7 BAGIAN 7

Sudah hampir 2 jam ia bersenda gurau bersama Damian dan juga Aneth. Mereka saling membicarakan tentang bisnis. Sesekali mereka juga membicarakan tentang kebodohan kebodohan yang sering kali dilakukan oleh Damian saat melakukan pertemuan dengan client.

Entah celana yang sobek, terjungkal di depan client, steak sapi yang terlempar jauh hanya karena tidak bisa memotongnya, memakai pasangan sepatu yang salah, atau hal lain semacamnya. Kejadian yang paling parah, saat itu ketika mereka sedang asik menikmati makan siang di sebuah restaurant, tiba tiba saja datang seorang gadis dengan membawa segelas air dan menumpahkannya tepat di kepala Damian. Gadis itu memaki sejadi jadinya tepat dihadapan Damian. Tak lama kemudian, dia pergi dan bilang bahwa ternyata dia salah orang. Dia pikir Damian adalah pacarnya yang pergi menghilang beberapa bulan ini. Yah,.. mau bagaimana lagi? Baju sudah basah, urat malu mau tak mau harus di putus.

"Sial. Waktu itu aku benar benar tidak tahu harus menyembunyikan mukaku dimana" kata Damian menggerutu

"Lalu bagaimana clientmu? Apa reaksi mereka? Aku benar benar tidak habis pikir" sahut Aneth yang penasaran

"Yah untung saja mereka memakluminya. Kami terpaksa mengundurkan jadwal kami untuk melihat apartemen yang kosong. Kalau saja aku bertemu dengan gadis itu lagi, aku tidak segan segan menumpahkan minumanku diatas kepalanya juga" lanjut Damian

Axel dan Aneth hanya terkekeh melihat kelakuan Damian yang terlihat seperti anak anak yang ingin balas dendam.

"Hey Aneth.. dimana pertama kali kau bertemu dengan Damian?" Tanya Axel yang masih penasaran.

Sejenak mata Aneth dan Damian saling memandang, keduanya tersenyum --lebih seperti tersipu malu.

"Rosia" balas Aneth

"Apa? Rosia?? Pantas saja kau betah tinggal disana sampai 3 tahun tidak pulang" Axel kemudian mencecar kearah Damian.

"Padahal dulu kita pernah liburan kesana, baru menginap 3 hari saja kau sudah ingin pulang" cibir Axel

Damian hanya bisa menggerutu ketika menanggapi ocehan sahabatnya itu. Mau bagaimana pun juga yang dikatakan Axel memang benar

"Oh iya Xel, bukannya tadi kau bilang kau sedang ada rapat disini?" Tanya Aneth mengalihkan pembicaraan.

Axel menepuk jidatnya. 'Sial! Bisa kena marah Dad kalau begini ceritanya' batinnya.

"Kau benar...!!!! aku harus kembali ke kerumunan itu sebelum jabatanku di tarik kembali oleh pamanku. Aku pergi dulu.. bye Damian, bye Aneth" kata Axel terburu-buru

"Ah iya aku hampir lupa mengatakan hal ini.." Axel berhenti di ambang pintu

"Kau tolong jaga paru parumu agar tetap bersih ya.. kudengar dari Damian jika harga paru paru saat ini sedang naik hingga 4 milyar... Bye, semoga berhasil" lanjutnya kemudian pergi.

Sontak Aneth langsung menoleh kearah Damian yang masih terbengong di tempat duduknya. Merasa dirinya sedang diperhatikan, ia langsung tersenyum hambar. "Aku bisa jelaskan sayang" melasnya.

'Tamat sudah riwayatku' batin Damian

******

Axel bergegas memencet tombol lift di hadapannya berulang ulang. Lift ini terasa sangat lambat dari biasanya.

Ting!

Saat pintu terbuka, Axel langsung menekan tombol lantai yang akan ia datangi.

"Maaf, bisa kau tekan lantai 4 untukku tuan?" Seseorang di sudut menunjuk tombol lift yang berada tepat dihadapan Axel.

"Oh..Tentu" jawab Axel baru menyadari jika ada gadis  berada di belakangnya.

"Terima kasih" sahutnya lembut.

Suasana hening. Mereka saling sibuk dengan pikiran masing masing.

'Ah kenapa lama sekali?' Pekik Axel dalam hati

Ting!

Pintu terbuka dan sampailah mereka di lantai 4. Gadis itu keluar sambil mengucapkan terima kasih untuk kesekian kalinya pada Axel.

"Hey Val! Aku sudah menunggumu sejak tadi" terdengar suara laki laki yang mengajak bicara pada gadis tersebut.

Sekilas Axel melihat wajah laki laki itu sebelum pintu lift tertutup.

"Kira-kira apa hubungan mereka? Kenapa bertemu di hotel?" Axel bergumam

'Gadis muda, hotel, tatapan lesu saat bertemu lawan bicara' otak Axel masih berpikir keras beberapa saat, mencoba memikirkan teori konspirasi tentang hal itu.

Ting!

"Apa mungkin dia disuruh melayani om om disini? Atau jangan jangan organnya mau di jual? Aish!!! Itu bukan urusanku. Kenapa aku harus memikirkan hal seperti itu?" Dia berjalan keluar lift dan menuju kerumunan yang sempat ia tinggalkan tadi, menepis segala hal yang membuatnya berpikir.

Tapi sesampainya disana, acara sudah selesai. Yang tersisa hanyalah beberapa orang yang membersihkan aula tersebut.

'Ah mati aku' pekiknya pada diri sendiri.

Segera ia merogoh sakunya, mengeluarkan handphone kemudian menekan beberapa angka.

"Hay Dad! Kemana perginya semua orang?" Tanya Axel bingung

"Kau masih disana?"

"Ya. Saat aku kembali, semua orang tidak ada. Apa sudah selesai?"

Hanya kekehan yang terdengar dari sebrang sana.

"Semua orang sudah pulang sejak tadi, Xel haha"

"A-apa? Benarkah?"

"Tepat setelah kau pergi dari aula. . .Tapi berhubung kau masih disini, bergabunglah bersama ayah dan pamanmu. Kami sedang makan bersama"

"Ya tentu. Dimana kalian sekarang, Dad?"

"Kita di lantai 4. Saat kau keluar lift, nanti akan ada orang yang menjemputmu. Sudah ya, akan kumatikan telfonnya..  tut... tut"

'Jadi aku harus naik lagi? Merepotkan sekali' batin Axel

* * * *

'Hotel baru milik Damian tidak terlalu buruk juga. Ini jauh lebih baik dari hotel sebelumnya, apa aku harus membuat juga yang seperti ini?'

Sebagai pebisnis yang juga membawahi sebuah hotel, sejak tadi Axel terus memikirkan konsep dasar berdirinya bangunan ini. Damian memang sudah bermaksud membuat hotel sejak dulu tapi, lahan bangunan ini tidak begitu stategis.

Dirinya terlalu sibuk memikirkan hal yang lain hingga ia tak sadar jika saat ini sudah berada di lantai 4, tepatnya di depan lift.

"Apa anda tuan Axel?" Tanya seorang pria berjas yang tiba tiba muncul

"Ya"

"Tolong ikuti Saya, tuan. Anda sudah ditunggu" ucapnya kemudian mereka berjalan menyusuri lorong.

'Dari dekorasi dinding yang bermotif ini aku pastikan dia mendapat ide setelah menonton film itu. Bahkan sampai kelantai lantainya pun mirip, hahh dasar Damian. Tapi meski begitu aku salut dengan ukiran pintu yang terbuat dari kayu jati itu. Dia tetap mempertahankan prinsip awal di bangunnya hotel ini' ucapnya dalam hati sembari memperhatikan sekelilingnya.

"Opss maafkan aku" kata Axel terkejut karena hampir menabrak seorang karyawan yang baru saja keluar dari salah satu ruangan.

Pelayan itu kemudian buru buru menutup pintu. takutnya ia malah membuat tamu menjadi tidak nyaman karena orang yang lewat bisa melihat mereka.

Dilihatnya sekilas beberapa orang yang sedang duduk sambil menikmati makanan mereka. Tak banyak, hanya 4 orang yang terdiri dari 3 orang pria dan satu wanita. Mereka bersenda gurau, tertawa dengan guyonan dari salah satu mereka.

Satu hal yang membuat Axel terkejut adalah wanita yang berada di ruangan tadi adalah Alice, tunangannya.

'Apa yang Alice lakukan disini? Bukankah dia bilang sedang melakukan seminar?' Pikirnya

Axel terdiam di tempat untuk beberapa saat. 'Tuan, jalannya lewat sini" ucap pria berjas tadi kembali menyusuri jalan karena Axel tertinggal jauh

"Ah, maaf" kata Axel bergegas kembali mengekor pria tadi.

'Apa mungkin dia sudah selesai seminar kemudian memutuskan untuk makan siang dengan clientnya? Ah ya.... pasti begitu. Aku tidak boleh berpikiran negatif terhadap pasanganku sendiri kan?' Batin Axel yang masih mengingat raut wajah Alice yang tersenyum disana tadi.

avataravatar
Next chapter