak bisa mengatakannya, Xel. Mungkin lain kali" balasnya

"Baiklah, aku mengerti" ucap Axel pada Akhirnya.

Mereka berpisah di loby. Beberapa orang kembali ke rutinitas masing masing, begitu pula dengan Axel. Ia kembali ke kantor dan mulai mengerjakan tugas tugasnya yang sempat ia tunda.

Tok tok

Terdengar suara ketukan pintu beberapa kali dari luar, namun Axel terlihat tidak mengindahkan hal tersebut. Matanya terlalu fokus pada apa yang ada di hadapannya saat ini.

Tak lama kemudian ketukan itu berhenti, beralih ke telepon kantor yang terus berbunyi.

"Ya?" Jawab Axel yang masih sibuk dengan dokumennya.

"Xel, ada yang ingin aku bicarakan" ucap seseorang di telepon

"Dengan siapa aku bicara?"

"Ini aku, Alice. Aku menelfon handphonemu berkali kali cuma kau tidak mengangkatnya, jadi kuputuskan untuk menelfon kesini"

Segera Axel menghentikan aktivitasnya ketika mendengar nama 'Alice'. Dirinya kemudian langsung mengecek handphonenya yang berada di dalam laci sejak tadi dan benar saja, ada lima kali panggilan tidak terjawab.

"Maaf. . .Aku menaruhnya di laci"

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" Lanjut Axel

"maaf sepertinya aku nanti tidak bisa pergi denganmu. Ada beberapa client yang ingin bertemu, mereka mengajakku untuk makan malam bersama dan aku tidak bisa menolak itu. . . Aku berharap jika tahun ini aku bisa di promosikan" kata Alice

"Apa kau sendirian nanti?" Tanya Axel

"Tidak. Aku dan Juliant menjadi wakil dari perusahaan"

Axel nampak berhenti sejenak. "Hnn. Ya tidak apa apa, ku harap Juliant bisa menjagamu"

"Hey, kau bilang tadi kau ada kegiatan seminar kan??" Tanya Axel yang tiba tiba ingat dengan perempuan di hotel yang mirip dengan Alice tadi.

"Umm, ya. Kenapa?"

"Dimana?"

"Di Hotel D'fariezt, dekat kantorku. Kenapa? Apa ada masalah?" Tanya Alice

"Tidak ada. Baiklah, akan ku matikan telfonnya....sampai jumpa" balas Axel buru buru menutup sambungan telfonnya.

Pria itu nampak berpikir. Ia jelas jelas tidak salah orang. Ia hafal betul dengan tampilan tunangannya dari atas sampai bawah dan orang yang ia lihat di hotel tadi, Axel yakin seratus persen jika dia memanglah Alice.

Hotel milik Damian pun bernama Dam Hotel, bukan D'Fariezt seperti yang dikatakan Alice. Jadi, apa Alice berbohong padanya?

Segera Axel mengambil handphonenya dan mengetikkan beberapa pesan kepada Damian, sekedar untuk menanyakan secuil informasi yang mungkin bisa meringankan beban pikirannya.

"Hey.. apa aku boleh bertanya padamu soal tamu yang reservasi di hotelmu?" Tanyanya.

"Apa maksudmu? Sepertinya itu tidak bisa karena melanggar privasi tamuku.

Tapi kenapa kau ingin tahu?" balas Damian

"Ada sesuatu yang ingin ku selidiki"

"Menyelidiki apa?"

"Ada sesuatu hal yang mengganjal di pikiranku. Apa kau benar benar tidak bisa memberitahuku?" Desak Axel.

"Apa aku boleh tahu siapa yang pesan di kamar 5770? Siapa saja yang diperbolehkan masuk kesana? Sepertinya sangat privat sekali" Tanya Axel lagi

Damian nampak tidak membalas pesannya beberapa menit.

Huft.

Hembusan nafas Axel terdengar sangat berat. Perlahan ia memijat pelipisnya agar pening di kepalanya segera hilang.

Ting!!!

Bunyi pemberitahuan pesan masuk terdengar keras. Segera Axel membuka pesan itu ketika tahu jika Damian membalas pesannya lagi.

"Sebenarnya ini melanggar aturan tapi aku jadi ikut ikutan penasaran. Orang yang memesan kamar itu namanya Robert Woods. Dia dan teman temannya memang sedang mengadakan internal meeting  dan aku sempat bertemu sekilas dengannya tadi di loby" balas Damian

"Robert Woods? Siapa dia?" Tanya Axel

"Sepertinya dia adalah salah satu direktur perusahaan minyak di negara ini"

"Apa ada daftar teman temannya juga?" Tanya Axel lagi.

"Umm ya.. disini dituliskan ada beberapa nama. Robert Woods, Christian Waltz, Diego Lego, dan juga Diora F. Alice"

Sudah kuduga aku tidak salah lihat. Tapi, untuk apa Alice berbohong padaku?,  pikir Axel.

"Baiklah, terima kasih kawan. Maaf sudah merepotkanmu"

"Ya, kau memang selalu merepotkan. Tapi, sekedar ingin mengingatkan saja jika informasiku sangat berharga Xel. jadi.. jangan lupa beritahu aku jika kau menemukan informasi penting lainnya. Jika tidak, kau akan ku banned dari seluruh hotel yang kumiliki!"

Tak lama kemudian Axel menaruh handphonenya di nakas. Memikirkan satu nama yang akhir akhir ini terdengar familiar di telinganya. Robert Woods.

"Aku akan segera menyelesaikan ini" katanya.

avataravatar
Next chapter