1 BAGIAN 1

June, 20. 2020

Malam begitu cerah, bulan bersinar dan langit nampak di penuhi dengan taburan bintang. Hiruk piruk orang berlalu lalang di jalanan di temani oleh orang yang mereka kasihi. Pohon berjejer rapi di sepanjang jalan, banyak pedagang kaki lima berada di sisi jalan untuk menjual dagangan mereka. Ditambah lagi malam ini adalah jadwalnya grup band My Chemical Romance melakukan live music di ibukota membuat suasana menjadi lebih indah dan bersemangat.

Namun tidak dengan orang ini. Baginya hari ini adalah hari yang paling mengerikan di sepanjang hidupnya. Suara dentuman musik terdengar memenuhi seluruh sudut ruangan. Club menjadi pelarian utamanya. Lampu lampu berwarna dan juga sebotol minuman mampu membuat orang bernama Axel Everley Verheaven tidak mampu mengontrol kendali atas kesadarannya.

Yah, setidaknya malam ini masalah bisa terlupakan bukan?

"Roy, kenapa wanita selalu tidak puas dengan satu laki laki?" Axel melamun sambil memperhatikan minuman berwarna kuning di gelasnya

"Aku tidak tau. Aku bukan wanita, Xel" cibir Roy sembari menuangkan minumannya ke dalam gelas untuk kesekian kalinya.

Axel kembali meneguk minumannya hingga habis. "Aku sudah muak dengan mereka" ujarnya.

Roey Griffin --teman kecil, mereka sudah berteman selama bertahun tahun. Pria dengan rambut berwarna cokelat dengan wajah berbentuk persegi di hiasi dengan alis tebal dan mata berwarna cokelat keemas emasan menjadi daya tarik pesona dari dirinya.

"Siapa lagi kali ini?" Tanya Damian yang juga ikut dalam pesta malam ini. Bahkan ia seakan akan sudah mengetahui alur ceritanya

Damian James --sahabat Roy dan Axel saat masih sekolah. Sejak masa kuliah dulu, Damian sering kali dijuluki playboy karena ia selalu berganti pasangan, bahkan sampai saat ini. Lesung pipi yang muncul saat ia tersenyum memang manis, ia juga pintar dan kaya raya. Tak heran banyak wanita rela di duakan olehnya.

"Robert Woods"

"What? Si tua itu? Haha. . . Kau kalah jauh jika ditanya tentang harta. Baginya, kekayaanmu hanyalah secuil dari warisannya. Wajar kalau Alice memilih dia di banding kau" kekeh Roy terlihat mengejek, dibalas anggukan juga oleh Damian

Axel menghela nafas panjang. Ia sedikit mengurut pelipisnya, pandangannya sudah mulai tidak jelas, kepalanya terasa berat dan perutnya mulai bergejolak. Ia mual karena terlalu banyak minum hari ini.

"Aku ingin muntah" Axel bergegas lari keluar, meninggalkan Roy yang masih mentertawakannya.

* * * *

Lampu sorot disini juga tidak kalah menyilaukan. Panggung tinggi di tengah tengah lautan manusia di hiasi dengan suara iringan indah dan juga lagu hits dari My Chemical Romance. Banyak spanduk dan barang barang bertemakan grup mereka.

Dari kejauhan, seorang gadis di temani oleh kakak laki lakinya sedang berdiri dan memandang kearah layar. Sebenarnya mereka punya tiket VVIP yang bisa membuat mereka melihat Gerard dan teman temannya dari dekat, hanya saja mereka datang sangat terlambat dan jika harus berdesak desakan sampai ke depan panggung, sepertinya itu bukan ide yang bagus. Antusiasme para penggemar begitu besar hingga tidak ada sela diantara mereka. Bahkan untuk mendapatkan tiketnya pun juga sulit. Katanya, penjualan tiket konser perdana My Chemical Romance ludes dalam hitungan menit. Beruntung mereka bisa mendapatkan tiket di detik detik terakhir, yah meskipun harganya sangat mahal.

"Baiklah. Kupikir ini adalah lagu terakhir malam ini. Terima kasih telah hadir dan meramaikan acara ini, sampai jumpa kembali" ucap Gerard masih penuh dengan penuh semangat di sertai dengan teriakan teriakan dari penggemarnya.

"Mari kita nyanyikan bersama lagu terakhir kita yang berjudul Cancer" ujarnya lagi.

Seketika semua lampu dimatikan, kecuali lampu yang menyorot kearah Gerard Way dan teman temannya.

"Turn away

If you could get me a drink

Of water 'cause my lips are chapped and faded

Call my aunt Marie" Valerie, Bryan, beserta orang orang disana menyanyikan lagu itu bersama.

"Help her gather all my things

And bury me in all my favorite colors

My sister and my brother still

I will not kiss you

Cause the hardest part of this is leaving you"

"Now turn away

Cause I'm awful just to see

'Cause all my hair's abandoned all my body

All my agony

Know that I will never marry

Baby I'm just soggy from the chemo

But counting down the days to go"

"It just ain't living

And i just hope you know

That if you say goodbye today

I'd ask you to be true

Cause the hardest part of this is leaving you"

Mata Valerie berkaca kaca. Lagu ini benar benar sangat menyentuh di setiap liriknya.

"Harusnya aku tidak membawamu kesini kalau ujung ujungnya kau hanya akan menangis" sindir Bryan saat konser selesai.

Valerie menghapus air mata menggunakan punggung tangannya dengan kasar, kamudian ia memukul lengan Bryan sambil tertawa.

"Aku menangis karena kita hanya bisa mendengarkan 2 lagu terakhir dari 12 lagu yang dibawakan" ucap Valerie dengan konteks menyindir.

Bryan tertawa, kemudian ia mengelus ujung kepala adiknya dengan pelan, "maaf, jika bukan karena Rosaline aku tidak akan terlambat"

"Tapi, kenapa kau tidak mengajaknya sekalian? Aku yakin pasti dia kesepian dirumah. Kita harus carikan dia oleh-oleh saat pulang nanti"

"Sudahlah. Biarkan saja Val" sahut Bryan sembari mengarahkan pandangannya kearah lain.

Aku yakin pasti ada masalah diantara mereka, pikir Valerie yang sudah hafal dengan tabiat kakaknya ini.

"Kau sudah makan obatmu?" Tanya Bryan

"Ya tentu, dokter Sam sudah memberikan yang baru. Ia bilang obat yang ini akan membuatku lebih bersemangat untuk datang kekonser" kata Valerie dengan kepolosannya.

Malam sudah sangat larut namun beberapa orang masih berada disini sehingga Bryan dan Valerie terjebak. Mereka harus menunggu hingga orang orang tidak terlalu memenuhi jalan seperti ini. Dengan sigap Bryan melepas jaketnya kemudian membentangkannya diatas rumput. "Duduklah" ucapnya.

"Tidak Bry, aku tau jika itu jaket kasayanganmu. Cepat ambil kembali" sahut Valerie

"Duduklah. Aku tidak keberatan sama sekali"

Valerie mengangkat bahunya, mengikuti apa yang dikatakan oleh Bryan " woah..jadi begini rasanya duduk diatas jaket senilai 15 juta?"

Bryan hanya tersenyum, kemudian ikut duduk disamping Valerie.

"Kau senang?" Bryan memecah keheningan diantara mereka.

"Kau bercanda? Tentu saja senang. Mereka adalah idolaku sejak kecil hahaha. Kau tau sendiri kan Bry" Valerie tertawa, memperlihatkan eye smile dan gigi rapinya. Imut sekali.

"Uhm yah.. aku jadi teringat saat aku tidak sengaja menyobek poster MCR di kamarku dan malah kau yang menangis" sahut Bryan

"Jika saja kau tidak menyobek pas di bagian wajahnya, aku tidak akan menangis hahaha" ucap Valerie.

Dalam hati Valerie mengucapkan syukur berkali kali. Dalam hidupnya kali ini, ia diberi keluarga yang sangat sayang padanya, kasih sayang dan cinta yang bisa ia dapatkan dari mana pun.

Namun meski begitu Valerie juga paham jika Tuhan memberikan nikmat seperti ini, Tuhan juga pasti akan memberikan kesulitan yang sepadan.

* * * *

"Kau tunggu disini, aku akan mengambil mobil disana. Oke?" Bryan kemudian pergi meninggalkan Valerie di pinggir jalan ini.

Sesekali Valerie hanya memandang dan memperhatikan orang orang sekitar. Meski hari sudah mulai malam, justru kota semakin ramai dan padat ternyata.

"Ugh... Bryan lama sekali" katanya

Dari kejauhan Valerie melihat seorang pria yang berjalan kearahnya dengan sempoyongan sambil membawa sebuah botol. 'D..dia mabuk?' Batinnya.

"Bry ku mohon cepatlah datang.. aku takut"

Ia berdoa dalam hati semoga pria itu tidak mendekati dirinya.

Tap tap tap

Perlahan pria itu mendekat, sekilas tatapan mereka bertemu. Sungguh, sorotan matanya begitu mengerikan bagi Valerie. Pria itu berjalan melewati Valerie, kemudian berhenti tak jauh dari posisi Valerie.

"Oh tidak.. tolong jangan kesini, kumohon" batin Valerie

avataravatar
Next chapter