2 BAGIAN 2

Sumpah serapah dilontarkan oleh pria itu sambil menunjuk kearah Valerie. Kata kata tidak senonoh, umpatan, bahkan cacian ia ucapkan secara tidak sadar. Banyak orang yang melihat, namun nampaknya mereka tidak peduli.

"M-maaf, tapi aku kan tidak kenal anda t-tuan" sahut Valerie yang malah menanggapinya

Pria itu kemudian menatap mata Valerie dengan tatapan tajam seolah ingin membunuhnya.

"Hey Denise!!!" Teriaknya

"Kau bilang kau tidak mengenalku?? Padahal selama ini kau sering tidur denganku kan?!!" Lanjutnya dengan nada marah

"A-aku bukan Denise.. a-aku Maxie.. tolong tinggalkan aku" bohong Valerie

Pria itu justru semakin brutal. Di pecahkannya botol yang sejak tadi ia pegang hingga membentuk cuatan cuatan runcing yang tak beraturan.

"Heii itukan berbahaya tuan. Kau bisa terluka" pekik Valerie yang masih mengkhawatirkan orang yang sedang memojokkan dirinya.

"tentu. Benda ini bahkan bisa membuatmu mati secara perlahan, Denise. Akan aku hayati setiap sayatan yang ada sehingga kita tetap bisa berbagi rasa sakit, bagaimana huh?"

Dasar gila! Siapa orang yang mau mati seperti ini? Batin Valerie

"Hey Maxie sayang!! Kau tak apa-apa? Dia menganggumu?" Sahut pria yang mendatangi Valerie dan yang jelas pria itu bukan bryan.

Pria ini juga nampak berantakan. Tubuhnya dipenuhi memar seperti baru berkelahi.

"Ya aku tak apa" balas Valerie ragu.

"Jadi kau sekarang berani selingkuh ya? Dan kau lebih memilih pria jelek itu?" Tanya si pemabuk itu dengan suara lantang.

Pria bercoat cokelat muda ini langsung menarik Valerie kebelakang sehingga gadis itu bisa bersembunyi dibalik badannya.

"Ya!! Tentu saja dia lebih memilihku. Mau apa kau? Huh?"

'Uh pria ini baunya juga sama. Membuatku ingin muntah' batinnya

Tanpa ada aba aba sedikitpun, tiba tiba saja orang gila tadi melemparkan botol kacanya ke tembok yang berada di belakang Valerie hingga botol itu pecah dan pecahannya menyebar ke segala arah.

"Akh" teriak Valerie sambil menutup mata. Tak lupa ia melindungi bagian kepala menggunakan tangannya.

Tes tes tes

Pecahan kaca tersebut memang tak seberapa, namun bisa sampai membuat sebuah luka.

"Kau tak apa?" Tanya pria itu

Perlahan Valerie membuka mata dan melihat jika pria yang datang tadi sedang melindungi tubuh mereka menggunakan coat milik pria tersebut sehingga dapat mengurangi serpihan kaca yang terlempar. Untung saja pria itu bergerak cepat. Jika tidak, mungkin bagian belakang Valerie dan juga dirinya akan terluka.

"Tanganmu berdarah, tuan" kata Valerie yang tidak di tanggapi olehnya.

"Ah sial! Aku pusing sekali" pria itu bergumam namun Valerie tetap bisa mendengarnya karena jarak mereka sangat dekat.

Perlahan orang gila tadi mendekat dan terlihat membisikkan sesuatu kearah mereka berdua.

"Kalian akan segera mati hahahaha"

Si pemabuk itu tertawa keras.  Sedangkan Valerie dan pria tadi sama sekali tidak mengindahkannya. Valerie yang sibuk memperhatikan luka di tangan pria ini, sedangkan yang di perhatikan justru memikirkan tentang kepalanya yang pusing akibat kebanyakan minum alkohol disekitar sini.

"Uh aku pusing sekali" katanya lagi namun dengan nada yang lebih tinggi

Tanpa basa basi ia layangkan sebuah low kick kearah si pemabuk itu dengan sekali hantaman. dia tumbang, tersungkur tepat di hadapan Valerie begitu saja.

"Dia mati?"

"A-apa? Tentu saja tidak. Dia hanya pingsan" sahutnya sambil memegang pelipis.

"Ah begitu. T-tapi,"

Pria itu melirik tajam, "lupakan soal dia. kau obati saja luka dijidatmu itu, jidatmu berdarah" katanya

"Berdarah?" Valerie nampak meraba jidatnya dan merasakan sebuah cairan kental.

'Aneh, kenapa aku tidak merasakan apapun?' Batin Valerie yang malah kebingungan.

"Kau mau kerumah sakit bersamaku tuan? Setidaknya ini caraku membalas budi" sahut Valerie yang melihat pria itu hampir beranjak pergi.

"Tidak. Kau pergi saja sendiri" sahutnya dingin.

Pria itu berjalan sempoyongan karena mungkin kakinya kesakitan karena melakukan tendangan low kick tadi tanpa melakukan peregangan terlebih dahulu.

Wajahnya menunjukkan ekspresi kesakitan ketika ia berjalan. Darah ditangannya sudah berhenti menetes, namun sepertinya masih terasa sakit.

"Tapi aku merasa tidak enak jika seperti ini tuan" kejar Valerie, menyamai langkah kaki pria itu.

"Tidak"

"Akan aku tanggung biayanya"

"Enyahlah"

"Tanganmu pun juga berdarah. Kita bisa pergi bersama sama"

"Pergi sana"

Bukan Valerie jika tidak memaksa di saat saat seperti ini. Luka pria itu sangatlah parah, tak heran kan jika Valerie berbuat sedemikian rupa?

"Kau bisa ucapkan terima kasih kemudian pergi" balasnya masih acuh

"Kupikir rasa terima kasih tidak akan membuatku lega"

"Aku hanya tidak ingin punya  hutang budi karena mungkin aku tidak bisa membalasnya tuan. Jadi tolong.. Akan kulakukan apapun untukmu" lanjutnya

Dia berhenti sejenak. "Melakukan apapun?" Tanya nya

"Ah.. asalkan tidak aneh aneh, aku bisa melakukannya" sahut Valerie

Pria itu berbalik sehingga ia berhadapan dengan Valerie.

"Kalau begitu tolong aku" ucapnya

"Tolong apa?"

"Lusa datanglah ke Hotel Scarlast jam 7 malam. Aku akan menunggumu disana" katanya

"T-tapi kenapa di hotel malam malam?"

"Aku tidak akan melakukan sesuatu hal yang buruk padamu. Aku ini orang baik tau"

Valerie terdiam, tampak memikirkan sesuatu.

"Kalau kau tidak percaya, ini kartu namaku" lanjutnya mengeluarkan sebuah kertas berbentuk kotak dari dompetnya.

Axel Verheaven

"Karena kau hanya diam saja, aku anggap kau menerimanya, nona. Dan sebagai jaminannya.."

Srett

Pria bernama Axel itu menarik kalung yang bertengger di leher putih Valerie.

"... aku akan mengambil ini"

Valerie masih terdiam di tempatnya. Ia bingung harus melakukan apa.

"Akan aku tunggu kedatanganmu, Maxie" Axel pergi begitu saja, jalannya makin tidak karuan.

Dilihatnya kembali kartu nama itu. "Axel E. Verheaven?"

* * * *

Tak tahu sejak kapan, banyak kerumunan orang disini sejak polisi datang. Mereka mungkin penasaran, atau mungkin hanya karena ingin tahu alasan kenapa banyak polisi berkeliaran di sekitar sini? Entahlah.

Dan kalian pasti sudah tau ulah siapa ini? Ya, tentu saja si Bryan

Dia terkejut ketika melihat adiknya yang terluka disertai dengan orang yang tergeletak di lantai dengan beberapa pecahan botol alkohol. Tanpa babibu, ia langsung menelfon polisi setempat dan melaporkan hal tersebut.

'Hhh. Padahal orang orang tadi tidak memperdulikanku ketika aku dipojokkan oleh orang itu' batin Valerie yang menunggu di dalam mobil, melihat kakaknya seperti sedang menjelaskan kronologinya kepada pihak kepolisian.

Tak lama kemudian, percakapan antara keduanya selesai. Bryan kembali menuju mobil, tempat adiknya yang sudah menunggu.

"Untung saja aku cepat cepat datang" ucapnya

"Kedatanganmu bisa dibilang sangat terlambat, bodoh" pekik Valerie, merasa marah karena kakaknya meninggalkan dirinya sendirian dijalanan tadi.

"Hehe maafkan aku Val.. mari kita periksakan keadaanmu kerumah sakit sekaligus bertemu dokter barumu itu" kata Bryan

"Biar aku obati saja dirumah. Aku akan minta tolong pada bibi May.. lagipula, jadwal masuk dokter itu masih besok tau. Saat ini hanya ada dokter Liam saja yang berjaga"

Bryan melirik adiknya, "darimana kau tau?"

"Dokter Sam yang bilang. Sudah... kau kemudikan saja yang benar, Bry. Aku lelah, ingin cepat cepat istirahat" kata Valerie

Dalam benaknya, masih memikirkan tentang orang yang bernama Axel tadi. Pria itu membawa satu satunya barang Valerie yang berharga. Dan bodohnya, Valerie tadi hanya diam saja saat kalung itu diambil.

'Haruskah aku datang? Aku harus segera mengambil kalung itu dan melunasi hutangku. Tapi apakah pria tadi bisa dipercaya? Dari wajahnya saja sudah aku pastikan jika dia adalah seorang preman. Tapi kenapa dia mau menolongku? Akhhhh aku pusing' pikir Valerie sepanjang perjalanan.

'Mari tenangkan dirimu dan pikirkan besok, Val. Kau tinggal datang dan meminta kalungmu kembali kan? Ya... pasti begitu. Tunggu saja besok'

avataravatar
Next chapter