15 BAGIAN 15

"Ah sial! Aku pusing sekali" gumam Axel. Entah wanita itu mendengarnya atau tidak, ia sama sekali tidak peduli.

Kepalanya terus berdenyut kencang. Pandangannya sedikit demi sedikit terlihat samar.

Tidak, aku tidak boleh pingsan disini. Aku harus tetap sadar, batin Axel

"Uh aku pusing sekali" Axel sedikit berteriak

Ini harus segera di selesaikan, pikirnya.

Axel langsung mengambil ancang ancang untuk melayangkan aksinya. Biasanya orang mabuk adalah orang yang paling lemah dengan pukulan. Sedangkan pukulan yang cocok untuk orang ini yaitu lowkick.

Secara teknis, low kick di Muay Thai adalah teknik tendangan yang arah serangannya adalah bagian tubuh di bawah pinggang dengan menggunakan bagian tulang kering atau punggung kaki sebagai titik benturnya. Low kick memang merupakan teknik andalan di Muay Thai karena begitu kuatnya efek dari low kick.

Dengan sekali hantaman, orang itu tersungkur didepan Axel. Ia sedikit tersenyum. Tak sia sia ia menjadi preman semasa sekolah dulu.

'Damian pasti akan iri melihatku haha. . . . Tunggu! Aku lupa meninggalkan Damian disana sendirian. Semoga tidak terjadi apa apa padanya'

"Dia mati?"

"A-apa? Tentu saja tidak. Dia hanya pingsan" sahut Axel sambil memegang pelipis.

'Dia ini polos atau apa?' Pikir Axel

"Ah begitu. T-tapi,"

Axel melirik tajam, melihatnya dengan serius. "lupakan soal dia. kau obati saja luka dijidatmu itu, jidatmu berdarah"

"Berdarah?" Tanyanya polos. Ia nampak terkejut ketika melihat bercak merah tersebut.

Axel bergegas pergi meninggalkan wanita itu. Tujuannya sudah terpenuhi jadi, untuk apa lama lama berada disana?

"Kau mau kerumah sakit bersamaku tuan? Setidaknya ini caraku membalas budi" sahutnya

"Tidak. Kau pergi saja sendiri" ucap Axel yang berusaha berjalan dengan benar. Saat ini tiba tiba kakinya sakit sekali. Apa karena ia jarang berolahraga sekarang? Alhasil ia berjalan dengan cara menyeret kaki kanannya.

"Tapi aku merasa tidak enak jika seperti ini tuan"

"Tidak" tolak Axel mentah mentah. Namun sepertinya tidak membuat wanita ini menyerah. Ia bahkan mengekor di belakang Axel.

"Akan aku tanggung biayanya"

"Enyahlah"

"Tanganmu pun juga berdarah. Kita bisa pergi bersama sama"

"Pergi sana"

'Ada apa dengan anak ini? Dia mau minta pertanggung jawaban ya? Tapi diposisi ini aku yang lebih terluka kan?' Pikir Axel

"Kau bisa ucapkan terima kasih kemudian pergi" kata Axel

"Kupikir rasa terima kasih tidak akan membuatku lega"

"Aku hanya tidak ingin punya  hutang budi karena mungkin aku tidak bisa membalasnya tuan. Jadi tolong.. Akan kulakukan apapun untukmu" lanjutnya

Axek berhenti sejenak, mendadak muncul ide dikepalanya. "Melakukan apapun?" Tanya nya

"Ah.. asalkan tidak aneh aneh, aku bisa melakukannya" sahutnya

Axel berbalik sehingga ia berhadapan dengannya.

"Kalau begitu tolong aku" ucapnya

"Tolong apa?" Katanya sedikit bingung

"Lusa datanglah ke Hotel Scarlast jam 7 malam. Aku akan menunggumu disana" sahut Axel

'Mungkin kau bisa mengambil peran dalam drama yang akan ku mainkan di depan Alice' pikir Axel menatap wanita ini dari atas sampai bawah.

"T-tapi kenapa di hotel malam malam?"

"Aku tidak akan melakukan sesuatu hal yang buruk padamu. Aku ini orang baik tau"

Dia terdiam, tampak memikirkan sesuatu.

"Kalau kau tidak percaya, ini kartu namaku" kata Axel memberikan sebuah kartu nama.

'Dengan begini, ia akan mempercayaiku kan? Aku memang terlihat jahat tapi, aku butuh sesuatu untuk menahannya' pikir Axel lagi. Sedari tadi matanya mengarah keleher putih itu. Sebuah kalung bertengger dengan sangat cantik.

"Karena kau hanya diam saja, aku anggap kau menerimanya, nona. Dan sebagai jaminannya.."

Srett

"... aku akan mengambil ini"

"Akan aku tunggu kedatanganmu, Maxie" Axel pergi begitu saja, jalannya makin tidak karuan.

Akhirnya ia kembali lagi ke klub itu. Damian bahkan masih tergeletak dengan posisi yang sama.

"Maaf meninggalkanmu sendiri teman" ucap Axel menepuk pelan pipi Damian.

"Apa ini?" Tanya Axel bingung ketika ada beberapa koin receh di dekat tubuh Damian.

tiba tiba Roey datang diwaktu yang tepat.

"Sudah kuambilkan mobil Damian... Ayo cepat masuk kemobil"

"Apa itu?" Tanya Roey ketika melihat Axel mengambil sesuatu dari Damian yang ternyata itu adalah uang.

"Tadi aku sempat meninggalkannya sendiri karena harus mengeluarkan isi perutku. Saat aku kembali, barang ini sudah ada didekatnya" jawab Axel

"Tunggu. .. apa jangan jangan orang mengira kalau dia seorang pengemis?" Tanya Axel pada Roey dengan muka bodohnya.

Mereka saling berpandangan, tak lama kemudian diiringi dengan gelak tawa dari keduanya.

"Padahal dia selalu menyombongkan wajahnya" kata Axel disela sela tawanya.

"Sungguh kasihan sekali kau" sahut Roey

* * * * *

Hari begitu cerah, berbeda dengan beberapa hari yang lalu. Terik matahari menyinari seluruh kota. Mungkin sekarang orang orang rela berjemur agar mendapatkan warna kulit yang eksotis.

Diruangannya, Axel duduk menyantai dengan pandangan mata terfokus pada sebuah kalung dengan liontin bunga hitam.

Jujur, ingatannya samar samar. Ketika ia sampai dirumah malam itu, ia langsung terlelap. Saat bangun dipagi harinya, liontin ini sudah berada di dalam genggamannya. Yang ingat saat ini hanyalah ia memukul seseorang semalam, untuk kejadian selanjutnya ia tak ingat sama sekali.

Tiba-tiba smartphonenya berbunyi sangat keras. Nomor yang tidak dikenal ingin melakukan panggilan.

"Halo?" Jawab Axel asal asalan.

"..."

"...."

"Tentu saja. Apa benda ini sangat berarti?? Kalau begitu kau harus mengambilnyakan?" Tanya Axel menatap kembali kalung tersebut.

ingatan malam itu perlahan lahan mulai kembali. ia ingat bahwa ia sudah mengambil kalung seorang wanita. itulah kenapa ada barang seperti ini di mejanya sekarang.

"...."

'Ah apa-apaan ini.. terlalu gampang' pikir Axel

"Baiklah sayang. Akan aku tunggu kau malam ini" katanya kemudian mematikan telfon secara sepihak.

'Maxie ya? Baiklah.. sampai bertemu nanti malam' batinnya.

Sudah beberapa menit berlalu sejak telefon dari Maxie itu masuk, Axel terlalu memperhatikan kalung tersebut hingga ia tidak sadar jika saat ini Nick sudah ada di depannya.

"Tuan, ini berkas yang Anda minta" ucap pria tua bernama Nick yang merupakan orang kepercayaan Axel.

"Agh...Kau disini? Sejak kapan?" Tanya Axel kaget, kehadiran Nick membuat lamunan Axel buyar. Cepat cepat ia masukkan kalung itu kedalam laci mejanya dan bersikap biasa biasa saja.

Nick hanya tersenyum, membungkukkan badannya sekedar memberikan hormat. "Mungkin sudah 10 menit yang lalu, tuan" ucapnya ramah.

"Maaf aku melamun. . . Tapi, ada apa Tuan Nick, apa ada masalah lagi?" Tanya Axel

Nick menyodorkan beberapa lembar kertas dan sedikit memberi penjelasan kepada atasannya yang entah kenapa sejak tadi tidak memperhatikan sama sekali.

"Apa penjelasan saya terlalu cepat?" Sahut Nick mendapati Axel sedang melamun.

"Maaf, aku sedang tidak fokus akhir akhir ini. Mengenai berkas ini, tolong jelaskan lagi besok. Pikiranku sedang tidak bisa berkompromi" jawabnya

"Baik tuan" kata Nick kembali merapihkan kertas kertas tadi. Sekilas ia melirik kalung didekat tangan Axel.

"Kalung yang cantik" gumam Nick tersenyum

Segera Nick keluar dari ruangan tersebut. Namun sesaat sebelum ia membuka pintu, Axel memanggilnya.

"Nanti malam aku ada tamu istimewa jadi, tolong perlakukan dia sebaik mungkin" sahut Axel sedikit kencang agar suaranya dapat didengar.

"Bolehkan Saya tahu namanya?" Tanya Nick

"....Maxie"

avataravatar
Next chapter